Sabtu, 25 Juli 2020

Kasus Kematian Editor Metro TV: Dibunuh atau Bunuh Diri?


Kebetulan kantor saya lagi angkat kasus ini jadi topik utama (ngalahin kasusnya Djoko Tjandra), jadi nggak ada salahnya saya juga ikutan untuk ngobrolin di sini. Kebetulan apa yang saya tulis di sini berdasarkan laporan reporter kantor dan pernyataan Kadiv Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus. 

Karyawan Metro TV, Yodi Prabowo (24)  ditemukan tewas di pinggir Tol JORR Pesanggrahan, Jalan Ulujami Raya, Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Jumat (10/7/2020). 

Menurut Kasat Reskrim Polsek Pesanggrahan Fajhrul Choir mengatakan, mayat Yodi ditemukan pada pukul 11.45 WIB. Berdasarkan data yang dikumpulkan, mayat Yodi ditemukan tiga anak kecil yang bermain layangan di pinggir Tol JORR. Pasca penemuan mayat tersebut  Polres Jaksel mengambil alih kasusnya. Sayangnya, saat itu TKP sudah terkontaminasi karena banyak warga yang datang melihat sebelum polisi datang.

Saat memeriksa mayat dan TKP, polisi menemukan beberapa hal:

- Ada dua luka besar di tubuh korban, yaitu di leher korban dan perut korban dekat paru-paru  diduga menggunakan senjata tajam

- Ada sebilah pisau di samping mayat. Diduga kuat yang mengakhiri nyawanya.

- Semua barang bawaan korban tetap utuh. Ada motor laptop, ponsel, dan barang berharga lainnya. (Jadi bukan perampokan atau begal yah).

- Beberapa meter dari lokasi penemuan mayat, ada sebuah warung makan. Saat anjing pelacak diturunkan, anjing itu bergerak dari arah tkp sampai ke ke warung tersebut. Ini menjelaskan korban lewati jalur itu untuk ke warung atau sebaliknya.

Dan ada beberapa temuan lainnya yang tidak diungkap ke media. 

Kasus ini mulai menjadi perhatian publik ketika sang kekasih mengungkapkan beberapa fakta kepada wartawan

1. Suci Fitri, kekasih Yodi Prabowo, berbicara ke wartawan (sebelum dia dipanggil sebagai saksi sama polisi), bila ada perubahan sikap dari kekasihnya sebelum ditemukan tewas. 

"Memang sebelumnya kan dia habis libur empat hari, dua hari cuti, dua hari libur dan habis itu agak beda dia sikapnya. Saya juga kurang tahu, saya tanya ada apa? Belum mau cerita dia," kata Suci kepada wartawan, Minggu (12/7/2020).

"Kayak orang pengen cerita tapi tuh ditahan. Kalau dia sih orangnya sama teman-teman orangnya pendiam, tapi kalau sama saya tipe bawel," ungkap Suci.

2. Pada Selasa (7/7/2020) Yodi meminta izin bekerja kepada keluarga seperti hari-hari biasanya dan juga ikut nongkrong bersama rekan-rekannya di Metro TV. Pada Rabu (8/7/2020) barulah Yodi tidak masuk ke kantor dan keluarganya mulai mencarinya.

3. Suci mengungkapkan kemungkinan ada orang ketiga dalam hubungannya. Ada indikasi kalau korban dikejar cewek lain berinisial L. 

"Sempat ada orang ketiga yang suka sama dia, satu kantor. Mungkin karena dia sakit hati kali saya juga nggak tahu motifnya apa cuma belum banyak bukti. Aku tuh cerita teman almarhum dekat sama cewe ini ada kaya hal buruk yang buat pikirannya dia yang bikin nggak karuan itu," kata Suci.

4. Polisi mulai memanggil saksi. Ada seputar 34 orang yang diperiksa oleh polisi. Termasuk orang ketiga yang dimaksud, serta terakhir pemred Metro TV juga ke kantor polisi. (Datang hari jumat 24/7/2020).

5. Beredar rumor kalau Yodi juga memiliki indikasi menjadi penyuka sesama jenis.

Dengan adanya cerita tersebut, polisi pun mempunyai dugaan saat itu kalau pelaku dibunuh. Tinggal mencari bukti-buktinya.

Namun, seiring berjalannya penyidikan, ada beberapa hal yang membuat polisi bungung. Hal ini karena kasus ini seperti puzzle yang pecah. Motif yang tidak ketemu, barang bukti yang kurang mendukung, dan keterangan saksi yang gak nemuin titik temu.

Ada beberapa indikasinya. 

1. Polisi melakukan cross examining, dan menemukan ada kemungkinan kekasih korban berbohong. Karena ada beberapa kesaksian dari pihak lain yang nggak klop sama pernyataan kekasih korban.


2. Polisi mendatangi ulang TKP. Di TKP, polisi menemukan beberapa fakta baru. 

- Ada rambut di TKp. Saat diperiksa itu rambut korban. 
- Lokasi ditemukanya korban ternyata ada jalur yang sering dilalui korban tiap hari. Pemilik warung ternyata mengenal korban. 

3. Polisi memeriksa pisau korban dan barang bukti lainnya. Ternyata sidik jari yang ditemukan  di pisau itu cuma milik korban. 

Saat inilah polisi mulai menduga kemungkinan bundir.

Kabar selanjutnya terungkap saat press conference tadi siang, Sabtu, 25 Juli 2020. Semua barbuk dan fakta pun diungkapkan polisi.

4. Polisi memeriksa ponsel dan whatsapp korban, tidak ditemukan pesan yang aneh. 

5. Polisi menemukan nota belanja dari ace hardware tentang pembelian pisau seharga 89 ribu.


6. Polisi mendatangi Ace Hardware dan memeriksa CCTV, ternyata Yodi sempat membeli pisau itu seorang diri. 

7. Dokter forensik memberikan keterangan  mengejutkan. Di dalam darah korban ditemukan senyawa narkotika amphetamine. 

8. Polisi mengungkapkan bila salah satu saksi menyebutkan kalau si Yodi sempat hendak melakukan tes HIV. 

9. Salah satu saksi juga menyebutkan bila Yodi sering terlihat berhalusinasi serta sering terlihat depresi.

10. Dan akhirnya polisi mengeluarkan pernyataan kalau Yodi kemungkinan bunuh diri. 

Tentu ini menjadi perhatian publik. Masih banyak yak tak percaya kalau Yodi bunuh diri. Apa mungkin seseorang bunuh diri dengan menusuk lehernya dan bagian perut ke arah dada.

 Salah satunya orang tua korban. Ibu korban menyatakan tak mungkin korban menusuk lehernya di sebelah kiri, sementara Yodi tidak kidal. 

Karena fakta inilah, saya mencoba menghubungi Ferdinand Andi Lolo, kriminolog UI menanyakan tiga hal. 

1. Apa pernah ada orang yang bunuh diri dengan pisau di leher? Kenapa dia tidak pilih itu? Iya menjawab hal itu mungkin saja terjadi. Itu adalah opsi, meski nggak umum. 

2. Bagaimana tanggapannya tentang pernyataan ibu korban kalo gak mungkin melakukan itu tanpa menggunakan tangan kiri? Jawabannya itu mungkin saja terjadi. Karena tidak diketahui kondisi psikologi Yodi seperti apa saat itu. Selain itu pemilihan lokasi disebut wajar saja. 

3. Tanggapan tentang fakta terbaru yang diungkap polisi? Sang kriminolog menyebutkan polisi jangan langsung menutup perkara.  Karena masih bisa jadi kejadian bunuh diri direkayasa. Mending mencari bukti baru sebelum menutup perkara.

Jadi intinya, kasus ini masih gantung. Karena polisi belum menutup kasusnya dan memberi kesempatan kepada siapa saja yang lunya bukti baru.

M. Fadli

Asred salah satu media daring.

Kredit foto:
1. Editor Metro TV Yodi Prabowo (istimewa)
2. Tkp penemuan mayat (Istimewa)
3. Kondisi mayat saat ditemukan (@jktinfo26)
4. Rekaman CCTV saat Yodi membeli pisau. (Indozone)
5. Press conference di Polda Metro Jaya (indozone).

KEBENARAN SELALU MENEMUKAN JALANNYA


Saya sering melihat kejadian yang menunjukkan, betapa Tuhan itu sebenarnya ‘maha Asyik.’

Maha Asyik disini yang saya maksud adalah, Tuhan itu sangat sayang terhadap semua makhluk ciptaannya. Makhluk apapun yang ada di dunia ini, semua tak luput dari perhatian dan kasih sayang-Nya.

Apapun agamamu dan apapun sukumu, selagi kamu masih hidup di dunia, maka jangan sekali-kali kamu berbuat dzolim, karena kapanpun karma Tuhan bisa menimpa Anda. 

Satu pelajaran berharga dari kasus Ahok. Saya masih ingat betul ketika dia datang ke Bareskrim Polri Sendirian untuk memeriksa kasusnya.

Dia kemudian datang ke Pengadilan dengan kepala tegak tanpa abbsen san banyak alasan ini itu hanya untuk menghindar dari kasus yang sedang dialaminya.

Dia hadapi sendiri semua kasusnya, dan dia bukanlah pengecut, apalagi sampai berfikir untuk kabur jauh ke Padang Gurun. Tidak, tidak sama sekali. Dia hanya yakin kepada Tuhannya, bahwa kebenaran selalu menemukan jalannya.

“Percayalah sebagai penutup, kalau Anda menzalimi saya, yang Anda lawan adalah Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Esa. Saya akan buktikan, satu persatu dipermalukan. Terima kasih.” Ujar Ahok saat di persidangan.

Dan seiring berjalannya waktu, kita semua bisa melihat dengan mata kepala kita. Apa yang pernah disampaikan Ahok di atas, kini benar-benar telah menjadi fakta yang tak terbantahkan.

Wallahu A'lam Bishawab
.
.
.
✍️Yusuf Muhammad

Rabu, 22 Juli 2020

SINAR LASER MERUSAK OTAK?


Ichsanuddin Noorsy ngoceh soal alat pengukur suhu tubuh yang kata dia adalah sinar laser yang merusak otak. Kemudian dia ngoceh ngelantur soal ketakutan terhadap Covid19.

Hoi, pengukur suhu tubuh itu ngga pakai sinar laser. Itu cuma inframerah. Juga tidak ditembakkan. 

Alat itu cuma menangkap sinar inframerah yang dipancarkan tubuh, kemudian dari data itu dihitung suhu tubuh, dengan memakai prinsip radiasi benda hitam (black body radiation). Kalau nggak tahu tuh jangan ngoceh, pakai kepedean pula.

Herannya, yang mewawancara juga tidak membantah. Mungkin sama-sama nggak ngerti juga.

Salah satu masalah media kita adalah wartawan/reporter tidak punya wawasan. Jadi mereka cuma meneruskan ocehan narasumber. 

Kalau narasumbernya bodoh, media akhirnya cuma jadi penerus kebodohan.

Sebagai orang yang memposisikan diri menerangkan soal-soal sains, saya merasa lelah melihat kebodohan yang disebar tanpa rasa malu seperti itu. 

======= 

Soal laser banyak orang salah kaprah. Dia kira laser itu otomatis merusak atau berbahaya. Mungkin kebanyakan nonton film Star Wars.

Secara umum sinar laser itu hanyalah sinar dengan intensitas tinggi, karena ada amplifikasi, atau penguatan. Tapi tidak berbahaya. Hanya ada sebagian kecil laser yang berbahaya, karena destruktif. 

Laser yang beredar di pasaran, termasuk yang dipakai sebagai pointer itu, aman saja. Laser yang destruktif tentu saja tidak dengan mudah diedarkan di pasar dan dipakai oleh orang awam.

Yang harus diperhatikan kalau pakai sinar laser, jangan sampai kena mata. Selain itu tidak ada hal khusus. 

Laser helium-neon, misalnya, biasa dipakai dalam praktikum anak SMA. Tidak ada precaution khusus, kecuali soal jangan disorotkan ke mata. Saya bertahun-tahun bekerja dengan Ar laser, tidak pernah mengalami gangguan apapun. 

(✍️ Kang Hassan)

Jumat, 17 Juli 2020

KOMEDIAN OMAS YANG CINTA BUDAYA

Hj. Omas Wati tidak hanya komedian tapi Ia juga pengembang budaya anak bangsa, budaya betawi yang dilecehkan banyak orang, dikemas dalam humor dan satire yang elegan. 

Semestinya semua anak bangsa tidak pernah menghilangkan budaya leluhurnya, bangga karena itulah jadi diri kita. 

Terlahir dengan nama Omas wati, meninggal dunia di usia 54 tahun, sakit paru-paru, Ia adalah saudaranya Mandra dan Mastur yang juga komedian betawi.

Selamat jalan Mpok Omas, kami banyak salah terkadang ada banyak orang yang melakukan body shaming padamu, maafkanlah.

Bangga pernah punya komedian yang mengembangkan budaya agung leluhur nusantara.

Kami berduka dan kehilangan, engkau menyusul Bang Benyamin yang telah lama mendahuluimu. Lama hidup menjadi single parent tentu tidak mudah.

Selamat jalan Mpok,  betawi akan tetap eksis, budaya nusantara harus tetap menjadi jati diri anak bangsa.

SABBE SANKHARA ANICCA

Andy Van Landau

Kamis, 16 Juli 2020

INDONESIA Negara yang Paling Sibuk Soal Agama, Bahkan Overdosis!


Apa-apa mesti dikaitkan soal agama, itulah Indonesia kita. Sampai untuk urusan menolong sesama manusia mesti ditanya dulu, apa agamamu?

Begitu sibuknya bangsa kita dengan urusan agama, sampai kita merasa perlu untuk punya satu lembaga di tingkat kementerian yang spesialisasinya mengurusi soal agama. Kementerian Agama!

Lalu, kalau bangsa ini dalam kesehariannya amat sangat disibukan dengan urusan berbau agama, pertanyaannya apakah soal peri kemanusiaan yang adil dan beradab sudah jadi karakter kita? 

Apakah solidaritas dalam kehidupan berbangsa yang kompak sudah berlaku?

Lalu apakah tata kehidupan berdemokrasi kita sudah diselenggarakan dengan jujur dan bermartabat? 

Kemudian, apakah keadilan sosial bagi seluruh rakyat sudah terdistribusi secara luas dan merata, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote?

Ini adalah pertanyaan oto-kritik bagi kita semua yang telah mendeklarasikan Pancasila sebagai dasar negara dan sekaligus cita-cita ideal bersama.

Memang betul bahwa Indonesia bukanlah negara agama, dan tidak boleh jadi negara agama lantaran realitas kebhinekaan adalah fakta sejarah kita. 

Tapi kita pun sudah mengakui bahwa walaupun Indonesia bukan negara agama kita berketetapan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang berketuhanan. 

Dengan berketuhanan kita semua sama-sama percaya bahwa kehidupan kita sebagai manusia tidak selesai di liang kubur. Ada pertanggungjawaban, ada konsekuensi di alam baka nanti. 

Dan konsekuensi seperti apa yang mesti ditanggung amat tergantung pada apa yang telah kita lakukan terhadap sesama manusia semasa menjalani kehidupan bersama.

Apakah kita sudah menjalani tata kehidupan bersama sebagai bangsa selama masa hidup dengan etika kebangsaan, dalam tatanan moral kehidupan bersama dengan berbudaya dan beradab?

Kehidupan yang bermoral, berbudaya dan beradab. Tidak liar, atau buas dengan memaksakan kehendak sendiri, yang akhirnya hanya berujung pada konflik horisontal. 

Homo homini lupus, manusia adalah serigala bagi manusia lainnya.

Maka biarlah setiap warganya bebas untuk menganut kepercayaan atau agamanya sesuai dengan keyakinannya masing-masing. 

Tak jadi soal apa pun pilihannya, bebas saja. Itu urusan privat yang mesti dijamin oleh negara. Dijamin apanya? 

Ya dijamin kebebasan pilihannya dan kebebasan beribadahnya. Yang penting tidak mengganggu ketertiban umum. 

Begitulah semestinya. Tugas negara adalah menjamin ketertiban sosial, tanpa perlu sibuk mengurusi agama atau kepercayaan masing-masing orang. 

Urusan kepercayaan dan ibadah pada Tuhannya masing-masing adalah urusan privat. Yang penting tatanan sosial dijaga bersama ketertibannya.

Energi bangsa memang sebaiknya dikerahkan untuk menjamin ketertiban dalam hidup bersama. 

Agar dinamika sosialnya pun bisa menemukan kondisi yang kondusif untuk keperluan membangun, bukan merusak atau dirusak oleh berbagi konflik horisontal yang konyol.

Berbaurnya isu agama dengan politik mesti diakui sangatlah pekat di negeri tercinta ini. Ketimbang soal keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, nampaknya soal agama ini masih menjadi prioritas dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara.

Walau sayangnya agama sebagai isu politik bukannya dipakai untuk mendiseminasi rasa keadilan sosial, kejujuran dalam berdemokrasi, solidaritas rasa kebangsaan, atau peri kemanusiaan yang adil dan beradab.

Yang kerap terjadi malahan isu agama mencuat ke permukaan lewat para agitatornya untuk menajamkan rasa primordialistik sempit. 

Sentimen agama disiasati sebagai alat pembeda dalam memilih pemimpin bangsa. Bahkan tidak jarang isu agama dipakai sebagai pembenaran untuk menghilangkan nyawa sesama manusia. 

Sehingga lantaran itu, citra agama atau atribusi organisasi dan agennya kerap dipersepsi sebagai sosok yang brutal, mengerikan dan sadis. 

Agama terjerembab sekedar sebagai komoditas, entah itu komoditas dagang, maupun komoditas politik.

Jatuhnya soal agama menjadi komoditas dagang maupun komoditas politik telah juga menjerembabkan bangsa ini ke persoalan-persoalan konyol seperti penipuan konsumen atau pelanggan, kriminalisasi, bahkan sebagai alat justifikasi pembunuhan. 

Lalu kemana ajaran soal cinta kasih? 

Kemana pengampunan? 

Kemana larinya ajaran tentang kejujuran dan keadilan? 

Apakah semua itu cuma berhenti di mimbar? 

Mengapa di Indonesia masa kini, agama jadi gagal sebagai suatu kekuatan moral? 

Mengapa agama di Indonesia malah kerap tampil dengan wajah yang seram? 

Mengapa praktek kehidupan beragama di Indonesia malah bikin suasana yang suram?

Mengapa jika semakin sibuk dengan urusan agama, justru praktek kehidupan sosial yang tampil adalah kemunafikan? 

Semakin tinggi kadar urusan agama di suatu negara, malah semakin tinggi pula kadar hipokrit dalam praktek sosialnya. 

Terindikasi dalam setiap pilkada misalnya, pertunjukan ‘hipokrisi par excellence’ menjadi teater rakyat dimana-mana. 

Atribusi agama menjadi alat pembenaran, sambil politik uang serta politik dagang sapi berlangsung di belakang layar.

Di titik ini kita patut merenungkan kembali, apakah negara ini sudah terlalu disibukkan dengan isu agama, bahkan sampai overdosis? 

Oh ya, hampir lupa, kita punya kementerian agama ya? Apakah itu perlu? 
.
15/07/2020
Andre Vincent Wenas, Sekjen ‘Kawal Indonesia’ – Komunitas Anak Bangsa.

CARA BERAGAMA YANG RITUALISTIK DAN FORMALISTIK


Mengapa kehidupan beragama kita sangat ritualistik dan formalistik? 

Jawabannya kira-kira sebagai berikut :

1. Ritual-ritual kita lebih banyak berisi "social ambitions" dari pada "social responsibilities". 

Kita rajin melakukan ritual supaya diterima oleh lingkungan kita. Ritual-ritual itu juga dimaksudkan untuk menunjukkan status sosial. 

Makin sering kita melakukan ritual, makin tinggi kedudukan kita di mata masyarakat dalam hal kesalehan. 

Besar kecilnya upacara juga dimaksud untuk menunjukkan jabatan, kedudukan dan kesuksesan secara materi. 

2. Ada keyakinan umum bahwa ritual itu, lebih dari tindakan kita, akan membawa kita kepada keselamatan, akan membawa kita ke surga. 

Ritual itu akan menghapus kesalahan atau dosa yang kita lakukan terhadap orang lain. Ini adalah cara beragama yang tidak dewasa.

Para peneliti mempertanyakan mengapa sebagian orang-orang saleh sering menampakkan prasangka lebih besar dari orang yang kurang saleh. 

Ia merujuk kepada apa yang disebut oleh para psikolog sebagai The Great Paradoxes Of The Psychology Of Religion. 

Mereka tidak mengerti mengapa agama yang mengajarkan persaudaraan di antara sesama manusia melahirkan para pemeluk yang memiliki tingkat prasangka yang tinggi. 

Penelitian demi penelitian menunjukkan ada hubungan yang erat antara perilaku beragama (seperti rajin beribadah, pergi ke rumah ibadah) dengan prasangka, prejudice. 

Secara sederhana, penelitian-penelitian menunjukkan bahwa makin rajin orang beribadah, makin besar prasangkanya pada kelompok manusia lain.

Prasangkanya itu berupa pandangan menghina terhadap kelompok lain. 

Anggota-anggota kelompok lain dianggap inferior, lebih rendah derajatnya, tidak sepenuhnya dianggap manusia. 

Untuk itu kepada kelompok lain itu digunakan label-label atau gelar-gelar yang melepaskan mereka dari sifat kemanusiaannya. 

Kita menyebut mereka munafik, kafir, sesat, pengikut setan dan lain-lain. 

Setelah dicabut dari sifat kemanusiaannya mereka tidak lagi patut dikasihani dan karena itu boleh saja difitnah, dirampas haknya, dianiaya, atau sedikitnya dicampakkan kehormatannya. 

Mereka dianggap sumber dari segala sifat buruk: malas, immoral, tidak jujur, licik, bodoh, kejam dan sebagainya.

Bila benar demikian kita perlu bertanya: mengapa ini bisa terjadi? 

Saya mencoba menjawab paradoks ini dengan membagi dua macam keberAGAMAan:

TIDAK DEWASA dan DEWASA. 

KeberAGAMAan yang tak dewasa, agamanya anak-anak, memandang Tuhan sebagai "Bapak" yang bertugas melayani kehendaknya: merawat, menjaga, dan mengurus segala keperluannya. 

KeberAGAMAan seperti ini cocok untuk masa kanak-kanak, tetapi menjadi disfungsional ketika orang beranjak dewasa. 

KeberAGAMAan yang tidak dewasa bersifat menghakimi dan menilai orang lain. 

Orang menjalankan praktik-praktik agama untuk memenuhi kebutuhannya. 

Bagi orang yang beragama secara dewasa, motif keagamaan diletakkan di atas segala motif pribadinya.
.
.
(✍️ Andira Puspita Sharma)

Rabu, 15 Juli 2020

A Letter From Father Daniel in Syria.


The war is already going on for more than nine years. This, what they call a war, had nothing to do with a “spontaneous popular uprising ”or a“ civil war ” because, there have not been any of this . We have seen how it started here in Syria.

The #Superpowers wanted the #oil, build the #gas for themselves, built the “American” #pipeline and especially break the independence of a sovereign Syria.

The people, the army and the government however, held on to their sovereignty and their country. Therefore, the “International community” an overwhelming military coalition kill the people and destroy their land.

The #Western Coalition tried to #kill and #destroy Syria, but didn’t succeed, the people, army and government remained united and upright, also because of the loyal allies, like #Russia and #Hezbollah.

The Western powers #justified these #crimes to the public #opinion worldwide, they use the #media “monsters” and spread #lies over a president (president Assad) who allegedly tortures his own people, starves them and kills. This remains the #pretext of the Western #politics and #media to this day.

Selasa, 14 Juli 2020

MEREKA YANG KEJEBAK PLONGA PLONGO


"Ngeker" apa yang dimiliki musuh kemudian bersiap diri, paling tidak sampai kekuatan seimbang, bagus-bagus sudah lebih kuat, baru kita ajak tempur, itu baru dapat dibilang pakai nalar.

Merasa jagoan hanya karena badan sudah segede Arnold Schwarzenegger, trus petentang petenteng, dijamin itu bukan musuh yang layak dipertimbangkan. Terlalu mudah, terlalu telanjang.

Melihat Mr Bean hanya dari apa yang kita lihat dari kelakuannya, tak mungkin kita  menyangka bahwa dibalik Mr Bean ada sosok bernama Rowan Adkinson yang bergelar M.Sc. dari Queens College, Oxford. Oxford cing....

Demikian pula "mengeker" Oneng dari serial Bajaj Bajuri, kita akan terjebak untuk ngeremehin seorang Rieke Dyah Pitaloka yang ternyata adalah S2 Filsafat Universitas Indonesia. Dia cerdik dan pintar dibalik tampak wajah tulalit yang sering diperankannya.

Mereka para bodoh dan congkak yang memasang wajah sok arogan (padahal malah mirip ikan buntal) telah melakukan kesalahan fatal meremehkan siapa yang dianggap musuh.

Mereka sudah mendekati ajal. Mereka sudah dibibir jurang kematian dan tak seorangpun ada yang sanggup menolongnya.

Salah besar mereka kemarin membakar bendera PDIP dan berteriak turunkan Presiden di gedung MPR.

Berharap mendapat simpati rakyat, mereka tiba-tiba berubah wajah menjadi pembela Panca Sila. 

Berharap PDIP ngamuk, mereka benar-benar buta tak mengenal Megawati. Mereka justru telah digiring dan salah langkah masuk dalam jebakan yang mereka buat sendiri. Mereka kini bingung dan makin marah.

Ini hanya klimaks, ini hanya akhir babak drama "Radikal Ngelunjak" yang sebentar lagi The End. Layar panggung sedang siap-siap untuk ditutup.

Awal pertunjukan, mereka keluar secara sporadis, terpencar diseluruh daerah seolah Indonesia sudah dikepung. Mereka berteriak pada banyak sudut berharap gema memenuhi ruang publik.

Entah kenapa Presiden diam dan banyak mengalah. Membiarkan kebrutalan mereka memperkusi orang yang tak sepaham, menghalangi orang lain beribadah hingga membakar rumah ibadah milik mereka yang tak sepaham. 

Kita, rakyat Indonesia dibuat bingung dengan sesuatu yang dulu tak ada. Kita juga dibuat bingung kenapa Presiden seolah abai dan takut dengan gerombolan itu.

Kita hanya beranggapan bahwa Presiden lebih senang dengan pembangunan infrastruktur dibanding ngurusin yang kaya gitu. Kita berpikir radikal yang seperti itu sudah sulit diurus karena sudah terlalu lama dibiarkan oleh pemerintah sebelumnya. Kita pasrah saja.

Namun, dalam diamnya ternyata strategi sudah dibuat dan dijalankan. Kita saja yang tak mampu melihat itu. Kita dibuat seolah tenggelam dalam hingar keributan yang mereka buat dan kita takut. 

Kita tak tahu bahwa tema "kejarlah daku maka kau akan kutangkap" sudah dijalankan dan kini siap panen.

Gak percaya?

Mereka yang dulu sembunyi dan tak tampak, kini mulai bersuara. Kini mulai unjuk gigi dan menantang. Semua kasus raksasa seperti BLBI, Jiwasraya, TPPI, ASABRI dan puluhan yang lain diungkit dan dipanggungkan.

Ibarat sarang, tempat itu diasapi dan mereka yang bersembunyi disana mulai keluar. Kita jadi tahu ada apa dan siapa disana.  Mereka marah, berteriak dan menampakkan diri.

Lebih gila lagi, si pangeran cemara yang berusaha bangkit dengan label kendaraan yang sah dalam merebut makna demokrasi yakni Partai Politik, juga telah dibuat kalang kabut.

Membayangkan dia dibiarkan membuat dan membangun kendaraannya demi sahnya dia ikut dalam pesta demokrasi dengan menghabiskan dana triliunan rupiah dan ketika kendaraan itu sudah siap ngebut lalu malah direbut, gondoknya tuh...,tak terbayangkan.

Partai itu direbut orang terdekatnya dengan cara tak terduga dan lebih gila lagi, saat itu juga sang ketua baru langsung merapat kepada Jokowi. Cemara langsung kehilangan kendaraan politiknya dan gigit jari.

Mungkinkah kejadian seperti itu alamiah, hanya orang yang hobinya nonton sinetron tipi ga bermutu saja yang berpikir demikian. Selalu ada trik dan intrik dalam politik. Selalu ada cara menghabisi lawan politik dengan cara tak terduga.

Selalu ada konspirasi liar yang berkembang tentang makna "kuda troya".

Tak lama setelah peristiwa itu, Erick Thohir Menteri Negara BUMN mengumumkan akan merampingkan BUMN yang berjumlah 107 dari 27 kluster menjadi 40 dan hanya dari 12 klaster saja. Tikus-tikus rakus yang ada dan berkumpul disana makin dibuat terpojok.

Belum gema itu sempat melemah, Presiden Jokowi membuat gema itu makin terdengar dan menggetarkan isi dada para pembencinya. Dissela-sela kesibukannya, Presiden Jokowi melemparkan gagasan akan membubarkan 18 lembaga yang tak lagi efektif dan hanya membebani keuangan negara. 

Dan tiba-tiba sinyal gaung yang lebih besar terdengar seolah adalah perintah eksekusi dari istana. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo,  mengancam bahwa aparatur sipil negara yang terbukti terlibat ideologi khilafah akan diberhentikan tidak hormat.

"ASN apabila terbukti menganut dan mendukung paham khilafah, maka terhadap ASN tersebut sesuai Pasal 87 ayat 4 huruf b UU 5/2014, diberhentikan tidak dengan hormat karena melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945," demikian Tjahyo Kumolo menyatakan.

Telkomsel sedang diacak-acak. Indikasi bahwa para radikal telah menjadikan Telkomsel menjadi sarang kini diungkit. Ditelanjangi, di obok-obok, nama pendana dan yang didanai dalam tindakan kriminal terhadap Denny Siregar pun kini sudah tak lagi punya masa depan.

Apakah semua peristiwa ini kebetulan? Ataukah ini adalah hadiah untuk rakyat pada peringatan tiga perempat abad atau 75 tahun Kemerdekaan 17 Agustus 2020 nanti? Biarlah waktu yang berbicara.

Kita hanya harus mentertawakan kebodohan mereka-mereka yang meremehkan Presiden dengan teori muka plonga plongonya. Mereka terjebak pada retorikanya sendiri.

Mereka tidak sadar sudah di incar, di giring dan kemudian dipojokkan. Presiden menikmati olokan si ikan buntal dan dalam hati berterima kasih telah membantunya. 

Gara-gara ejekan si akan buntal, musuh melihatnya dengan sebelah mata. Mereka menjadi lengah.

Di Jepang, Ikan buntal memang harus dihadapi oleh koki yang ahli. Di Indonesia, "ikan buntal" jadi-jadian cukup dilayani dengan gaya ndeso, tak perlu kepintaran berlebihan.

Kini ikan buntal dan beracun itu tak lebih hanya seongok daging ikan yang siap dimangsa siapapun yang marah padanya. Racun dari mulutnya sudah tak berarti. Dia hanya akan menjadi cerita busuk tentang racun yang membinasakan dirinya sendiri.
.
.
.
Rahayu
Karto Bugel

Rebutan tempat ibadah demi politik kekuasaan

Tulisan Agung Baster
--------------------------------------------------------------------

Pemerintah turki mengumumkan beberapa hari kmrn merubah museum "Hagia Sophia" menjadi mesjid lagi dan membatalkan keputusan presiden legendaris turki, Kemal Pasha (Mustafa Kemal Atatürk) tahun 1934 dulu. Dan keputusan ini menuai protes dunia terutama dari kalangan umat kristen dan sejarawan.

Tapi lucunya di Indonesia banyak orang2 yg merasa perubahan ini sudah benar karena mereka beraganggapan Hagia Sophia itu memang awalnya mesjid yg dulu di rubah sembarangan oleh Kemal Pasha bapak turki sekuler yg sering dianggap penghianat dunia islam.

Padahal bagi orang2 yg ngerti sejarah anggapan banyak orang2 indonesia diatas itu justru jadi tertawaan, Karena : Hagia Sophia awalnya memang bukan mesjid tapi adalah sebuah gereja yang dibangun oleh Justinian I di masa Kekaisaran kristen Byzantium. Gereja ini sendiri awalnya bernama Sancta Sophia (Holy Wisdom) yg dibangun pada tahun 537 masehi yg bahkan jaman itu Muhammad belum lahir.

Perubahan Hagia Sophia menjadi mesjid sendiri terjadi saat kekaisaran konstantinopel jatuh ketangan Sultan Muhammad al Fatih atau Mehmed II dari Kekhalifahan Utsmaniyah (Ottoman) tahun 1453 masehi, yg membuat gereja Hagia Sophia ini namanya dirubah menjadi mesjid Ayasofya dan ornamen kekristenan didalamnya diganti dengan ornamen islami. 

Tapi nantinya saat kejatuhan kekalifahan Utsmaniyah atau Turki ottoman dan munculnya negara Turki modern di awal abad 20, bangunan ini dijadikan museum Hagia Sophia oleh Kemal Pasha agar mengakhiri konflik saling claim antara dunia islam dan dunia kristen terkait tempat bersejarah ini. Karena sebuah museum adalah tempat netral yg bisa di kunjungi semua orang baik dari golongan umat islam maupun umat kristen.

Tapi hari ini masalah perseteruan agama yg sudah selesai hampir 1 abad lalu kembali di munculkan oleh presiden Turki Erdogan, dengan mengubah kembali museum Hagia Sophia ini menjadi mesjid. Perubahan museum Hagia Sophia ini sendiri sebenarnya berkaitan dengan ambisi politik Erdogan dan partainya untuk kembali berkuasa, karena dengan merubah kembali museum Hagia Sophia Erdogan berharap mendapatkan banyak dukungan suara dari umat islam turki dan berharap di puji2 dunia islam.

Tapi masalahnya hal semacam ini dianggap banyak pihak justru memperburuk citra dunia islam dimata seluruh dunia karena dianggap mencaplok bangunan cagar budaya umat kristen.

Sedangkan di Indonesia sendiri hal ini banyak di bela dengan membandingkan kasus Hagia Sophia dengan Mesjid Cordoba yg dirubah menjadi gereja oleh kerajaan Spanyol. Padahal sekali lagi sejarah aslinya Mesjid Cordoba itu awalnya adalah Catedral de Nuestra Señora de la Asunción, yg memang gereja umat kristen yg di rubah kekalifahan Umayah menjadi mesjid, dan sejarah ini bukan claim umat kristen belaka tapi pernah di tulis oleh cendekiawan besar islam Al-Razi abad ke 10 dulu.

Pertikaian semacam ini adalah konflik lama agama2 abrahamic dari kasus Yerusalem sampai kasus Hagia Sophia ini narasinya selalu sama yaitu rebutan tempat suci dan tempat ibadah antara dunia Islam, Kristen, dan Yahudi. Dan ironisnya hal semacam ini menumpahkan banyak darah dan memupuk kebencian selama berabad2 cuman demi politik segelintir penguasa.

https://www.facebook.com/100052607354719/posts/132830205147224/

Minggu, 12 Juli 2020

NU ITU APA DAN BAGAIMANA SIH?


Hari ini aku bertamu ke seorang Kiyai untuk Silaturrahim dan minta doa selamat dalam perjalananku menuju Jawa Timur malam ini,  untuk menghadiri acara nikah saudara dan menengok anak di pesantren. Di rumah itu aku melihat banyak tamu. Mungkin untuk keperluan yang sama (silaturrahim) sambil berharap dapat berkah (tambahan kebaikan). Aku disambut tuan rumah dengan hangat. Di tengah obrolan ringan dan acap diselingi canda ria dan humor a la Kiyai, seorang tamu bertanya pendapatku tentang NU dan isu Isnus yang menghebohkan itu?. 

Aku menjawab singkat saja. Begini :

NU itu kumpulan orang-orang (jama'ah) dan organisasi (Jam'iyyah) yang kreatif, inovatif, terbuka dan dinamis, serta bersahaja. Pandangan keagamaannya luwes, karena biasa mengaji kitab fiqh plural. Jika kiyai ditanya hukum suatu masalah selalu ada lebih dari satu pendapat. "Fihi Aqwal" (pada masalah ini ada beberapa pendapat)", atau "fihi Qaulani", (ada dua pendapat), atau "fihi Tsalatsah Awjuh", (ada tiga pendapat) dan istilah lain yang sejenis. Masing-masing pendapat itu dihormati. Tidak ada pendapat Ulama fiqh yang disesatkan apalagi dikafirkan. Sebab semua pendapat itu didasarkan atas dua sumber utama Al-Qur'an dan Hadits (Sunnah). 

Oleh karena itu ia, NU,  hidup terus dan bersinar. Ia dianut oleh lebih dari separoh jumlah penduduk negara ini. Ia dikagumi banyak negara dan dipuji Al-Syeikh Al-Akbar Universitas Al-Azhar. Ia memiliki puluhan cabang di Luar Negeri, dst.

Ini berlawanan dengan mereka yang mengharamkan dan mensesatkan kreatifitas dan inovasi, yang bersikap tertutup dan anti liyan. Isu yang terus dikembangkan mereka berpuluh tahun berputar-putar hanya "soal-soal" itu. Tak ada yang lain. Jawaban untuk satu masalah hanya satu. "Ini pendapat yang benar. Yang lain salah". Mereka menolak aforisme dan metafora. Mereka juga menolak logika, nalar rasional. Cara dan sikap ini telah dan akan menciptakan dunia yang stagnan dan tertinggal dalam gelap serta ketegangan-ketegangan sosial yang berpotensi menciptakan petaka sosial. 

Saat aku bicara suasana ruangan hening. Mereka seperti mendengarkan dengan seksama. Dan begitu aku usai, mereka tersenyum dan mengangguk-angguk. Aku tak tahu apakah mereka, para tamu ini, setuju dengan pandanganku itu. 

Mohon maaf jika ada yang tak setuju. 

12.07.18
Di atas Bus Harapan Jaya.
12.07.2020
HM

Orangtua di pusaran Hoax

"Masalah Orangtua: Gemar Membagi Hoaks di Medsos dan WhatsApp"

Tara Imann (22) mengaku kaget saat mamanya bercerita soal kabar bohong (hoaks) yang disebarkan neneknya melalui grup WhatsApp (WA) keluarga. Kasus ini bukan yang pertama kali. Neneknya pernah mengunggah klaim bahwa mayonaise McDonalds itu haram, atau vaksin yang katanya terbuat dari saripati darah anjing. 

Tara memutuskan untuk keluar dari grup WA keluarga. Mahasiswa program Studi Jurnalistik UNPAD ini gerah dengan unggahan yang tak jelas kebenarannya serta selalu dikait-kaitkan dengan keyakinan.

Perilaku Nenek Tara makin mengeraskan stereotipe generasi usia sebagai golongan yang sangat rentan terhadap hoaks. Untuk konteks masyarakat Amerika Serikat, sejumlah akademisi New York University dan Pincenton University telah membuktikannya melalui kajian ilmiah.

Hasilnya, sesuai kategori usia, golongan penyebar hoaks paling besar adalah warga usia 65 tahun atau lebih (golongan usia tertua). Besarannya mencapai 11 persen. Sementara penyebar hoaks untuk golongan usia 18 sampai 29 tahun hanya 3 persen (golongan usia termuda).

Pengguna Facebook usia 65 tahun ke atas, atau golongan tertua, menyebarkan hoaks dua kali lebih banyak ketimbang pengguna usia 45 hingga 65 tahun, dan hampir tujuh kali lipat lebih banyak ketimbang pengguna usia 18 sampai 29 tahun.

Riset tidak sampai membedah jawaban soal mengapa pengguna golongan tua lebih banyak berstatus sebagai penyebar hoaks. Meski demikian, Andrew dan kawan-kawan menyodorkan beberapa teori.

Pertama, orang tua lebih terlambat mengenal dan menggunakan internet dan media sosial dibanding generasi yang lebih muda (milenial dan generasi Z). Literasi digital mereka rendah. Kedua, adalah persoalan biologis yang membuat kemampuan kognitif mereka menurun seiring bertambahnya usia, sehingga lebih rentan tertipu hoaks.

Selengkapnya di https://tirto.id/masalah-orangtua-gemar-membagi-hoaks-di-medsos-dan-whatsapp-decZ