Minggu, 12 Juli 2020

Orangtua di pusaran Hoax

"Masalah Orangtua: Gemar Membagi Hoaks di Medsos dan WhatsApp"

Tara Imann (22) mengaku kaget saat mamanya bercerita soal kabar bohong (hoaks) yang disebarkan neneknya melalui grup WhatsApp (WA) keluarga. Kasus ini bukan yang pertama kali. Neneknya pernah mengunggah klaim bahwa mayonaise McDonalds itu haram, atau vaksin yang katanya terbuat dari saripati darah anjing. 

Tara memutuskan untuk keluar dari grup WA keluarga. Mahasiswa program Studi Jurnalistik UNPAD ini gerah dengan unggahan yang tak jelas kebenarannya serta selalu dikait-kaitkan dengan keyakinan.

Perilaku Nenek Tara makin mengeraskan stereotipe generasi usia sebagai golongan yang sangat rentan terhadap hoaks. Untuk konteks masyarakat Amerika Serikat, sejumlah akademisi New York University dan Pincenton University telah membuktikannya melalui kajian ilmiah.

Hasilnya, sesuai kategori usia, golongan penyebar hoaks paling besar adalah warga usia 65 tahun atau lebih (golongan usia tertua). Besarannya mencapai 11 persen. Sementara penyebar hoaks untuk golongan usia 18 sampai 29 tahun hanya 3 persen (golongan usia termuda).

Pengguna Facebook usia 65 tahun ke atas, atau golongan tertua, menyebarkan hoaks dua kali lebih banyak ketimbang pengguna usia 45 hingga 65 tahun, dan hampir tujuh kali lipat lebih banyak ketimbang pengguna usia 18 sampai 29 tahun.

Riset tidak sampai membedah jawaban soal mengapa pengguna golongan tua lebih banyak berstatus sebagai penyebar hoaks. Meski demikian, Andrew dan kawan-kawan menyodorkan beberapa teori.

Pertama, orang tua lebih terlambat mengenal dan menggunakan internet dan media sosial dibanding generasi yang lebih muda (milenial dan generasi Z). Literasi digital mereka rendah. Kedua, adalah persoalan biologis yang membuat kemampuan kognitif mereka menurun seiring bertambahnya usia, sehingga lebih rentan tertipu hoaks.

Selengkapnya di https://tirto.id/masalah-orangtua-gemar-membagi-hoaks-di-medsos-dan-whatsapp-decZ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar