Senin, 27 November 2023

Revolusi Prancis yang Satanik

 Tahukah anda bahwa pada waktu berlangsungnya Revolusi Prancis – yang bertempat dari tahun 1789 sampai sekitar tahun 1799 – agama Kristiani sebenarnya dihapuskan di Prancis?

Penghapusan agama Kristiani di Prancis terjadi pada salah satu periode yang paling kelam dari Revolusi tersebut pada tahun 1793. Sejak bulan September sampai November pada tahun itu, Konvensi (Majelis Rakyat) dari Revolusi Prancis menghapuskan era Kristiani.
Pada dasarnya, Revolusi Prancis itu sepenuhnya adalah suatu pemberontakan terhadap monarki Katolik di Prancis, tatanan Kristiani di Prancis, dan pengubrak-abrikkan tatanan tersebut, serta penggulingan Sri Raja, yakni, Raja Louis XVI, yang memimpin pada saat itu dan mengaku diri Katolik.

Revolusi Prancis dianggap sebagai pemberontakan yang mengatasnamakan kebebasanhak-hak manusiakesetaraan, dan persaudaraan. Tetapi, sewaktu Revolusi tersebut berkembang, pemberontakan itu pun menjadi semakin jahat. Dan pada bulan Oktober 1793, mereka menghapuskan era Kristiani. Pesta-pesta dari tahun Kristiani tidak lagi dirayakan. Penanggalan tahun-tahun tidak lagi dibuat sejak Penjelmaan Kristus – mereka menciptakan suatu sistem penanggalan yang baru. Dan bahkan pekan pun diubah dari 7 hari menjadi 10 hari. Hari Minggu, yang adalah Harinya Tuhan, juga dihapuskan.
Dan era baru itu diawali dengan bermulanya penggulingan monarki oleh Revolusi Prancis yang berlangsung pada tahun 1792.
Menurut saya, sangatlah menakjubkan bahwa pada abad ke-18 (yang belum lama lalu), di tempat yang dahulunya adalah negeri Prancis yang Katolik, peristiwa ini sungguh terjadi. Kenyataan ini sungguh mencerminkan besarnya aktivitas satanik yang mendalangi Revolusi Prancis, dan bagaimana kejahatan dapat secara cepat menerpa dan mengambil alih atas rakyat banyak dan menggerakkan sejumlah besar orang.
Beberapa langkah bertahap juga diambil untuk mengutuk dan melarang agama Katolik. Semua imam Katolik diwajibkan untuk mengambil sumpah, yang disebut sebagai Sumpah Konstitusi Sipil Rohaniwan. Itulah salah satu dari langkah-langkah pertama yang mereka ambil sebelum mereka sungguh-sungguh menghapuskan agama Kristiani.

Beberapa imam mengambil Sumpah Konstitusional Sipil Rohaniwan

Sumpah ini pada dasarnya adalah suatu sumpah skismatis yang menyangkal yurisdiksi penuh dari jabatan Kepausan. Sumpah tersebut diberlakukan atas para imam agar para revolusioner mampu memberantas semua umat Katolik sejati dan mendirikan suatu imamat boneka yang “dilantik” dari orang-orang yang tidak percaya apa-apa tetapi yang tunduk kepada Revolusi tersebut. Ordo-ordo religius Katolik dilarang dan dirampok.
Kemudian, sewaktu kekerasan di dalam Revolusi itu menjadi semakin membeludak, para imam yang tidak hendak mengambil sumpah skismatis ini bukan hanya diusir – tetapi mereka juga mulai ditangkap. Dan apa yang begitu menyedihkan dan menjijikkan sewaktu anda membaca tentang peristiwa ini, adalah bagaimana Raja yang disebut-sebut “Katolik” ini, Louis XVI dari Prancis, sungguh-sungguh menandatangani undang-undang yang mewajibkan agar sumpah skismatis tersebut diambil oleh para imam.
Louis XVI adalah seorang pengecut yang menyedihkan dan seorang bidah yang tercela. Beberapa orang berkata bahwa ia, dalam suatu tingkatan tertentu, mungkin telah bertobat atas beberapa tindakannya di masa Revolusi Prancis, tetapi ini sungguh adalah suatu contoh yang menjijikkan atas kekecutan serta ketidakberimanan di hadapan kejahatan.

Raja Louis XVI dari Prancis

Ketercelaannya itu juga terlihat sewaktu Revolusi Prancis sedang bermula. Louis XVI dan istrinya telah ditahan oleh para revolusioner. Para revolusioner itu masih belum memutuskan apakah Sri Raja dan istrinya harus dihukum mati, karena para revolusioner itu masih berpura-pura berbakti terhadap hak-hak individu dan hak untuk mendapatkan pengadilan, jadi, mereka pun berkata, Ah, kita akan memeriksanya dulu sebelum kita menghukum mati dirinya.
Menarik adanya bahwa di kemudian hari pada periode Revolusi Prancis, kita dapat melihat bahwa orang-orang dihukum mati tanpa diadili sekali pun. Dan orang-orang ini termasuk para revolusioner yang paling bernama buruk. Jadi, revolusi yang jahat ini, yang dianggap dilakukan atas nama hak-hak individu berubah menjadi suatu situasi di mana orang-orang dihukum mati kiri dan kanan, tanpa diadili sekali pun. Ini adalah suatu hal yang ironis.
Tetapi, sewaktu Raja Louis XVI dan istrinya sedang ditahan dan dikurung oleh para revolusioner ini, beberapa Garda Swiss, yakni, para serdadu asing yang sedang mencoba untuk melawan para revolusioner ini demi Sri Raja, sebenarnya sedang menembaki para revolusioner itu. Para Garda Swiss ini mencoba membuat suatu perlawanan dan mereka mencapai suatu keberhasilan yang kecil.
Para revolusioner itu pun lalu menghadap Sri Raja, yang sedang ditahan, dan berkata kepadanya: “Suruhlah mereka agar berhenti!” Dan dengan segera, sang pengecut yang menyedihkan itu, Raja Louis XVI, memerintahkan para Garda Swiss itu untuk berhenti melawan: Garda Swiss yang, beberapa dari antaranya, telah mati dibunuh karena mereka melawan! Jadi, pada dasarnya, upaya Garda Swiss itu sia-sia jika mereka patuh kepada perintah ini untuk berhenti melawan.
Tetapi, komandan dari para serdadu Swiss ini tidak hendak patuh karena ia memiliki keberanian serta martabat yang lebih besar, dan karena ia menyadari bahwa ini adalah suatu keputusan yang konyol. Jadi, sang komandan menyimpulkan bahwa ia hanya dapat berhenti bertempur jika ia mendapatkan perintah tertulis secara resmi dari Sri Raja. Suatu perintah lisan tidak cukup. Maka, Raja Louis XVI, yang sedikit didesak oleh para revolusioner yang jahat ini, segera tunduk, memberikan perintah tertulis, dan para Garda Swiss itu pun berhenti melawan. Lalu apa yang terjadi? Semua serdadu Swiss yang bergerak mundur itu dibantai oleh para revolusioner.

Pembantaian Garda Swiss oleh para revolusioner

Bagi saya, itu adalah suatu contoh sifat pengecut yang menjijikkan, dan tidaklah mengejutkan menimbang Louis XVI adalah seorang skismatis. Sewaktu ia menyerah kepada desakan para revolusioner dan menyangkal iman Katolik sehubungan dengan Konstitusi Sipil Rohaniwan serta sumpahnya, tidaklah mengejutkan bahwa ia akan bertindak demikian dengan cara yang sama tercelanya sewaktu ia mengalami desakan-desakan lainnya. Sewaktu Louis XVI dan keluarganya mencoba untuk meloloskan diri dari revolusi itu, mereka ditangkap. Mungkin, seandainya ia telah dengan lebih bersemangat membela iman Katolik, Allah akan telah membiarkannya meloloskan diri.

Raja Louis XVI dihukum mati dengan guillotine

Terdapat dua buku yang menarik yang sungguh-sungguh membahas perkara ini: Yang pertama, The Guillotine and The Cross[Guillotine dan Salib] oleh Warren H. Carroll. Dan sang penulis membahas topik yang sama dengan amat rinci serta menarik di dalam bukunya, The Revolution against Christendom [Revolusi Melawan Kekristenan], Vol. 5 dari A History of Christendom [Sejarah Kekristenan].
Beberapa hal lain terjadi pada Revolusi Prancis.
Kekristenan lambat laun dihapuskan. Ikatan antara Gereja Katolik dan negara Prancis dihapuskan. Ordo-ordo religius dihapuskan, dan para revolusioner juga menyita properti mereka. Para revolusioner menistakan Hosti. Mereka membakar Kitab Suci serta salib-salib.

Perampokan Ordo-Ordo Religius oleh para revolusioner

Katedral Notre Dame dijadikan sebagai “Bait Akal Budi”. Di dalam katedral itu, mereka melaksanakan penyembahan kepada dewiyang dilakukan dengan seorang aktris yang hidup. Mereka melakukan suatu perayaan di mana aktris itu memainkan peran sebagai Dewi Akal Budi dan mereka pun menyembah aktris itu!
Jadi, kita melihat digantikannya Kekristenan dengan tatanan yang musyrik, yang berpusat kepada manusia, dan satanik. Menarik pula bahwa slogan dari Revolusi Prancis adalah Kebebasan, Kesetaraan, dan Persaudaraan.Yohanes Paulus II berulang kali memuji slogan Revolusi Prancis itu yang oleh Paus St. Pius X dinyatakan tidak selaras dengan Kebenaran Katolik. Jelas bahwa slogan itu juga adalah salah satu lambang dari serangan-serangan yang paling gelap yang pernah dilakukan terhadap masyarakat Kristiani.

Slogan Revolusi Prancis - Liberté, Égalité, Fraternité (Kebebasan, Kesetaraan, Persaudaraan)

Sewaktu Revolusi itu semakin berkembang, para revolusioner mulai membunuh semua orang yang bukan hanya berupaya untuk membela monarki yang sebelumnya, tetapi juga yang tidak mempertunjukkan semangat yang seharusnya dimiliki terhadap revolusi itu. Terjadi suatu peristiwa di mana seorang revolusioner sedang berjalan melewati seorang wanita dan ia bertanya kepada wanita itu, bagaimana cara untuk sampai ke tempat tertentu untuk membunuh seseorang. Dan karena revolusioner itu tidak mendapatkan jawaban dari wanita itu, ia siap membunuh wanita tersebut.
Dan apa yang begitu menarik adalah bahwa salah satu dari pemimpin dari hari-hari yang paling menakutkan dari Revolusi Prancis, Maximilien Robespierre, bertanggung jawab atas banyaknya orang yang dihukum mati dengan guillotine (alat pancung). Ia pada akhirnya juga dibunuh dengan guillotineitu! Para revolusioner membuatnya dihukum mati. Hal ini sangatlah ironis. Mereka menuai apa yang mereka tebarkan.

Maximilien Robespierre, revolusioner yang pada akhirnya juga dihukum pancung

Banyak orang dihukum mati karena mereka tidak cukup agresif mendukung revolusi itu. Hukuman mati dilaksanakan tanpa pengadilan. Jadi, revolusi ini, yang dianggap dilakukan atas nama hak-hak individu, menginjak-injak hak semua orang dan berakhir dalam anarki penuh.
Sangatlah menarik pula bahwa pada saat Revolusi Prancis berlangsung, mereka mengeluarkan sebuah dekret yang mengizinkan untuk masuk dari rumah ke rumah dan untuk mencari-cari senjata. Hal itu mirip dengan apa yang dilakukan di dalam operasi Kementerian Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat. Mereka juga menggunakan pencarian itu untuk merampas senjata dari siapa pun yang mereka anggap mengancam revolusi itu, serta untuk mengadukan musuh-musuh mereka dan mencari tahu apa yang sedang mereka lakukan.
Juga, sangatlah menarik bahwa salah satu dari para pendukung yang paling radikal dari Revolusi Prancis adalah Jean-Paul Marat. Ia adalah seorang wartawan yang menyulut emosi dan semangat yang radikal terhadap Revolusi Prancis melalui karya-karyanya, secara lisan dan tertulis. Ia pun dibunuh di bak mandinya oleh seorang wanita yang bernama Charlotte Corday.

Jean Paul Marat, revolusioner (kiri) dibunuh oleh Charlotte Corday di bak mandi (kanan)

Jean-Paul Marat pada dasarnya menjadi “martir” dari Revolusi Prancis. Para revolusioner yang fasik itu bahkan mulai menghormati hatinya! Mereka mengadakan suatu arak-arakan untuk tubuh Marat yang membusuk dan seperti yang ditunjukkan oleh Carroll pada hal. 121 dari The Guillotine and The Cross[Guillotine dan Salib]:         
“Di dalam perarakan yang besar untuk Marat ini, banyak orang bernyanyi: ‘Ya hati Yesus, ya hati kudus Marat.’”
Dan hatinya pun bahkan dipotong dan digantung dari langit-langit klub khusus mereka. Mereka sering mengadakan setiap pertemuan dari kelompok ini di bawah hati Marat itu. Jadi kita melihat digantikannya Hati Yesus dengan hati dari pria yang satanik ini. Kita melihat manusia di tempat Allah sebagai lambang dari kejahatan yang amat gelap.

https://vatikankatolik.id/revolusi-p...-yang-satanik/


Cinta Terlarang di Tengah Perang: Kisah Penyair Palestina dan Agen Mossad Israel



Dalam latar belakang konflik Timur Tengah, seorang penyair Palestina dan seorang penari Yahudi-Israel yang bekerja untuk Mossad menjalin hubungan cinta. Sungguh roman percintaan yang penuh bahaya dan pengorbanan, bisa mengancam nyawa mereka dan orang-orang yang mereka cintai. Sang penyair Palestina yang berjuang untuk kemerdekaan tanah airnya itu terjerat rayuan si penari Yahudi yang menyimpan rahasia besar tentang identitas dan pekerjaannya. Dua jiwa yang saling mencintai, tetapi terpisah oleh perang dan takdir. Sang penyair yang menjadi simbol perlawanan bangsanya dan si penari Yahudi-Israel yang menjadi mata-mata itu harus memilih antara cinta dan kesetiaan, antara hidup dan mati.




Darwish dan Tamar


"Di antara Rita dan mataku ada senapan Dan siapa pun yang mengenal Rita Berlutut dan bermain kepada keilahian di mata berwarna madu itu Dan aku mencium Rita ketika dia masih muda Dan aku ingat bagaimana dia mendekat."


Mahmoud Darwis Sang Penyair

Mahmoud Darwish adalah salah satu penyair Palestina paling tersohor di dunia. Darwish lahir pada tahun 1941 di desa Al-Birwa (sekarang sudah tidak ada lagi), dikenal sebagai penyair nasional Palestina. Dia menulis banyak puisi yang menggugah hati dan pikiran tentang tanah airnya, Palestina.





“Sajjil ana Arabi Sajjil ana Arabi Wa ismi Mahmoud Wa abu ya shaheed Wa ummi hiya al-hayat Wa watani hiya al-hurriya Sajjil ana Arabi”


“Write down! I am an Arab And my name is Mahmoud And my father was a martyr And my mother is life And my homeland is freedom Write down! I am an Arab”



“Tuliskan! Saya adalah seorang Arab - Dan nama saya adalah Mahmoud - Dan ayah saya adalah seorang martir - Dan ibu saya adalah kehidupan - Dan tanah air saya adalah kebebasan. Tuliskan! Saya adalah seorang Arab”Itulah salah satu bait dari puisi terkenal Mahmoud Darwish, yang menjadi simbol perlawanan dan identitas bangsa Palestina. Gimana ? Kayak pidato-pidatonya Bung Karno yang membangkitkan rasa nasionalisme kan? Memang selain seorang penulis, Darwish juga aktif dalam pergerakan-pergerakan politik. Dia merasa mengalami diskriminasi dan penindasan sebagai warga negara Israel keturunan Arab, yang dicap sebagai “orang asing yang hadir-tidak hadir”. Dia memutuskan bergabung dengan Partai Komunis Israel. Sebab aktivitasnya dalam pergerakan-pergerakan politiknya itu, Darwis sering ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Israel.
Pada tahun 1970, Darwish pergi ke Uni Soviet untuk kuliah. Tapi dia hanya bertahan setahun di sana lalu pindah ke Mesir dan pindah lagi ke Lebanon. Di sana, dia bergabung dengan PLO (Organisasi Pembebasan Palestina), dan menjadi salah satu penulis Deklarasi Kemerdekaan Palestina pada tahun 1988. Karena itu, dia dilarang masuk ke Israel lagi. Dia juga mengalami pengasingan dan pembuangan selama bertahun-tahun di Beirut, Paris, dan Kairo, sebelum akhirnya kembali ke Ramallah pada tahun 1996.

Sejak muda, Darwish memang sudah suka menulis puisi. Dia menerbitkan buku puisi pertamanya saat berusia 19 tahun. Judulnya adalah “Asafir bila ajniha” yang artinya “Burung-burung Tanpa Sayap”. Dia belajar membaca dari kakeknya, karena ibunya tidak bisa baca tulis. Sepanjang hidupnya, Darwish sudah menulis lebih dari 30 buku puisi dan delapan buku prosa, yang diterjemahkan ke dalam lebih dari 20 bahasa. Dia mendapatkan banyak penghargaan untuk karyanya, seperti Penghargaan Lannan untuk Budaya dan Kebebasan, Penghargaan Lotus untuk Sastra Asia dan Afrika, dan Penghargaan Pangeran Asturias untuk Kesusastraan. Dia juga menjadi editor untuk beberapa majalah sastra di Palestina, seperti Al-Jadid, Al-Karmel, dan Al-Ayyam. Dalam puisi-puisinya, dia menggunakan Palestina sebagai metafora untuk kehilangan Eden, kelahiran dan kebangkitan serta penderitaan pengusiran dan pengasingan.

Hubungan Terlarang dan Rahasia

Oke, sekarang kita bahas hubungan asmara Darwish dan Tamar yang selalu mereka simpan rapat-rapat. Kisah cinta mereka baru terungkap pada tahun 2014, ketika Tamar sendiri muncul dalam sebuah film dokumenter yang dibuat oleh Ibtisam Maraaneh, seorang pembuat film Arab-Israel yang juga memiliki hubungan dengan seorang pria Yahudi-Israel. Film ini berjudul “Sajjil Ana Arabi” (Tulislah: Aku Seorang Arab), yang diambil dari judul puisi Darwish yang terkenal itu. Film dokumenter ini mengungkapkan kisah cinta yang tersembunyi selama empat puluh tahun antara Mahmoud Darwish dan Tamar bin Ami dari semenjak mereka bertemu dan jatuh cinta di Haifa lalu menjalin hubungan yang terlarang secara diam-diam selama bertahun-tahun.

Film besutan Ibtisam Maraaneh ini menampilkan surat-surat cinta yang ditulis oleh Darwish untuk Tamar, serta beberapa foto yang menunjukkan kebersamaan mereka. Film ini juga menampilkan wawancara dengan Tamar, yang baru mengungkapkan identitasnya pada tahun 2014. Tamar bercerita tentang hubungan mereka, mengapa dia harus menyembunyikannya selama ini, dan bagaimana dia masih menghormati dan mengagumi Darwish sebagai seorang penyair dan manusia.





Sepertinya kita harus menelan kekecewaan jika mengharapkan happy ending sama hubungan Mahmoud dan Darwish. Kisah cinta Darwish dan Tamar itu berakhir dengan tragis dan menyedihkan. Mereka akhirnya terpaksa harus berpisah karena tekanan politik dan sosial yang tidak memungkinkan mereka untuk selalu bersama. Tamar yang ternyata bekerja untuk Mossad, dinas rahasia Israel, udah pasti bertentangan sama perjuangan Darwish sebagai aktivis perjuangan Palestina. Apa mau dikata? Masing-masing lebih berat cintanya pada perjuangan demi kepentingan bangsanya. Tidak ada alternatif jalan tengah yang bisa menyelamatkan hubungan mereka.

Akhir Hidup Sang Penyair

Darwish meninggal pada tahun 2008 karena komplikasi setelah menjalani operasi jantung. Dia dimakamkan di Ramallah, dengan upacara pemakaman yang dihadiri oleh ribuan orang. Karya-karyanya tetap hidup dan menginspirasi banyak orang, baik di Palestina maupun di seluruh dunia. Dia dianggap sebagai simbol perjuangan dan harapan bagi rakyat Palestina. Kalau kalian tertarik untuk tahu lebih banyak tentang Darwish, kalian bisa membaca puisi-puisinya yang sudah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Atau bisa juga membaca biografinya yang berjudul “Memory for Forgetfulness” (Kenangan untuk Melupakan).




Darwish Menjelang AkhirUsia

Mahmoud Darwish adalah seorang penyair yang tidak hanya menulis untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk rakyatnya yang terus berjuang untuk kemerdekaan dan keadilan. Dia juga adalah seorang penyair yang mencintai dengan sepenuh hati, meskipun cintanya tidak dapat bersatu dengan kekasihnya. Darwis adalah seorang penyair yang menginspirasi jutaan orang di seluruh dunia dan membentuk identitas Palestina. Dia adalah seorang penyair yang pantas dihormati dan diingat sebagai salah satu sastrawan terbesar abad ini.

Coba bayangin kalau kita itu seorang Darwis atau seorang Tamar, mungkin udah stres berat kali ya? Karena akhirnya cuma bisa berandai-andai. Kalau saja tak ada pertikaian di antara kedua suku bangsa: Arab dan Yahudi, tentulah mereka bisa menikah dan berbahagia. Entah sampai kapan perseteruan itu bakal berakhir?

Demikianlah kisah cinta Darwish dan Tamar yang berakhir sad ending, mari kita ambil saja pelajaran atas kisah cinta yang tragis ini. Betapa cinta itu bisa hadir tanpa memperdulikan perbedaan suku, ras ataupun agama. Tetapi perang yang didasarkan atas permusuhan dan kepentingan-kepentingan politik akan selalu menjadi sebuah tembok penghalang. Semoga thread ini bermanfaat, semoga pertikaian di tanah Palestina akan berakhir dan semoga Indonesia selalu berada dalam kedamaian.


Selasa, 21 November 2023

Jangan Terpancing oleh Hoax!: MUI Tegaskan Tidak Pernah Merilis Produk Israel

 

Jangan Terpancing oleh Hoax!: MUI Tegaskan Tidak Pernah Merilis Produk Israel dan Afiliasi yang Harus Diboikot!


Jika negara dalam keadaan damai sebenarnya dilarang ya gansist melakukan pemboikotan terhadap produk dari suatu negara karena jelas industri mereka dijalankan bukan atas nama negara tapi hanya sebatas perusahaan swasta yang kebetulan berada di negara tersebut, apalagi perdagangan adalah hal yang paling utama dan berbuat yang merusak perdagangan justru akan bikin kehancuran di negara yang penduduknya melakukan boikot tersebut.

Boikot hanya bisa dilakukan atas dasar sebuah strategi perang, apalagi untuk umat Muslim sendiri junjungan mereka pun mengajarkan atau mempraktekkan sendiri untuk berdagang dengan orang Yahudi. Tidak ada masalah, tidak ada orang Yahudi ataupun umat lain yang jahat karena kejahatan adalah dari perbuatannya bukan orangnya.

Mungkin adanya wacana boikot terhadap Israel di Indonesia baru-baru ini untuk menekan sikap Israel yang berperang secara membabi-buta ya gansist, namun kini juga kembali ada kabar dari MUI bahwa mereka sama sekali tidak pernah merilis daftar nama-nama produk Israel yang harus diboikot.

Ini sangat penting, banyak yang mencoba memanas-manasi situasi di Indonesia terutama di sosmed dengan mengunggah konten hoax. Mengerikan, organisasi tersebut saja belum mengeluarkan statemen tapi dia sudah menulis ini dan itu diluar apa yang diberitakan dengan narasi yang memancing pembacanya agar semakin larut pada kebencian.


Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa mereka tidak pernah merilis daftar produk Israel dan afiliasi yang harus diboikot. Beredar informasi di media sosial mengenai daftar produk-produk yang mendukung Israel, namun MUI menegaskan bahwa informasi tersebut adalah hoaks alias berita bohong. Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Miftahul Huda pada hari Rabu tanggal 15 November 2023, mengatakan bahwa MUI tidak memiliki kewenangan untuk merilis produk-produk tersebut.

MUI menjelaskan bahwa yang mereka haramkan bukanlah produknya, tetapi aktivitas dukungannya. Mereka menekankan bahwa boikot yang mereka maksud adalah terhadap aktivitas yang mendukung Israel, bukan terhadap produk-produk itu sendiri. MUI juga tidak memiliki kekuasaan untuk mencabut sertifikasi halal produk-produk yang sudah ada.

Hal ini disampaikan oleh Miftahul Huda dalam keterangan tertulis yang diberikan pada tanggal 15 November 2023. MUI menegaskan bahwa mereka tidak memiliki kewenangan untuk merilis produk-produk Israel atau yang terafiliasi ke Israel. Mereka hanya dapat mengharamkan aktivitas dukungan terhadap Israel.

Berita mengenai daftar produk-produk yang harus diboikot ini menjadi viral di media sosial, namun MUI menegaskan bahwa mereka tidak pernah merilis daftar tersebut. MUI menekankan bahwa penting untuk memeriksa kebenaran informasi sebelum mempercayainya, terutama dalam konteks fatwa dan keputusan agama.


Dalam hal ini, MUI menegaskan bahwa mereka tidak pernah merilis daftar produk Israel dan afiliasi yang harus diboikot. Mereka mengimbau masyarakat untuk tidak terpengaruh oleh informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan selalu mencari informasi yang valid dan terverifikasi sebelum mengambil tindakan. MUI juga mengingatkan bahwa sebagai umat Muslim, penting untuk tetap kritis dan berhati-hati dalam menyebarkan informasi yang dapat mempengaruhi sikap dan pandangan kita terhadap suatu peristiwa atau isu.

Berarti tidak ada nama produk yang diboikot ya gansist, melalui pemberitahuan ini sebenarnya adalah ungkapan dari pihak MUI untuk orang-orang agar jangan sembarangan memberi info yang tidak benar.

Sikap Indonesia dari zaman presiden Soekarno pun jelas, negara ini menentang penjajahan rezim Zionisme Israel keatas penduduk Palestina bukan menentang warga Yahudi ataupun para pengusaha dan pedagang berbangsa Israel.