Sabtu, 23 Maret 2024
Suku Tolaki
Jumat, 22 Maret 2024
PENDEKAR WANITA TIONGKOK DARI DINASTI SONG DI ACEH
Jumat, 15 Maret 2024
Letusan Krakatau 1883
Sebenarnya Thread tentang ini sudah pernah dibuat dan ane tau repost, namun sudah karena terlalu lama dan kebetulan kemarin ada erupsi dari gunung anak Krakatau, tidak ada salahnya ane menulis kembali sebagai sebuah pengingat maupun edukasi kepada orang-orang zaman sekarang, agar senantiasa selalu waspada dan berdoa kepada sang pencipta.
Dunia jadi gelap.
Diiringi gelegar suara letusan dan gulungan ombak yang melesat ke daratan.
PADA 27 Agustus 1883, Gunung Krakatau yang terletak di Selat Sunda meletus, menciptakan gelombang Tsunami setinggi 30 meter, melesat ke daratan dengan kecepatan tinggi, mengempaskan setiap bangunan dan benda yang berada di jalur lintasannya.
Pemerintah kolonial melaporkan pada bencana terdahsyat abad ke-19 itu sekitar 36 ribu orang lebih tewas dan menyebabkan bencana susulan lain seperti kegagalan panen serta kelaparan. Sementara itu jutaan kubik abu vulkanik yang memapar langit menyebabkan hari dirundung gelap berkepanjangan.
Johanna Beijerinck, istri kontrolir perkebunan Willem Beijerinck di Katimbang, pesisir pantai Lampung Selatan menjadi saksi dahsyatnya letusan Gunung Krakatau. Dalam catatan hariannya terungkap betapa mengerikannya letusan tersebut.
“Aku mendengar suara berisik batu apung yang menimpa atap rumah, di atasnya terdengar suara geledek dari gunung, serupa auman mengerikan, yang kecepatannya hampir menyamai kecepatan cahaya,” kenang Johanna dari catatan hariannya yang disebut Bethany D. Rinard Hinga, penulis buku Ring of Fire, sebagai rekaman kesaksian paling rinci mengenai letusan Krakatau yang pernah ada.
Johana Beijerinck, suami dan anak-anaknya menempati sebuah rumah di bibir pantai Katimbang, yang terletak sekitar 25 mil atau kurang lebih 40 kilometer dari Gunung Krakatau. Dari sekira 3000 orang warga Katimbang, seribu di antaranya tewas akibat hujan abu panas, termasuk bayi 14 bulan anak pasangan Beijerinck. Empasan gelombang laut dari episentrum letusan juga bergerak ke arah pesisir pantai wilayah lainnya.
Dari kesaksian Ong Leng Yauw, warga Karangantu Banten, sebagaimana dikutip dari makalah Romi Zarman, “Letusan Krakatau 1883 dan Korban-korbannya di Desa Nelayan Karangantu Banten: Kesaksian Ong Leng Yauw” dalam jurnal Wacana Etnik No. 1, vol. 4, April 2013, letusan Krakatau mengakibatkan gulungan ombak setinggi pohon kelapa yang meluluhlantakan bangunan dan menelan ribuan korban jiwa di daerah Banten.
Ong yang saat itu berusia 14 tahun menuturkan sebelum tsunami terjadi, air laut surut sehingga banyak orang lari menuju pantai dengan rasa takjub memunguti ikan yang tergeletak menggelepar.
ujar Ong mengenang kembali kejadian tersebut pada 1937, saat dia berusia 68 tahun.
Desa Karangantu terletak di pesisir utara Banten, kini termasuk wilayah Kota Serang. Karangantu adalah pelabuhan nelayan di muara sungai Cibanten yang masih berada di dalam areal kota lama Kesultanan Banten. Ong selamat dari terpaan gelombang tsunami karena tersangkut pada sebatang pohon. Saat tsunami surut, dia menemukan seluruh wilayah Karangantu rata dengan tanah, termasuk rumah orangtuanya.
Kenangan bencana Krakatau juga bisa tersua di dalam memoar PAA Djajadiningrat, mantan bupati Serang kelahiran 1875, yang salah satu keluarganya juga menjadi korban. Djajadiningrat menuturkan pamannya yang bertugas di Anyer kehilangan anak-istrinya akibat tersapu gelombang tsunami Krakatau. Dia bisa selamat dari amukan Krakatau dengan berlari menyelamatkan diri ke atas perbukitan di sekitar Anyer.
Simon Winchester dalam bukunya Krakatau: Ketika Dunia Meledak 27 Agustus 1883 menjelaskan letusan Krakatau bukanlah peristiwa alam biasa yang tak hanya mendatangkan akibat lebih jauh dari sekadar kehancuran fisik dan hilangnya jiwa manusia. Ia juga menimbulkan dampak sosial dan politik bahkan temuan teknologi komunikasi.
Pendapat Simon bukan yang satu-satunya. Sejarawan Sartono Kartodirdjo menyebutkan letusan Krakatau merupakan salah satu penyebab terjadinya pemberontakan petani Banten pada 1888. Bencana tersebut telah menyebabkan kegagalan panen dan maraknya wabah penyakit yang semakin mengakumulasi kemarahan rakyat pada otoritas kolonial.
The White Slavery
Selama ini kita selalu berpikir bahwa perbudakan hanya terjadi kepada bangsa afrika, yang terjadi antara abad ke- 16 hingga abad ke -19, namun praktek perbudakan lain yang sama-sama tercela kepada manusia juga terjadi sekitar waktu yang sama di Laut Tengah. Diperkirakan bahwa hingga 1,25 juta orang Eropa ditangkap oleh corsair Barbaria (sejenis privateer atau bajak laut asuhan pemerintah), dan nasib para budak eropa ini sama menyedihkannya dengan rekan-rekan mereka budak asal afrika, mereka dikenal sebagai budak kulit putih.
Perbudakan merupakan salah satu perdagangan tertua yang dikenal manusia. Pertama-tama kita dapat menemukan catatan tentang perdagangan manusia yang berasal dari Kode Hammurabi di Babel pada abad ke-18 SM.
Peradaban dari hampir semua budaya didunia, dan juga dari berbagai agama sudah mengenal sejarah perbudakan ini namun sedikit saja usaha untuk menghentikan permasalahan perbudakan ini karena penangkapan manusia yang kemudian akan diperdagangkan sebagai budak ini masih terus terjadi di sepanjang pantai Barbary ( biasa disebut oleh orang Eropa pada saat itu), yang kini telah menjadi negara Maroko, Aljazair, Tunisia, dan Libya
Dimulai sekitar tahun 1600 Masehi.
Siapa pun yang bepergian ke Mediterania pada saat itu akan menghadapi ancaman nyata ditangkap oleh Corsair dan dibawa ke kota para Barbary dan dijual sebagai budak.
Selain menyerang kapal dan pelaut dilautan , mereka juga terkadang menyerang permukiman pesisir di Italia, Prancis, Spanyol, Portugal, Inggris, Irlandia, dan bahkan sejauh Belanda dan Islandia. Mereka mendarat di pantai yang tidak dijaga, dan menyelinap ke desa-desa dalam kegelapan untuk menangkap korban mereka. Hampir semua penghuni desa Baltimore, di Irlandia, dibawa dengan cara ini pada tahun 1631. Sebagai akibat dari ancaman itu, banyak kota pesisir hampir sepenuhnya ditinggalkan oleh penduduknya sampai abad ke -19.
Sekitar tahun 1600 M, bajak laut Eropa membawa teknik pelayaran dan pembuatan kapal yang maju ke Pantai Barbary, yang memungkinkan para corsair barbaria untuk memperluas aktivitas mereka ke Samudera Atlantik, dan aktifitas serangan Barbary meningkat tajam pada awal hingga pertengahan abad ke-17.
Perdagangan budak Barbaria biasanya digambarkan sebagai corsair Muslim yang menangkap dan menjual korban orang Kristen kulit putih, pada kenyataannya, para corsair ini tidak peduli dengan ras atau orientasi religius orang-orang yang mereka tangkap, para budak di pantai Barbary bisa berkulit hitam, coklat atau putih, Katolik, Protestan, Ortodoks, Yahudi atau Muslim sekalipun, dan para corsair ini tidak hanya Muslim, para pelaut Inggris dan kapten Belanda juga terkadang bisa merubah loyalitasnya pada suatu waktu tertentu di mana teman bisa menjadi musuh dan musuh menjadi teman.
"Namun satu hal yang harus dipelajari oleh publik dan banyak ilmuwan bahwa perbudakan selalu bersifat rasial," kata sejarawan Robert Davis, penulis Christian Slaves, Muslim Masters: White Slavery in the Mediterranean, the Barbary Coast, and Italy," namun tambahnya, dalam komentar yang mungkin akan menimbulkan kontroversi, Davis mengatakan bahwa perbudakan terhadap orang kulit putih telah dikecilkan jumlahnya dalam sejarah atau diabaikan karena para akademisi lebih suka memperlakukan orang Eropa sebagai yang jahat daripada sebagai korban.
Setelah dibeli,para budak ini akan bekerja dalam berbagai cara, biasanya para pria akan ditugaskan ke pekerjaan kasar, seperti bekerja di pertambangan atau konstruksi berat, sementara wanita biasa digunakan untuk pekerjaan rumah tangga atau dalam perbudakan seksual. Pada malam hari para budak dimasukkan ke dalam penjara yang disebut 'bagnios' yang biasanya panas dan penuh sesak, namun, sejauh ini nasib terburuk bagi budak Barbaria adalah dijadikan menjadi pendayung kapal perang. Para pendayung ini akan dibelenggu di tempat mereka duduk, dan tidak pernah diizinkan pergi. Tidur, makan, buang air besar dan buang air kecil terjadi di tempat duduk. Pengawas akan memecutkan cambuk di atas punggung dari setiap budak yang dianggap tidak bekerja cukup keras.
Mereka mulai sering dibombardir oleh Prancis, Spanyol dan Amerika, pada awal abad ke-19. Setelah serangan Inggris-Belanda pada tahun 1816 di Aljir, para tuan corsair tersebut dipaksa untuk menyetujui persyaratan yang mencakup penghentian praktik perbudakan orang-orang Kristen, walaupun perdagangan budak orang-orang non-Eropa diizinkan untuk dilanjutkan.
Insiden sesekali terus terjadi sampai serangan Inggris lainnya di Aljazair pada tahun 1824, dan akhirnya, invasi Prancis ke Aljazair pada tahun 1830, yang menempatkan mereka di bawah pemerintahan kolonial Eropa. Tunisia juga diserang oleh Prancis pada tahun 1881. Tripoli kembali ke kendali Ottoman pada tahun 1835, sebelum akhirnya jatuh ke tangan orang Italia dalam Perang Italia-Turki tahun 1911. Perdagangan budak akhirnya berhenti di pantai Barbaria ketika pemerintah Eropa mengeluarkan undang-undang yang memberikan emansipasi kepada para budak.
Mengenal Macam-Macam RAS di Dunia
Ras adalah suatu sistem klasifikasi yang digunakan untuk mengkategorikan manusia dalam populasi atau kelompok besar dan berbeda melalui ciri fenotipe (tampang luar), asal usul geografis, tampang jasmani dan kesukuan yang terwarisi.
Selain itu pengertian ras terkadang mengacu pada pemilikan perangai, pemilikan kualitas perangai/sikap kelompok tertentu, menyatakatan kehadiran penduduk dari geografis tertentu. Bisa juga ras mengacu pada tanda-tanda aktivitas sebuah kelompok yang mempunyai gagasan, ide dan cara berpikir tertentu. Ras juga sering dikaitkan dengan masalah keturunan, keluarga,klan dan hubungan kekeluargaan sebuah kelompok
Tapi secara umum Ras adalah pengelompokan berdasarkan ciri biologis, bukan berdasarkan cirri-ciri sosiokultural. Dengan kata lain, ras berati segolongan penduduk suatu daerah yang mempunyai sifat-sifat keturunan tertentu berbeda dengan penduduk daerah lain.
Pada umumnya ras dibagi menjadi 3, yaitu: mongoloid, kaukasian dan negroid. Namun ada juga sebuah ras yang tidak dapat diklasifikasikan, yaitu ras khusus. Jadi untuk keseluruhannya ras dibagi menjadi 4 golongan.
Menurut A.L. Krober, Ras dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Ras Mongoloid (Berkulit Kuning)
Adalah ras manusia yang sebagian besar menetap di Asia Utara, Asia Timur, Asia Tenggara, Madagaskar di lepas pantai timur Afrika, Beberapa bagian India Timur Laut, Eropa Utara, Amerika Utara, Amerika Selatan dan Oseania.
Anggota ras Mongoloid biasa disebut “berkulit kuning”, namun ini tidak selalu benar. Misalkan orang Indian di Amerika dianggap berkulit merah dan orang Asia Tenggara seringkali berkulit coklat muda sampai coklat gelap.
Ciri-ciri:
– Rambut berwarna hitam, lurus
– Bercak mongol pada saat lahir
– Lipatan pada mata yang seringkali disebut mata sipit.
Selain itu anggota ras manusia ini seringkali juga lebih kecil dan pendek daripada ras Kaukasoid.
Contohnya penduduk asli wilayah Eropa, sebagian Afrika, dan Asia.
Ras mongoloid meliputi:
Asiatic Mongoloid (Asia Utara, Asia Tengah, dan Asia Timur);
Malayan Mongoloid Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan penduduk asli Taiwan);
American Mongoloid (penduduk asli Amerika)
2. Ras Negroid (Berkulit Hitam)
http://www.pidipedia.com/wp-content/...as-negroid.jpg
Adalah ras manusia yang terutama mendiami benua Afrika di wilayah selatan gurun sahara. Keturunan mereka banyak mendiami Amerika Utara, Amerika Selatan dan juga Eropa serta Timur Tengah.
Ciri-ciri:
– Berkulit hitam
– Berambut keriting
– Bibir tebal
Anggota ras negroid biasa disebut “berkulit hitam”, akan tetapi anggota ras Khoisan dan ras Australoid, meski berkulit hitam dan berambut keriting tidaklah termasuk ras manusia ini.
Contohnya yaitu penduduk asli wilayah Afrika dan sebagian Asia.
Ras negroid meliputi:
African Negroid (Benua Afrika)
Negrito (Afrika Tengah, Semenanjung Malaya yang dikenal orang Semang, Filipina);
Melanesian (Papua dan Melanesia)
3. Ras Kaukasoid (Kulit Putih)
http://www.pidipedia.com/wp-content/...-kaukasoid.jpg
Adalah ras manusia yang sebagian besar menetap di Eropa, Afrika Utara, Timur Tengah, Pakistan, dan India Utara. Keturunan mereka juga menetap di Australia, Amerika Utara, sebagian dari Amerika Selatan, Afrika Selatan dan Selandia Baru.
Anggota ras Kaukasoid biasa disebut “berkulit putih”, namun ini tidak selalu benar. Oleh beberapa pakar misalkan orang Ethiopia dan orang Somalia dianggap termasuk ras Kaukasoid, meski mereka berambut keriting dan berkulit hitam, mirip dengan anggota ras Negroid. Namun mereka tengkoraknya lebih mirip tengkorak anggota ras Kaukasoid.
Ciri-ciri:
– Berkulit putih kemerahan
– Rambut bergelombang
Contohnya yaitu penduduk asli wilayah Eropa, sebagian Afrika, dan Asia.
Ras Kaukasoid meliputi:
Nordic (Eropa Utara, sekitar Laut Baltik);
Alpine (Eropa Tengah dan Eropa Timur);
Mediteranian (sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arab, dan Iran);
Indic (Pakistan, India, Bangladesh, dan Sri Lanka)
4. Ras-ras khusus
http://www.pidipedia.com/wp-content/...ras-khusus.jpg
Adalah ras manusia yang tidak dapat diklasifikasikan dalam keempat ras pokok, antara lain:
Bushman (Penduduk di daerah Gurun Kalahari, Afrika Selatan);
Veddoid (Penduduk di daerah pedalaman Sri Lanka );
Polynesian (Kepulauan Mikronesia dan Polynesia); serta
Ainu (Penduduk di daerah Pulau Karafuto dan Hokkaido, Jepang).
Pidipedia.com
Haji, Identitas warisan Pemerintah Kolonial
Masyarakat Indonesia adalah mayoritas pemeluk agama Islam maka tidak
mengherankan jika banyak diantara kita yang memiliki gelar Haji dan
sudah menunaikan Ibadah Haji. Di dalam Islam, menunaikan haji adalah
sebuah kewajiban yang tertuang di dalam rukun Islam. Jika sudah berhaji
maka bisa dikatakan ibadahnya sempurna. Fenomena ibadah ini akan diikuti
dengan penambahan gelar H. untuk Pria dan Hj (Hajjah) untuk wanita.
Sebuah fenomena unik karena di hal ini hanya berlaku di Indonesia.
Secara otomatis mereka yang sudah pulang dari Tanah Suci akan menyandang
gelar tersebut.
Hal ini ternyata dapat ditelusuri jejak sejarahnya di Indonesia.
Tercatat jauh sebelum kedatangan Belanda, sudah banyak orang Indonesia
yang pergi berhaji. Ludovico di Barthema, penjelajah dari Roma pertama
yang mengunjungi Makkah pada tahun 1503, melihat jamaah haji dari
kepulauan Nusantara yang dia sebut "India Timur Kecil". Di perkirakan
mereka berasal dari Kesultanan Samudra Pasai, hal ini di buktikan dengan
catatan berbahasa Portugis yang menyebutkan telah ada lima kapal besar
Aceh yang berlabuh di Jeddah. selain untuk berhaji, mereka disana juga
melakukan proses perdagangan dan juga mencari Ilmu agama. kebanyakan
dari mereka adalah utusan Sultan. Sejak kedatangan Bangsa Belanda, animo
masyarakat untuk pergi berhaji juga sangat besar. oleh karena itu,
pemerintah Kolonial berinisiatif mendirikan badan khusus untuk urusan
haji. Pada masa itu, berhaji merupakan sebuah perjuangan yang berat
karena lamanya waktu tempuh, minimal mereka melakukan pelayaran selama 3
Bulan dengan melakukan transit beberapa kali. Selain itu biaya yang
dikeluarkan juga tidak sedikit, Pada 1825 pemerintah Hindia Belanda
menerbitkan ordonansi baru berupa keharusan bagi calon haji untuk
memiliki pas jalan. 110 gulden adalah hal yang harus disiapkan, yang
ketika itu nilainya sepadan dengan harga rumah yang cukup besar. Namun
animo masyarakat justru semakin meningkat, buktinya pada 1878 (dengan
kapal layar) jamaah haji Indonesia sekitar 5.331 oarng. Setahun kemudian
(1880), menjadi 9.542 jamaah atau naik hampir dua kali lipat.
Di atas kapal, para calon jamaah haji ini banyak melakukan kegiatan
antara lain melakukan pengajian dan juga diskusi tentang agama. diatas
Kapal ini pikiran mereka terbuka dengan dialog-dialog yang di
diskusikan. selain belajar agama, mereka juga banyak belajar tentang
konsep kebebasan dan persamaan hak. Setibanya di Jeddah, pelabuhan Arab
Saudi saat itu mereka yang berhaji selain melakukan ibadah wajib namun
juga banyak belajar ilmu, bukan hanya ilmu tentang agama namun juga ilmu
politik, hukum. mereka banyak belajar melalui masjid-masjid di Mekkah.
pikiran mereka terbuka dan membawa gagasan Nasionalisme Islam.
Sekembalinya mereka ke Tanah air mereka banyak menelurkan ilmunya kepada
masyarakat sekitar dengan melakukan dakwah dan juga banyak dari mereka
yang mendirikan layanan Pendidikan berupa Pondok Pesantren. Pikiran
Kritis para haji membuka pikiran sempit masyarakat Hindia saat itu
terutama di Jawa dan Sumatra. Mereka yang pergi berhaji dianggap
melakukan pemurnian agama Islam.
Pemerintah Kolonial mulai menaruh curiga terhadap para haji yang
kebanyakan memiliki pengikut dalam jumlah besar, mereka khawatir akan
terjadi sebuah usaha pemberontakan. mereka menganggap para haji sebagai
orang-orang fanatik dan pemberontakan. apalagi jumlah orang Hindia
(Indonesia) di Mekkah sangat besar. Kekhawatiran tersebut terbukti
dengan banyak terjadi pergolakan yang di pelopori oleh Para Haji,
peristiwa Cianjur (1883), Cilegon (1888), dan Garut (1919) adalah
sebagian kecil saja yang tercatat. hal tersebut berlanjut di Tambun
(Bekasi) dan Tangerang pada 1924. Para Haji menganggap bahwa orang
Belanda sebagai Iblis yang menyengsarakan orang mukmin. Tokoh-tokoh itu
berpidato di hadapan massa sambil menyerukan perlawanan terhadap Belanda
dengan ucapan Allahu Akbar.
Untuk menanggulangi masalah ini, Pemerintah Kolonial berupaya melakukan
moratorium keberangkatan haji, di beberapa daerah arogansi penjajah
bahkan ditunjukkan dengan adanya pelarangan haji secara terang-terangan.
Namun, Pemerintah Kolonial mencabutnya karena besarnya pendapatan yang
diperoleh Pemerintah Kolonial dari jasa pemberangkatan haji ini. Oleh
karena itu kemudian pemerintah Kolonial melakukan pemberlakuan
administratif berupa penambahan gelar di depan nama, yaitu H. (haji) dan
Hj. (hajjah). Selain itu para Haji juga diharuskan menggunakan
identitas baru dengan peci putih serta sorban setiap kali pergi untuk
beraktifitas maupun kegiatan dakwah. Selain itu Pemerintah Kolonial
melalui Kerajaan Belanda juga membuka Konsulat jendral di Jeddah dan
berubah menjadi Kedutaan Besar dalam upaya untuk melakukan pengawasan.
Dengan identitas baru mereka, para haji akan mudah dalam dilakukan
pengawasan dengan ciri-ciri khusus serta nama mereka.
istilah Haji dan Hajjah ini memang unik dan hanya ada di Indonesia dan
menariknya masih terus berlanjut sampai sekarang. menurut sebagian ulama
mengatakan bahwasannya menggunakan gelar Haji dan Hajjah adalah riya,
namun di masyarakat sudah menjadi kebiasaan yang lazim dengan
menambahkan Haji dan Hajjah di depan nama mereka. JAS MERAH
Silas Papare, Pahlawan Penyatu Tanah Papua ke NKRI
Kuda Caligula Dan Kegilaannya
Menurut sejarawan romawi kuno Suetonius, kaisar Romawi yang dikenal sebagai Caligula mencintai salah satu kudanya, Incitatus, sehingga ia memberi kuda itu sebuah kandang yang terbuat dari marmer, palungan dari gading, jubah dengan hiasan permata dan bahkan sebuah rumah. Penulis sejarah lainnya, Cassius Dio, juga menulis bahwa pelayan caligula memberi makan kuda itu dengan gandum hewan yang dicampur dengan serpihan emas. Terkenal karena kegilaan dan kebrutalannya, Caligula diduga melakukan incest dengan saudara perempuannya, mengadu para narapidana kepada binatang buas dan mengobrol dengan bulan , jadi memanjakan seekor kuda tercinta mungkin tampak menjadi hal yang biasa diantara semua kegilaannya, tapi apakah dia sungguh berencana mengangkat Incitatus menjadi konsul dan hanya gagal melakukannya karena pembunuhannya terjadi lebih dulu, seperti yang diyakini Suetonius?
Incitatus adalah kuda yang disukai oleh kaisar romawi Caligula, arti dari namanya ialah "cepat".
Menurut sejarahwan kuno, Incitatus ditempatkan didalam sebuah rumah mewah. Kaisar Caligula sendiri sering mengadakan pesta dirumah kudanya dan mengundang teman-temannya untuk berpesta bersama kudanya, menjadikan kudanya sebagai tuan rumah. Namun bagaimanapun juga, anggapan bahwa Caligula ingin menjadikan kudanya sebagai Konsul menurut sejarahwan masa kini hanyalah lelucon belaka, Salah satu teori yang paling populer adalah bahwa kaisar hanya ingin mengkritik para pejabat, "mereka adalah "keledai" mungkin kudaku lebih bisa bekerja lebih baik daripada mereka". Begitulah mungkin isi kepala Caligula.
Tapi bagaimanakah jika Caligula benar-benar merencanakan untuk membuat pejabat kuda pertama di Roma? Menurut sejarawan Aloys Winterling, penulis "Biografi Caligula" (2011), kegilaan bukanlah satu-satunya penyebab untuk perilaku semacam itu. Dalam bukunya, Winterling membuat kasus bahwa banyak aksi gila kaisar, termasuk perlakuannya terhadap Incitatus dirancang untuk menghina dan mempermalukan senator dan elit lainnya. Dengan memberikan sebuah jabatan publik yang tinggi kepada kudanya, Caligula bermaksud menunjukkan kepada para bawahannya bahwa mereka adalah pejabat yang tidak becus, dan kudanya bisa melakukam pekerjaan yang lebih baik dibanding mereka.
Caligula belum genap berusia 25 tahun saat dia diangkat menjadi kaisar Romawi, pada awalnya, dia disambut dengan baik oleh rakyat romawi, dia mengumumkan reformasi politik dan memanggil semua orang buangan untuk kembali, tapi pada bulan Oktober tahun 37, penyakit mental menjangkiti Caligula, menyebabkan dia menghabiskan sisa masa tugasnya untuk mengeksplorasi aspek-aspek terburuk dari dirinya.
Caligula mencurahkan uang untuk membangun proyek, dari sarana umum (pelabuhan) ke budaya (teater dan kuil) hingga yang benar-benar aneh (meminta ratusan kapal dagang Romawi untuk membangun jembatan mengambang sejauh 2 mil di seberang Teluk Bauli sehingga dia bisa menghabiskan dua hari berlari kencang mondar-mandir melewatinya). Pada 39 dan 40 dia memimpin kampanye militer ke Rhine dan Selat Inggris, di mana dia menghindari pertempuran untuk menyaksikan "ide" perintah gilanya, memerintahkan pasukannya untuk "menjarah laut" dengan mengumpulkan kerang di helm mereka.
Hubungannya dengan orang-orang terdekatnya juga terhitung aneh, dia seringkali berpendapat bahwa dia bisa melakukan apapun kepada orang lain, melakukan pernikahan incest dengan saudarinya sendiri dan juga sering mengambil istri teman-temannya.
Perbuatan Caligula menguras harta perbendaharaan Romawi lebih cepat daripada yang bisa dia bayar dan juga perlakuan-perlakuan gilanya terhadap sekutu maupun rakyat romawi akhirnya membuat dia terbunuh oleh sebuah persekongkolan yang terbentuk antara Garda Praetorian, Senat dan Equestrian. Pada akhir Januari 41 AD, Caligula ditikam sampai mati, bersama dengan istri dan anak perempuannya oleh petugas Garda Praetorian yang dipimpin oleh Cassius Chaerea. Jadi, Cassius Dio mencatat, Caligula "belajar dari pengalaman nyata bahwa dia bukanlah tuhan." Setelah itu, Senat berusaha untuk menggunakan akhir bencana pemerintahan Caligula sebagai dalih untuk membangun kembali Republik Romawi, namun Claudius, naik takhta setelah mendapat dukungan dari Garda Praetorian. Dinasti Julio-Claudian akan tetap aman selama 17 tahun lagi, sampai Nero dibunuh lagi di tahun 68.