Jumat, 15 Maret 2024

Silas Papare, Pahlawan Penyatu Tanah Papua ke NKRI

 



MATA INDONESIA, JAKARTA– Seharusnya para kelompok teroris Egianus Kogoya dan seluruh anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengingat perjuangan Silas Papare. Mereka pun harus mengingat pesan Silas kepada seluruh putra-putri Papua, “Jangan sanjung aku, tetapi teruskanlah perjuanganku”.

Kenapa harus Silas Papare? Karena sepanjang hidupnya, putra asli Papua itu paling gencar melawan penjajah kolonial, untuk berjuang demi kebebasan tanah bumi Cenderawasih dari jajahan Belanda.


Buat yang belum mengenal siapa itu Silas Papare, MataIndonesia.id mengajak kalian untuk kenal lebih dekat pria kelahiran 18 Desember 1918 ini. Ia adalah pejuang yang rela berkali-kali masuk penjara demi menyatukan Irian Barat ke ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Sesuai harapan di balik nama IRIAN: “Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”, Silas ingin Irian bebas dari cengkeraman penjajahan Belanda. Wajar, karena saat Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Papua masih berada jajahan Belanda. 





Berkat jasanya tersebut, pria kelahiran Serui, Papua ini namanya diabadikan menjadi salah satu Kapal Perang Korvet kelas Parchim TNI AL dengan nomor lambung 386.


Tak hanya itu, sejumlah pemerintah daerah di Papua memiliki cara tersendiri untuk mengenang perjuangannya selama kemerdekaan. Contoh saja di Serui, pemerintah setempat mendirikan sebuah Monumen Silas Papare di dekat pantai dan pelabuhan laut Serui.


Sementara di Jayapura, namanya diabadikan sebagai nama Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik (STISIPOL) Silas Papare, yang berada di Jalan Diponegoro. Sedangkan di kota Nabire, nama Silas Papare dikenang dalam wujud nama jalan.


Berdasarkan rekam jejaknya, Silas Papare merupakan lulusan Sekolah Juru Rawat pada tahun 1935. Ia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintah Belanda.


Semasa hidupnya, ia dikenal gigih dalam memperjuangkan kemerdekaan Papua. Kegigihannya itu membuat ia sering berurusan dengan aparat keamanan Belanda dalam memerangi kolonialisme Belanda.


Dan pada akhirnya ia dipenjarakan di Jayapura karena memengaruhi Batalyon Papua untuk memberontak. Semasa menjalani masa tahanan di Serui, Silas berkenalan dengan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi yang diasingkan oleh Belanda ke tempat tersebut.


Perkenalannya tersebut semakin menambah keyakinan ia bahwa Papua harus bebas dan bergabung dengan Republik Indonesia. Akhirnya, ia mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII).


Alhasil ia kembali ditangkap oleh Belanda dan dipenjarakan di Biak. Saat perjalanan ke Biak, Silas Papare dan isterinya, Regina Aibui berhasil melarikan diri dan menuju Yogyakarta.


Seiring waktu berjalan, pada bulan Oktober 1949 di Yogyakarta, ia mendirikan Badan Perjuangan Irian di Yogyakarta,. Badan ini untuk membantu pemerintah Republik Indonesia untuk memasukkan wilayah Irian Barat ke dalam wilayah RI.


Silas Papare yang ketika itu aktif dalam Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB) juga diminta oleh Soekarno menjadi salah seorang delegasi Indonesia dalam New York Agreement pada 15 Agustus 1962. Perjanjian itu menyebutkan bahwa Irian Barat resmi masuk wilayah RI pada 1 Mei 1963.


Setelah itu, akan dilakukan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969. Perjuangan Silas Papare pada akhirnya terbayar sudah.


Karier terakhir Silas Papare adalah sebagai anggota DPRS menggantikan almarhum Dr Radjiman Widiodiningrat. Tahun 1956 Silas Papare diangkat menjadi anggota DPR wakil rakyat Irian Jaya. Pada tahun yang sama diangkat sebagai anggota Dewan Perancang Nasional Sementara Republik Indonesia dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).


Ia menjalani hidup sebagai wakil rakyat hingga pensiun tahun 1960. Silas pun kembali ke tanah kelahirannya di Serui, hingga akhir masa hayatnya pada 7 Maret 1973.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar