Jumat, 10 Mei 2024

Agama Manichaeisme | Agama (yang pernah) Terbesar di Dunia

 


Keping Segel/Meterai Mani (circaabad ke-3 M) yang disimpan di Cabinet des Médailles, Paris



Agama ini sebenarnya tidak memiliki nama baku ataupun nama resmi. Namun, banyak orang di abad ke-3 menyebut agama ini sebagai "Ajaran Mani" (yang dalam bahasa Syria disebut Ayin Mani) atau "Agama Terang" (yang dalam bahasa Syria disebut Dina Nuhra), karena nama nabinya adalah Mani, dan ajarannya seputar "terang" dalam arti literal. Sedangkan sejarahwan lebih suka menggunakan istilah "Maniisme" atau "Manikeisme" (kadang dieja sebagai "Manichaeisme" dan "Manichaeanisme"). Pada bahasa-bahasa klasik di zaman itu, agama ini disebutkan menurut lidah masing-masing bahasa tsb. Misalnya, dalam bahasa Mandarin Pertengahan, agama ini disebut Monijiao/Mani-chao (摩尼教) yang artinya "Aliran Mani", dan kelak akan menjadi salah satu mazhab Manichaeisme di Cina. Dalam bahasa Yunani, agama ini disebut Maniceoì (Μανικεοι) yang artinya "Orang-orang Mani". Atau pada beberapa literatur Kekristenan berbahasa Yunani menyebut agama ini secara peyoratif sebagai gnosticus haeresis (Γνωστικός αίρεις) yang artinya "penyesat/bidat gnostik". Pada literatur Kekristenan berbahasa Syria, pengikut agama ini ditulis secara peyoratif sebagai msiha magnaya (ܡܫܝܗܐ ܡܓܢܐܝܝ) yang artinya "orang-orang Kristen yang gila". Istilah ini muncul ketika Anastasius dari Sinai menemui komunitas Manichaean yang melingkarkan rantai salib di lehernya. Lalu pada literatur Arab klasik, agama ini disebut sebagai Al-Manuwiyyah (المانوية), yang artinya "Sekte Mani", dan pengikutnya disebut Manuwi (مانوي). Sedangkan istilah peyoratif pada literatur Muslim Arab klasik, para pengikutnya seringkali ditulis sebagai zindiq (زنديق) yang artinya "penyesat/penista agama", yang mana istilah ini adalah serapan dari sebuah kata dalam bahasa Persia zandik (𐭦𐭭𐭣𐭩𐭪) yang artinya "penyesat". Menariknya, istilah zandik juga yang digunakan oleh orang-orang Zoroastrian untuk menyebut para pengikut Manichaeisme. Terkadang, para penulis di masa lalu juga seringkali menyebut mereka dengan stigma. Misalnya, dalam bahasa Yunani, para pengikut Mani disebut lephcei rompa (λευκή ρόμπα) yang artinya "jubah putih", karena kebiasaan kalangan The Elects yang mengenakan jubah dari kain lenan panjang menjumbai berwarna putih. Sementara dalam bahasa Arab, para pengikut Mani juga disebut al-'imamatul-hamra' (العمامة الحمراء) yang artinya "sorban merah", yang tampaknya merujuk pada para pengikut Mani dari Cina yang tergabung dalam pasukan Seljuk mula-mula dimana mereka ditandai dengan kebiasaan mengenakan sorban merah. Keberadaan "sorban merah" ini juga tercatat pada catatan Dinasti Ming, yang merujuk pada salah satu tarekat Manichaeisme Cina yang tergabung pada salah satu komunitas keagamaan sinkretisme Teratai Putih (Pai-Len-Chiao) yang melancarkan pemberontakan melawan Dinasti Yuan pada tahun 1351-1368. Pada catatan itu, pemberontakan ini disebut Pemberontakan Sorban Merah (Hong-tsin-chi-i).

Jadi sebenarnya agama apa ini? Secara sederhana, Manichaeisme adalah sebuah agama yang meyakini bahwa alam ini pada hakikatnya terdiri dari 2 (dua) unsur, yaitu Alam Terang dan Alam Gelap. Alam Terang dikuasai oleh roh-roh terang, yang dipimpin oleh satu wujud adikodrati Roh Terang tertinggi yang disebut "Bapa Keagungan". Alam Gelap dikuasai oleh roh-roh gelap, yang dipimpin oleh satu wujud adikodrati Roh Gelap tertinggi yang disebut "Raja Kegelapan". Singkatnya, kedua alam ini adalah dua sisi yang saling berseberangan, dimana Alam Terang menjadi sumber segala kebaikan, kehidupan, kecerdasan, kedamaian, dan kasih-sayang. Sedangkan Alam Gelap menjadi sumber segala keburukan, kejahatan, kebinasaan, kebencian, permusuhan, dan hawa nafsu. Dalam pandangan Manichaeisme, keduanya sebenarnya sama derajatnya, cuma beda alam saja. Pada suatu waktu sebelum alam semesta kita tercipta, Raja Kegelapan bersama pasukan-Nya (roh-roh gelap) melakukan serangan ke Alam Terang. Mereka hendak menguasai Alam Terang. Namun, Bapa Keagungan bersama pasukan-Nya (roh-roh terang) melakukan perlawanan. Peperangan antara Alam Gelap melawan Alam Terang ini berakhir pada kemenangan di pihak Alam Terang. Karena kebinasaan adalah sumber energi dari roh-roh gelap, maka kematian roh-roh gelap ini dipandang sebagai "kekuatan kehidupan" sehingga untuk mencegah kebangkitan mayat-mayat roh-roh gelap ini, maka mayat-mayat roh-roh gelap ini kemudian dimakan oleh roh-roh terang. Celakanya, mayat-mayat roh-roh gelap yang telah dimakan roh-roh terang ini justru mengeras dan memerangkap roh-roh terang. Dengan kata lain, roh-roh terang bermanunggal dengan mayat-mayat roh-roh gelap hingga berubah wujud menjadi alam semesta, bintang-bintang, bulan, matahari, dll. Sementara itu, mayat salah satu roh gelap yang terkuat, yaitu mayat Setan Raksasa, dimakan oleh salah satu roh terang yang disebut Roh Hidup. Celakanya, mayat Setan Raksasa ini menjelma menjadi satu wujud yang menjadi bencana, karena wujud ini memiliki kehendak bebas. Tahukah kamu Setan Raksasa ini menjelma jadi apa? Yap! Dia menjadi dua pasang manusia pertama yang dipercaya dalam tradisi Yudaisme dan Kekristenan sebagai nenek-moyang kita, yaitu Adam dan Hawa. Kedua pasang manusia pertama ini beranak-pinak menjadi kita sekarang, yaitu manusia.

Jadi, dalam ajaran Manichaeisme, manusia terdiri dari tubuh fisik yang merupakan sisa-sisa Setan Raksasa (roh gelap) dan tubuh non-fisik yang merupakan Roh Hidup (roh terang) yang terperangkap di dalam tubuh fisik, sisa-sisa roh gelap. Begitupula realitas alam semesta apapun yang hakikatnya fisika tidak lain adalah roh-roh terang lainnya yang terperangkap di dalam sisa-sisa roh-roh gelap. Kehadiran manusia menjadi bencana, karena pada dasarnya tubuh fisik manusia adalah mayat roh terkuat di Alam Gelap, dan secara alami tubuh fisik kita ini mempengaruhi perilaku kita. Sehingga, dalam pandangan Manichaeisme, manusia itu secara alami adalah makhluk jahat dan berasal dari Alam Gelap. Manusia secara alami dikuasai oleh roh gelap. Kuasa roh gelap ini begitu kuat, membuat manusia menjadi bertambah banyak. Lebih celaka lagi, apabila dibiarkan, maka manusia pada akhirnya akan memberontak melawan Alam Terang. Dan yang lebih lebih lebih celaka lagi, roh terang di dalam diri manusia itu secara alami tidak memiliki kuasa mengatur diri manusia. Karena roh terang ini terperangkap/terpenjara di dalam tubuh fisik manusia, sehingga manusia secara alami tidak menyadari kehadiran roh terang jauh di dalam diri manusia itu sendiri. Hawa nafsu menjadi kendaraan roh gelap untuk mencapai eksistensi dirinya, yang membuat manusia memiliki kehendak bebas. Semakin tidak sadar manusia akan roh terang di dalam dirinya, maka semakin hawa nafsu manusia bergejolak, dan manusia akan selalu berbuat dosa. Apabila manusia itu mati, tubuh fisik roh gelap manusia itu akan berubah menjadi benda fisik lainnya, sedangkan roh terang manusia akan binasa.

Oleh sebab itulah, Bapa Keagungan mengutus banyak manusia pilihan-Nya untuk mengajarkan manusia lainnya agar manusia dapat mengendalikan hawa nafsunya dan agar manusia dapat memperoleh pencerahan berupa kesadaran sejati akan roh terang. Hanya melalui utusan-utusan-Nya ini, diharapkan roh terang di dalam diri setiap manusia dapat membebaskan diri ketika manusia itu mati sehingga dapat mencegah roh terang manusia itu jatuh ke dalam jurang kebinasaan. Tidak hanya mengutus, Dia juga menjelma jadi manusia. Para utusan dan jelmaan Bapa Keagungan ini di antaranya telah dikenal dalam sejarah sebagai pendiri banyak agama, yaitu Sang Buddha, Zarathustra, dan Yesus. Dia menjelma menjadi Sang Buddha dan Yesus Kristus. Dia juga memperkenalkan diri-Nya kepada Nabi Zarathustra sebagai Ahura Mazda (Hormuzd), dan memperkenalkan diri-Nya kepada Nabi Musa sebagai Yahweh. Para nabi/pendiri agama-agama ini mengajarkan manusia untuk mengenal Alam Terang, namun mereka tidak mengajarkan cara membebaskan diri dari kuasa roh gelap. Yang akan mengajarkan itu adalah nabi terakhir yang akan diutus Bapa Keagungan. Nabi terakhir itu telah dinubuatkan dalam kitab Taurat dan Injil, nabi terakhir itu juga telah dinubuatkan oleh Zarathustra dan Sang Buddha. Nabi terakhir itu menjadi nabi penutup para nabi sebelumnya. Nabi terakhir itu akhirnya telah muncul, dan beliau adalah Nabi Mani. Nabi Mani telah memperoleh pengetahuan rahasia dari Bapa Keagungan mengenai cara membebaskan roh terang dalam diri kita sehingga roh terang kita akan kembali ke Alam Terang dan hidup abadi di sana.

Sekilas, gambaran sederhana tentang ajaran dasar agama Manichaeisme di atas nampak konyol bagi kita. Tapi siapa sangka bahwa -meskipun konyol- agama Manichaeisme pernah menjadi agama terbesar di dunia. Tidak tanggung-tanggung: ada di peringkat pertama. Disusul kemudian oleh Kekristenan di peringkat kedua dan Buddhisme di peringkat ketiga sebagai agama terbanyak dianut manusia pada abad ke-3 sampai 7. Sampai-sampai, agama ini menjadi "ancaman" bagi Kekristenan karena berhasil membuat banyak orang Kristen murtad dan beriman kepada agama ini. Manichaeisme dapat diimani oleh tidak hanya masyarakat di Timur Tengah dan Eropa barat dan timur, tapi juga sampai India dan Cina. Penerimaan luas terhadap agama Manichaeisme ini tentunya bukan tanpa alasan. Alasan pertama, tentu saja, karena Manichaeisme ini banyak membawa unsur-unsur agama-agama lain sebelumnya yang sudah dikenal, seperti Buddhisme, Zoroastrianisme, Yudaisme, dan Kekristenan. Alasan kedua, adalah bahwa agama Manichaeisme sangat identik dengan tarekat mistik yang sangat menarik perhatian masyarakat dimana tarekat ini mengutamakan untuk hidup dalam kezuhudan/kesalehan atau hidup selibat (asketik). Banyak sekali pantangan yang harus dijalani para penganut Mani, tidak hanya sekedar larangan berzina, mabuk, judi, dan semacamnya (yang tentu saja saya pun salut dengan Manichaeisme dalam hal ini). Tapi, Manichaeisme dikenal sebagai agama yang memiliki banyak sekali pantangan dan larangannya, yang bahkan jauh lebih konyol. Para penganutnya dilarang memakan daging hewan, dilarang memakai pakaian lebih dari 2 bahan dan 3 lapis, dilarang berhubungan seks sekalipun dalam ikatan pernikahan, dilarang memakan kacang polong, dilarang memetik buah/panen sayur secara langsung, dilarang mengikat simpul, dan masih banyak lagi. Jika kamu pikir syari'ah dalam Islam itu sangat ketat, atau 222 vinaya bagi bhikkhu dalam Buddhisme itu sangat ketat, atau 613 mitzvot dalam Yudaisme itu sangat ketat, maka kamu harus mulai merubah pandanganmu, bahwa yang paling ketat adalah ajaran Manichaeisme. Dan Manichaeisme menjadi satu-satunya agama yang paling banyak larangannya daripada perintahnya. Dan seringkali larangan dalam Manichaeisme itu tidak memiliki alasan cukup jelas, dan bahkan ada larangan yang bisa diakali sehingga, walaupun agama ini ketat, banyak juga dari para penganutnya tidak mematuhi perintah dan larangan agama ini. Hanya orang-orang tertentu saja yang mematuhi secara penuh segala perintah dan larangan agama ini.

Tapi tentu tidak adil jika kita hanya mengkritik ajarannya saja, tanpa mengetahui lebih dalam apa itu Manichaeisme dan keunggulan dari ajaran Mani. Namun, sebelum membahas tentang Manichaeisme, kita harus mempelajari dulu sejarah tentang Mani.

Nabi Mani Menurut Tradisi Manichaeisme


Gambar Pahatan Mani dan Simbol Manichaeisme



Mani, secara historis, adalah seorang tokoh religius pendiri agama Manichaeisme yang diperkirakan lahir di tahun 216 di Tesifon dan wafat di tahun 274 atau 277 di Gundeshapur. Secara geopolitik, dia lahir di masa pemerintahan Ardavan IV(maharaja Parthia) dan wafat di masa pemerintahan Bahram I (maharaja Sassan), atau Bahram II. Tidak banyak catatan sejarah tentang kehidupan Mani. Adapun kisah hidup Mani dari lahir hingga wafat hanya ditemui dalam tradisi Manichaeisme, tradisi Mandaeanisme, dan tentunya secara peyoratif ditemukan dalam tradisi Kekristenan dan tradisi Islam. Nama "Mani" sendiri dalam bahasa Manda artinya "pembawa terang", dan dalam tradisi Mandaeanisme dia dijuluki "Mana Rabba" yang artinya "Raja Terang". Walaupun kisah hidupnya hanya ditemukan dalam tradisi, namun banyak historiografi abad ke-3 M yang mencatat keberadaannya sehingga dapat dipastikan bahwa Mani itu secara historis benar-benar pernah ada dan pernah hidup. Catatan utama adalah catatan resmi kemaharajaan Sassan. Maharaja Shapur I memiliki kedekatan personal dengan Mani. Meskipun sejarahwan meragukan Maharaja Shapur I memeluk Manichaeisme, namun Maharaja Shapur I tercatat sangat menghormati Nabi Mani. Pada tahun 242, Mani menjadi penasehat Maharaja Shapur I. Mani diberikan sebuah aula dimana Mani dapat mengajar wahyunya di situ. Pengikut Mani meningkat pesat di masa pemerintahan Shapur I. Di masa itu pula, Mani menulis salah satu kitab suci non-kanonik yang berjudul Shapuragan (Shabuhragan) yang artinya "Kebijaksanaan Shapur". Nasehat-nasehat Mani selama menjadi penasehat Shapur I itu dituangkan ke dalam kitab itu, dimana terdapat banyak sekali nasehat dan anjuran kepada Maharaja Shapur I, hingga disebutkan bahwa "Tiada satupun kebijaksanaan di kolong langit melainkan yang telah diturunkan oleh Xradeshahr (Bapa Keagungan) untuk memuliakan hamba terkasih-Nya Shapur...." (baris 44), dimana "...tentunya apabila hamba terkasih-Nya Shapur mengikuti-Nya dengan segenap jiwa dan raganya, niscaya akan bertambah besar kemuliaan baginya dan bagi negerinya" (baris 62). Begitu pula kematian Mani juga tercatat dalam catatan Sassan, bahwa Mani dipenjara oleh Maharaja Bahram I dan meninggal dipenjara pada tahun 277. Sedangkan dalam tradisi Manichaeisme, Nabi Mani wafat dengan cara dihukum gantung di atas pohon ara pada tahun 274 karena kebencian Maharaja Bahram I terhadap ajarannya. Berikut adalah kisah hidup Mani berdasarkan tradisi Manichaeisme.

Mani lahir di Tesifon (Ctesiphon), lebih tepatnya di sebuah desa bernama Mardinu (versi lain mengatakan di desa Abrumya). Ayahnya bernama Patik, sedangkan ibunya bernama Maryam. Patik adalah seorang rahib agung dari salah satu sekte Yudeo-Kristen yang dikenal sebagai Elkasait di Ecbatana (Hamadan). Sedangkan Maryam ibunya adalah seorang wanita bangsawan terhormat berdarah Parthia yang berasal dari wangsa/klan Kamsarakan di Armenia. Adapun Patik pada mulanya adalah seorang pagan. Namun, setelah dia bermigrasi ke selatan, seorang peramal Kristen menyebutkan bahwa dia akan memiliki seorang putra yang akan membawa terang dunia. Tertarik dengan ajaran Kekristenan, dia pun mengikuti ritual baptis mandiri yang diajarkan sebuah sekte bernama Mughtasilah (Catharioi), sekte yang merupakan cabang dari Elkasait yang bersinkretis dengan agama Zoroastrianisme. Setelah Mani lahir, Mani pun dibaptis oleh sekte tsb. Mani kecil dibesarkan di lingkungan keagamaan yang heterodoks, yang kebanyakan dipengaruhi oleh gnostisisme. Sejak kecil, Mani "mondok" di pesantren Elkasait dimana ayahnya menjadi guru Taurat dan Injil baginya. Tidak cukup banyak diceritakan masa kecilnya selain dia "mondok".

Mani menerima wahyu pertamanya di usia 12 tahun. Dia didatangi sesosok malaikat yang memperkenalkan dirinya sebagai Eltaum. Malaikat Eltaum adalah malaikat beroda yang menjadi penjaga istana Ahura Mazda (menariknya, nama "Eltaum" dikaitkan oleh rabi-rabi Gemara sebagai malaikat Tamiel, salah satu malaikat terang yang ikut jatuh ketika memberontak melawan Tuhan dan kemudian menjadi iblis penyesat (yang tentu saja klaim ini merupakan usaha para tokoh Yahudi generasi Tanna'im untuk menunjukkan kesesatan Mani). Malaikat Eltaum menunjukkan visi (penglihatan) kepada Mani berupa "kembaran berseberangan" (dalam catatan Yunani disebut syzygos). Pada mulanya, Mani tidak mengerti wahyu ini. Sejak itu, Mani sering memperoleh penglihatan syzygos. Penglihatan seperti ada dua cakrawala kembar terang dan gelap, matahari kembar terang dan gelap, aurora kembar terang dan gelap, bahkan bentuk-bentuk astral seperti kerub dan kereta kencana dalam bentuk kembar terang dan gelap. Malaikat Eltaum jarang sekali berbicara. Sesekali malaikat ini berbicara, dimana dia menyerukan kepada Mani untuk meninggalkan ajaran ayahnya dan menyebarkan ajaran Yesus yang sebenarnya. Sejak wahyu-wahyu itu semakin sering Mani terima, Mani semakin rajin mendalami Injil. Pada penglihatan yang terakhir di usia 24 tahun, dia melihat India kembar, dan tiba-tiba dia melihat Yesus duduk di samping kanan Ahura Mazda, sedangkan kembarannya adalah wujud Iblis yang duduk di samping kiri Angra Mainyu. Setelah dia tersadar, dia mendengar suara yang memanggilnya nabi, dan suara itu berasal dari tanah India. Karena ilham itulah, Mani kemudian mengembara ke India. India yang dimaksud adalah Shaka, sebuah wilayah Indo-Yunani (Afghanistan). Mani berangkat ke Shaka di usia 24 tahun pada tahun 240. Di Shaka, Nabi Mani mulai menulis 7 kitab sucinya secara bertahap, yang oleh para sejarahwan disebut sebagai "Kanon Tujuh" / Heptateukh, yang seluruhnya menggunakan bahasa Suryani sebagai bahasa asli ketujuh kitab suci kanon ini. Ketujuh kitab suci ini adalah:
1. Injil Yang Hidup (Ingilayya d'Mhayya), atau yang disebut "Injil Mani". Dalam teks Yunani disebut Euangelion ("Injil").
2. Harta Kehidupan (Simmath Hayya). Dalam teks Yunani disebut Thesauros ("Harta-harta").
3. Syair Rasul (Dewan Ursula). Dalam teks Yunani disebut Epistolaue ("Risalah Para Rasul").
4. Mazmur dan Kidung (Afrin). Dalam teks Yunani disebut Psalmos ("Mazmur").
5. Bukti Ajaran Terdahulu (Barhana Magda'ilayya). Dalam teks Yunani disebut Pragmateia ("Bukti").
6. Raksasa (Kawan). Dalam teks Yunani disebut Gigas ("Raksasa").
7. Rahasia (Razan). Dalam teks Yunani disebut Musterion ("Misteri").

Nabi Mani menetap di Shaka selama 2 (dua) tahun. Dalam perjalanan pulang ke Tesifon, beliau merekrut 12 murid pertamanya yang senantiasa mengikutinya (tradisi Manichaeisme berusaha mengarahkan figur Mani seperti Yesus yang memperoleh 12 murid pertamanya). Tidak jelas siapa saja kedua belas murid tsb, namun 3 (tiga) orang di antaranya kelak menjadi tokoh-tokoh penting dalam penyebaran agama Manichaeisme. Ketiga murid tsb adalah Sisin (w. circa 291/292), Ammo (w. ?), dan Zaku. Adapun Sisin menjadi murid terkudus Nabi Mani, dan Ammo menjadi murid kesayangan Nabi Mani. Para murid Nabi Mani ini disebut juga Rasul.

Pada hari minggu, 20 Maret 242, Shapur I dinobatkan menjadi Maharaja Sassan kedua, meneruskan tahta mendiang ayahnya, Ardashir I. Pada hari penobatan itu, Nabi Mani bersama 12 muridnya mengumumkan kenabiannya di alun-alun Tesifon: "Sang Buddha telah datang ke India, Zarathustra di Persia, dan Yesus di negeri barat. Mereka semua telah menubuatkan akan datangnya terang di Babylonia, melalui aku, utusan Tuhan yang sebenarnya". Berita kenabian Mani telah sampai ke istana Maharaja Shapur I. Maharaja Shapur I tertarik untuk mendengar langsung ajaran Nabi Mani, sehingga sang maharaja mengundang Nabi Mani ke istananya. Dalam perjamuan, Nabi Mani menolak memakan daging-daging dan sayur-mayur, dan hanya memilih memakan roti tanpa ragi dan meminum anggur (kisah ini juga diasosiasikan dengan kisah perjamuan kudus Yesus). Setelah perjamuan, Maharaja Shapur I mengajukan banyak pertanyaan seputar ajarannya, dan semua pertanyaannya dapat dijawab oleh Nabi Mani dengan cerdas dan meyakinkan, sehingga sang maharaja terkesima.

Meskipun Maharaja Shapur I tidak pindah agama menjadi pengikut Mani (dia tetap memeluk Zoroastrianisme), namun sang maharaja sangat terpesona dengan ajaran sang Nabi dan berharap ajaran Sang Nabi ini dapat menyelaraskan antara Zoroastrianisme dengan Kekristenan yang seringkali bersinggungan/berpolemik di Persia. Kebijaksanaan Mani yang bermuara pada ajaran Sang Buddha jauh lebih memikat hati sang maharaja. Maharaja Shapur I meminta Nabi Mani menjadi guru dan penasehatnya. Sang maharaja membangun sebuah aula besar dengan singgasana serta bilik khusus bagi Nabi Mani untuk menjadi tempat perguruan dan pewahyuan Nabi Mani. Selama di istana, Nabi Mani banyak menunjukkan berbagai mukjizat. Selama mengajar, Nabi Mani tidak pernah duduk di atas singgasananya melainkan duduk melayang di atas karpet merahnya. Mukjizat ini yang paling sering dilakukannya setiap kali mengajar wahyu. Mukjizat lainnya seperti meraga sukma. Banyak orang melihat Nabi Mani berada di pasar, di jalan-jalan, berdiri di ladang, berjalan kaki di sebuah taman, duduk di atas pohon, namun para penjaga istana tidak pernah melihat Nabi Mani beranjak keluar dari aula istana miliknya sedikitpun. Mukjizat lainnya adalah menyembuhkan orang sakit. Banyak orang penderita lumpuh, kusta, hingga sekarat yang kemudian disembuhkan oleh Nabi Mani. Selama di istana ini pula, Mani merampungkan satu kitab suci lagi yang berjudul Shapuragan ("Kebijaksanaan Shapur") dalam bahasa Pahlavi. Kitab Shapuragan mengandung berbagai petuah, nasehat, dan anjuran kepada Maharaja Shapur I. Meskipun termasuk kitab suci, namun kitab Shapuragan tidak tergolong kanon dalam Heptateukh. Selama tinggal di istana, Nabi Mani bersahabat dengan imam agung Kartir, pendeta Zoroastrian yang menjadi imam tertinggi Zoroastrianisme saat itu. Keduanya tampak saling menghormati saat itu, meskipun kelak Imam Kartir akan mengkhianati persahabatannya dengan Nabi Mani.

Pada bulan Mei 270, Maharaja Shapur I yang bijaksana wafat. Sebelum wafat, dia berpesan kepada putra mahkotanya, Hormizd I, untuk melindungi Nabi Mani dan umatnya dengan segenap jiwa dan raga. Di dalam Shapuragan, Nabi Mani menulis bahwa Maharaja Shapur I menyebut ajaran Mani sebagai "harta karun emas terbesar yang dimiliki manusia, yang terang kilaunya tak seorang pun sanggup menghalau cahayanya yang terang-benderang" (Shapuragan ayat 97). Selama 31 tahun, Nabi Mani mengabdi di istana dan telah meningkatkan jumlah pengikutnya menjadi 450 orang Manichaean. Namun, kedamaian Nabi Mani dan umatnya tidak berlangsung lama. Maharaja Hormizd I wafat pada bulan Juni 271, setahun setelah bertahta atas Kemaharajaan Sassan. Pangeran Bahram I, adik dari Hormizd I, naik tahta berkat bantuan Imam Kartir. Maharaja Bahram I adalah seorang Zoroastrian fanatik, dan menginginkan Zoroastrianisme sebagai satu-satunya agama yang legal di Kemaharajaan Sassan sebagai identitas bangsa Persia, serta menghendaki untuk mengerdilkan pengaruh agama-agama lain, seperti Kekristenan, Yudaisme, dan termasuk Manichaeisme. Namun, Maharaja Bahram I tidak secara terang-terangan memusuhi Nabi Mani. Dia bahkan memberikan izin bagi Nabi Mani untuk terus mengajar di istananya. Namun, Nabi Mani telah mengetahui bahwa beliau akan dimusuhi sang maharaja. Hingga suatu ketika, Nabi Mani berkunjung ke Gundeshapur dengan mengendarai seekor keledai dan disambut warga Gundeshapur dengan penuh penghormatan (kisah ini menyerupai kisah Yesus yang berkunjung ke Yerusalem dengan mengendarai keledai). Namun, pasukan Sassan menangkap Nabi Mani di Gundeshapur, dan menggiringnya ke sebuah penjara di Gundeshapur. Nabi Mani dipenjara selama 2 tahun dan mengalami banyak penyiksaan di dalam penjara. Para umat Manichaeisme pengikutnya juga mengalami persekusi, seperti diusir dari istana, disita harta-bendanya, dijarah rumah-rumahnya, dan ada pula yang meregang nyawa. Ironisnya, persekusi itu diinisiasikan oleh Imam Kartir. Eskalasi persekusi terhadap umat Manichaeisme mula-mula meningkat setelah Nabi Mani divonis hukuman gantung di atas pohon ara oleh pengadilan agama pada tahun 274 atas tuduhan penistaan agama Zoroastrianisme. Menjelang eksekusi, Nabi Mani menenangkan Ammo, salah seorang muridnya, yang tengah membesuknya di penjara. Melalui Ammo, Nabi Mani meminta para umatnya sabar dan tabah menjalani takdir ini, dan mengatakan bahwa kematiannya tidak lain adalah pelepasan diri dari kuasa roh gelap untuk kembali ke Alam Terang. Nabi Mani juga berpesan melalui Ammo agar Ammo menyebarkan ajarannya ke segala penjuru dunia dan agar Sisin mendirikan tempat peribadatan yang menjadi sumber pengajaran ajarannya kelak (yang kemudian dikenal sebagai "Gereja Manichaean"). Nabi Mani kemudian dieksekusi dengan cara dihukum gantung di pohon ara. Para pengikut Nabi Mani menggambarkan kematian Nabi Mani seperti penyaliban Yesus versi Doketisme, dimana roh terang Nabi Mani sebenarnya telah terangkat ke Alam Terang, sedangkan yang digantung di pohon ara hanyalah raga/tubuh fisiknya yang ilusi. Dalam tradisi Islam, Al-Biruni menceritakan bahwa Mani dihukum dikuliti hidup-hidup sampai mati, dan jasadnya digantung di pohon ara besar yang terletak di depan pintu gerbang kota. Cerita Al-Biruni ini tidak memiliki dasar sejarah.

Meskipun umat/jemaat Manichaean tidak mengalami pengusiran, namun para pengikut Nabi Mani banyak yang kemudian mengembara keluar Persia. Khususnya, Sisin dan Ammo, yang senantiasa menyebarkan ajaran Nabi Mani hingga sejauh Dataran Tibet dan Cina di timur, dan Romawi di barat. Dalam waktu kurang dari 100 tahun sepeninggal wafatnya Nabi Mani, ajaran Manichaeisme telah banyak diikuti oleh masyarakat di Nisibis dan Antiokhia (Turki), Edessa dan Damaskus (Syria), Mesir, Cina tengah, dan Tibet, termasuk di Persia sendiri. Pada abad-abad selanjutnya, Manichaeisme menjadi agama dengan jumlah penganut terbanyak peringkat pertama di dunia, diikuti oleh Kekristenan kedua dan Buddhisme ketiga. Sepanjang abad ke-3 sampai ke-5, para rahib Manichaean banyak menulis berbagai kitab-kitab agama. Ajaran Manichaeisme mulai menurun di abad ke-5 setelah banyaknya gerakan apologetik dari pihak Kekristenan (kebanyakan dari kalangan Nestorian dan Monofisit), dan semakin terus menurun setelah Islam muncul dan menjadi mayoritas di sepanjang Timur Tengah pada abad ke-9. Pada abad ke-13, Manichaeisme tidak pernah lagi terdengar dalam literatur-literatur Timur Tengah. Aktifitas keagamaan dan akademik Manichaean di Cina masih terus berlanjut hingga abad ke-13. Walaupun kemudian akhirnya agama Manichaeisme punah total, nama Nabi Mani telah menjadi legenda besar yang sarat akan mistisisme dan asketisme. Nabi Mani banyak menuai polemik dan celaan dari kalangan non-Manichaean. Baik para rabi Yahudi, pendeta Kristen, dan 'ulama Muslim, semuanya menyepakati kesesatan agama Manichaeisme. Dalam tradisi Buddhisme Cina, Nabi Mani tetap dihormati, namun bukan sebagai pendiri ajaran Manichaeisme, melainkan sebagai figur "Buddha Putih". Figur ini menggambarkan Sang Buddha telah muncul di tanah orang-orang barbar (Cina selatan) untuk mengajarkan dhamma. Pada akhirnya, berkembang suatu sekte sinkretisme antara Manichaeisme dan Buddhisme di abad ke-10, yang dikenal sebagai Monijiao (Moni-chiao) dan membangun sebuah kuil yang didedikasikan untuk Mani, yaitu kuil Cao'an. Sekte ini masih ada sampai sekarang, dengan jumlah penganut kurang dari 3.500 orang yang terpusat di desa Jinjiang (Quanzhou) di Provinsi Fujian.


Gambar Pengadilan Mani di hadapan Maharaja Bahram I karya Ali-Shir Nava'i (w. 1501)



Kita sudah membahas sedikit kisah hidup Mani berdasarkan tradisi Manichaeisme, yang tentu saja merupakan rekonstruksi dari literatur Manichaeisme yang tersisa. Meskipun yang tersisa mengenai kisah hidup Mani sangat sedikit, namun ajarannya masih dapat kita temukan cukup banyak catatan. Namun, di sini saya perlu disclaimer, bahwa ajaran agama Manichaeisme yang saya sajikan di sini juga bersifat rekonstruktif. Walaupun ada beberapa doktrin Manichaeisme yang tampaknya sudah tidak bisa kita temukan lagi dari literatur Manichaeisme, setidaknya kita masih bisa menemukannya pada literatur non-Manichaeisme, di antaranya teks-teks Suryani dan Yunani yang terdiri atas teks apologetik dari tradisi Monofisit (Ortodoks Syria) dan Nestorian (Timur Assyria) serta Katolik Roma, teks-teks Arab yang terdiri atas teks bibliografi Arab dan tradisi Islam klasik, teks-teks Manda dari tradisi Mandaeanisme, dan teks-teks Buddhis berbahasa Pahlavi (Parsi) dan Mandarin. Adapun literatur non-Manichaeisme ini tentunya mengandung bias iman karena teks-teks ini bersifat responsa dan kontra-Manichaeisme, namun setidaknya, teks-teks ini mengandung petunjuk mengenai sebuah gambaran doktrin yang diajarkan dalam Manichaeisme.

Pada bagian ini, saya akan mengorganisasikan detil agama Manichaeisme ini secara berurutan, mulai dari masalah iman dan doktrin dasar, hukum dan ketentuan, ritual dan perayaan, dialektika dan skisma, hingga praktik-praktik mistik dan asketik Manichaeisme.

Doktrin Utama

Doktrin utama dan paling inti dalam agama Manichaeisme cukup sulit dimengerti bagi sebagian banyak orang, karena Manichaeisme lahir dalam bayang-bayang semangat filsafat Neoplatonisme, Buddhisme, dan ide-ide Messianik (Yudeo-Kristen) yang pada abad ke-2 M sedang menjamur dalam gerakan intelektual Yudaisme dan Kekristenan yang dikenal sebagai gnostisisme. Dalam definisi sederhananya, gnostisisme/gnostik adalah gerakan intelektual yang memusatkan perhatian individu dalam memperdalam teks-teks keagamaan secara metafisika untuk memperoleh pengetahuan yang sejati/sebenar-benarnya terkait spiritualisme luhur/terdahulu, yang terbebas dari dogmatika yang dibentuk elit/hirarki tertinggi suatu komunitas keagamaan. Lebih detilnya, gnostisisme itu memusatkan perhatian untuk menafsirkan Tanakh (Taurat dan teks-teks Yahudi), Injil dan Perjanjian Baru, dan teks-teks filsafat Neoplatonisme, di luar dogmatika yang dibentuk oleh kalangan rabi, pendeta, uskup, dll, untuk kemudian memadukan perbedaan teks-teks tsb menjadi satu tafsir tunggal. Gnostisisme meyakini bahwa Tuhan telah dengan sengaja menciptakan agama-agama berbeda sebagai kepingan-kepingan puzzledari suatu kebenaran, sehingga gnostik tampak seperti usaha "cocokologi" untuk mempertemukan perbedaan-perbedaan dalam agama-agama berbeda ini menjadi satu penafsiran yang universal. Demikian yang diyakini dalam Manichaeisme, bahwa "Roh Terang" yang adikodrati (divinely and heavenly supreme being) telah memperkenalkan diri-Nya kepada orang-orang pilihan (seperti Sang Buddha, Zoroaster, Musa, dan Yesus Kristus) dengan cara yang berbeda-beda sehingga terciptalah beragam agama (Buddhisme, Zoroastrianisme, Yudaisme, dan Kekristenan), termasuk juga agama-agama kuno leluhur yang bercorak pagan dan kultus-kultus misteri dalam kearifan lokal bangsa-bangsa lain (agama kuno Hellenistik, Babylonia, Palmyra/Syria, dll). Dan Mani diutus "Roh Terang" itu untuk menyempurnakan agama-agama terdahulu tsb (tentu kamu paham kan ini mirip agama apa). Penyempurnaan tsb berupa pemahaman mengenai kebenaran yang hakiki/sejati tentang dunia gaib tak kasat mata yang selama ini diperbincangkan dan diperdebatkan kalangan sektarian. Lantas, kebenaran hakiki apa yang menjadi doktrin utama Manichaeisme?

Doktrin utama yang paling dasar dalam Manichaeisme adalah dualisme. Doktrin dualisme yang dimaksud adalah bahwa, pada hakikatnya, alam ini terbagi menjadi 2 (dua) alam yang saling bertentangan, yaitu "Alam Terang" (Nuhra) dan "Alam Gelap" (Bulsa). Alam Terang merupakan sumber dari segala kebaikan, sedangkan Alam Gelap merupakan sumber dari segala kejahatan. Kedua alam ini bersifat seimbang dan sederajat. Perumpamaannya seperti dua sisi koin. Koin itu adalah Alam, sisi depan koin adalah Alam Terang, dan sisi belakang koin adalah Alam Gelap. Dari pemahaman dualisme ini, kita dapat menemukan gambaran bahwa Manichaeisme memandang segala realitas secara dualistik. Hitam-putih, kanan-kiri, atas-bawah, baik-buruk, pahala-dosa, hidup-mati, dstnya. Dan itu juga tercermin dalam aktifitas peribadatan dan tarekatnya, yang tentu akan kita bahas di bab khusus tentang ritual. Namun, sebelum bumi ini tercipta, kedua alam ini pernah terlibat dalam peperangan, semacam perang akhir zaman (atau lebih tepatnya perang awal zaman), dimana peperangan ini dimenangkan oleh Alam Terang. Dengan demikian, Manichaeisme sebenarnya meyakini bahwa Alam Gelap telah hancur, dan yang tersisa serta berkuasa/berdaulat penuh adalah Alam Terang. Namun, Alam Gelap tidak sepenuhnya hancur. Alam Gelap telah menjelma menjadi fisik, yang kita kenal sebagai kenyataan/realitas. Jadi, apapun yang kasat mata ini adalah sebenarnya merupakan jelmaan dari sisa-sisa dari Alam Gelap yang telah hancur. Lebih celakanya lagi bahwa Alam Gelap masih memiliki kuasa dan kehendak untuk dapat bangkit kembali, yaitu melalui perantaraan manusia.

Jadi, dalam mitologi kosmogini Manichaeisme, sebelum alam semesta fisik ini tercipta, terdapat alam semesta metafisik yang terdiri atas 2 (dua) alam yang saling bertentangan, yaitu Alam Terang dan Alam Gelap. Alam Terang dipimpin oleh "Bapa Keagungan" (Abba d'Rabbuta) bersama 5 (lima) Roh Kebijaksanaan-Nya (Shekhinah). Pada agama Yudaisme dan Kekristenan, Bapa Keagungan disebut sebagai Tuhan. Sedangkan Alam Gelap dipimpin oleh "Raja Kegelapan" (Malek Hasho'a), yang dalam Yudaisme dan Kekristenan dikenal pula sebagai Iblis. Pada mulanya, Alam Terang dan Alam Gelap berjalan masing-masing tanpa saling mengganggu. Alam Terang dipenuhi oleh segala bentuk kebaikan, seperti kehidupan, kesuburan, kasih-sayang, dan seterusnya. Sedangkan Alam Gelap dipenuhi oleh segala bentuk keburukan, seperti kematian, kebinasaan, kebencian, dan seterusnya. Bapa Keagungan menciptakan "Manusia Asli" (Nasa Qadmaya), yang merupakan Firman-Nya yang ditiupkan kepada "Ibu Kehidupan" (Ima d'Hayya). Di Alam Terang juga terdapat "Roh Kudus" (Ruha d'Qaddasa) yang kemudian diutus oleh Bapa Keagungan untuk menjadi pengawal Manusia Asli. Manusia Asli yang dimaksud di sini bukanlah manusia seperti kita, karena manusia pada saat itu belum ada. Manusia Asli sebenarnya adalah roh terang yang berbentuk seperti manusia, memiliki mata, hidung, mulut, kaki, namun berbentuk roh. Manusia Asli disebut juga kesempurnaan hidup, yang menggambarkan makhluk hidup yang sempurna. Berbanding terbalik dengan Alam Gelap, dimana Alam Gelap dipenuhi oleh roh-roh gelap yang tidak hidup. Tentu kamu akan bingung membayangkannya, sebab roh-roh gelap ini seperti hidup padahal mati. Roh-roh gelap terdiri atas "Setan Raksasa" (Arakhan) dan "Setan-setan Kerdil" (Nakshahwan). Setan Raksasa ini bagi Raja Kegelapan memiliki kedudukan yang sama dengan Manusia Asli bagi Bapa Terang.

Pada suatu ketika, Raja Kegelapan bersama pasukan roh gelap-Nya melakukan serangan ke Alam Terang. Nampaknya, Raja Kegelapan ingin memonopoli alam, sekaligus iri dengan kesuksesan Bapa Keagungan membangun Alam Terang. Serangan dahsyat pasukan Alam Gelap secara tiba-tiba ini bisa ibarat seperti serangan Blitzkrieg yang dilancarkan Nazi Jerman ke Polandia, dari ketenangan tiba-tiba menjadi huru-hara, begitu mengejutkan. Serangan ini direspon dengan serangan yang lebih dahsyat dari Roh Terang bersama pasukan terang-Nya. Akibatnya, kedua alam ini terlibat dalam peperangan yang sangat menentukan takdir selanjutnya. Bapa Keagungan memimpin Alam Terang bersama pasukan roh-roh terang-Nya yang di bawah komando Manusia Asli dan Roh Kudus. Dan dalam peperangan ini, Bapa Keagungan berhasil membunuh Raja Kegelapan, Manusia Asli berhasil membunuh Setan Raksasa, dan pasukan terang juga berhasil membantai seluruh roh-roh gelap, termasuk setan-setan kerdil. Namun, pada dasarnya, kematian adalah bagian dari Alam Gelap. Sebagaimana disebutkan di atas, jika Alam Terang adalah kehidupan, maka Alam Gelap adalah kebinasaan/kematian, lawan dari kehidupan. Sehingga roh-roh gelap ini dapat "hidup kembali dalam kematian". Untuk mencegah mereka hidup kembali, mayat-mayat setan ini kemudian dimakan oleh roh-roh terang. Akan tetapi, ternyata roh-roh terang yang memakan mayat roh-roh gelap itu tiba-tiba berubah mengeras dan benda-benda langit (matahari, bulan, bintang-bintang, planet-planet lain, termasuk bumi). Bapa Keagungan dapat mengeluarkan roh-roh terang yang terperangkap menjadi benda-benda langit dengan mudah. Namun walaupun roh-roh terang telah dikeluarkan dari benda-benda langit, benda-benda langit itu sudah terlanjur tercipta. Demikianlah alam semesta realitas kita ini tercipta.

Sedangkan mayat Setan Raksasa dimakan oleh Manusia Asli, yang menyebabkan Manusia Asli terjebak dan mulai berubah mengeras. Untuk menghindari penjelmaan Setan Raksasa, maka Bapa Keagungan menggantung mayat Setan Raksasa yang terdapat Manusia Asli di dalamnya itu di kolong langit. Saat itu Bapa Keagungan berusaha mengeluarkan Manusia Asli dari dalam mayat Setan Raksasa. Cukup sulit mengeluarkan Manusia Asli di dalam mayat Setan Raksasa itu. Mayat Setan Raksasa itu dibelah menjadi 2 (dua) oleh Bapa Keagungan. Namun, setelah terbelah, ternyata mayat Setan Raksasa itu jatuh ke bumi sebelum berhasil mengeluarkan Manusia Asli yang juga telah terbelah di dalam kedua mayat itu. Di sinilah bencana dimulai. Kedua mayat yang terbelah ini mengeras dan berubah menjadi suatu makhluk. Kamu tahu mereka berubah menjadi apa? Ya, mereka menjadi manusia. Yang satu jadi laki-laki yang disebut Adam, yang satu lagi jadi perempuan yang disebut Hawa. Setelah tercipta menjadi manusia laki-laki dan perempuan, keduanya menjadi bernafsu untuk bisa bergabung lagi menjadi satu tubuh, sehingga timbullah birahi di antara keduanya untuk bersetubuh. Di situlah awal mula persenggamaan. Oleh sebab itu, dalam pandangan Manichaeisme, nafsu birahi dan persenggamaan adalah bagian dari hasrat gelap yang jahat. Alih-alih persenggamaan Adam dan Hawa ini bertujuan untuk supaya mereka bisa bersatu, namun malah justru membuat mereka semakin banyak karena melahirkan manusia-manusia baru hingga sekarang.

Jadi, tubuh fisik manusia sebenarnya adalah pecahan mayat dari Setan Raksasa (roh gelap), sedangkan roh manusia adalah pecahan Manusia Asli (roh terang) yang terperangkap di dalam tubuh fisiknya. Dengan demikian, Manichaeisme memandang tubuh fisik manusia adalah roh gelap yang jahat, sedangkan roh manusia adalah roh terang yang baik. Roh terang dalam diri manusia tidak memiliki kuasa atas kendali tubuh fisik manusia, sehingga tubuh fisik manusia dapat dengan leluasa hidup dan berkembang-biak serta menciptakan berbagai macam kejahatan di muka bumi. Akan tetapi, jika roh terang di dalam diri individu manusia itu bisa sadar, maka roh terang dapat sepenuhnya mengendalikan tubuh fisiknya. Dan hanya ada satu cara supaya roh terang itu sadar, yaitu jika manusia mengabaikan hawa nafsunya dan terus berbuat kebajikan dan kesalehan. Untuk itulah, Bapa Keagungan menjelma menjadi orang-orang saleh dan mengutus banyak nabi untuk mengajarkan manusia agar selalu mengendalikan hawa nafsunya dan berbuat kebajikan dan kesalehan. Namun, ini semua hanya sementara waktu saja. Bapa Keagungan memiliki rencana besar, yaitu mengutus seorang nabi yang akan mengajarkan cara menyadarkan roh terang di dalam tubuh manusia supaya manusia dapat dengan alami mengabaikan hawa nafsunya dan berbuat kebajikan secara alami. Sebelum nabi itu datang, Bapa Keagungan menjelma menjadi Sang Buddha. Bapa Keagungan juga mengutus Musa dan Zarathustra. Bapa Keagungan juga mengutus serta menjelma menjadi Yesus Kristus. Semuanya akan memberikan petunjuk sementara untuk menyambut kedatangan nabi yang kelak akan memberitahukan rahasia mencapai kesadaran terang tsb. Nabi itu telah datang, dan dia adalah "Mani Sang Utusan Terang" (Mani Izggada d'Nuhra).


Lukisan Dinasti Yuan tentang Alam Terang dan Alam Gelap pada abad ke-13 M



Tokoh-tokoh di Alam Terang

Berikut adalah makhluk-makhluk adikodrati yang ada di Alam Terang:

1. Bapa Keagungan (Abba d'Rabbuta).

Bapa Keagungan (Abba d'Rabbuta;ܐܒܐ ܕܪܒܘܬܐ) adalah Penguasa Tertinggi Alam Terang. Dia adalah Tuhan yang memperkenalkan diri-Nya di hadapan Musa (Mosa; ܡܘܣܐ) dan Zoroaster (Zarathustra; ܙܪܛܘܣܬܪܐ). Dia juga yang turun ke bumi menjelma menjadi Sang Buddha (Mar d'Buhda; ܕܒܘܗܕܐ). Dia juga yang memperanakkan Sang Perawan menjadi Yesus (Isho'; ܝܫܘܓ). Dan Dia pula yang mengutus Mani menjadi nabi terakhir penyempurna Musa, Zarathustra, Sang Buddha, dan Yesus. Manichaeisme mengasosiasikan-Nya sebagai Zurwan, Bapa dari Tuhan Kembar Ahura Mazda dan Angra Mainyu dalam ajaran Zoroastrianisme. Manichaeisme juga mengasosiasikan-Nya sebagai Adonay/HaShem (YHWH), Tuhan Yang Maha Esa bagi bangsa Israel dalam ajaran Yudaisme. Dia dikenal pula sebagai Bapa-Nya Yesus Kristus dalam ajaran Kekristenan. Bahkan, Dia adalah Dewa Tertinggi yang senantiasa dipuja bangsa-bangsa pagan. Demikianlah Bapa Keagungan memperkenalkan diri-Nya kepada manusia sehingga menjadi agama-agama pendahulu Manichaeisme.

Karena Bapa Keagungan adalah Penguasa Alam Terang, maka segala terang berasal dari-Nya, yang mencakup segala kebaikan. Sehingga, dalam ajaran Manichaeisme, segala kejahatan mustahil berasal dari-Nya, dan Dia mustahil menghendaki keburukan. Karena segala atribut yang berkenaan dengan kejahatan bukanlah berasal dari-Nya, maka Dia mustahil mendatangkan bencana, musibah, dan penderitaan. Dia mustahil menyiksa manusia, Dia mustahil membunuh/mencabut nyawa manusia, dan Dia mustahil memberikan rasa sakit kepada manusia. Karena manusia adalah makhluk yang "sedang terpisah" (karena roh terang terperangkap di dalam tubuh fisik mayat roh gelap), maka manusia memiliki kehendak bebas yang terpisah dari kehendak Bapa Keagungan. Sehingga, segala keburukan yang menimpa manusia bukanlah merupakan kehendak Bapa Keagungan, karena Bapa Keagungan senantiasa menghendaki manusia untuk segera sadar melepaskan dirinya dari kuasa roh gelap melalui nabi yang diutus-Nya, Nabi Mani. Dalam pandangan Manichaeisme, tidak ada yang namanya kekuatan super-power adikodrati yang tak terbatas seperti Tuhan dalam ajaran agama-agama Abrahamik. Bapa Keagungan memiliki kekuasaan terbatas, Dia tidak mengatur alam semesta karena alam semesta bergerak melalui mekanisme hukum alam tanpa intervensi diri-Nya. Dalam pandangan Manichaeisme, hukum alam adalah konsekuensi dari keterpisahan Alam Terang dengan sisa-sisa Alam Gelap yang telah punah terbunuh dalam peperangan awal zaman. Walaupun kekuatan dan kekuasaan-Nya tidak menjamah alam semesta kita, namun Dia berkuasa penuh atas Alam Terang. Kekuatan dan ke-Maha-an-Nya tidak terbatas di Alam Terang. Pada akhir zaman kelak, Dia akan mengumpulkan seluruh roh terang yang berhasil terbebaskan dari belenggu fisik manusia, dan membiarkan alam semesta hancur. Kehancuran alam semesta dan manusia-manusia yang gagal dalam pencerahan tentang roh terangnya dipandang sebagai kebinasaan roh-roh gelap yang sebenarnya, tidak akan ada lagi kuasa roh-roh gelap, dan tidak akan ada lagi Alam Gelap yang tersisa.

Bapa Keagungan adalah sumber segala kebaikan, pantulan dari kebaikan itu sendiri. Dia memiliki 4 (empat) wajah, yang keempatnya adalah pantulan dari kebaikan, yaitu tuhan (yazda), terang (rashna), kuasa (zara), dan bijaksana (wahayah). Dia bertahta di Alam Terang dan dikawal oleh 12 malaikat besar (azwan, malaikat-malaikat kecil (malakat), dan malaikat-malaikat kecil/kerub (qorab). Jumlah total keseluruhan pengawalnya ada 156 makhluk langit. Dia memiliki 5 (lima) Kebijaksanaan (Shekhinah) yang disebut "khamesh shekhinatei" (ܚܡܫ ܫܟܝܢܬܗ) yang merupakan 5 (lima) pribadi-Nya. Dalam hal ini, hubungan Kelima Kebijaksanaan tsb dengan Bapa Keagungan adalah lima dalam satu, lima pribadi satu kodrat (pentanitas/pancatunggal). Kelima Shekhinah itu adalah:
1. Nalar/Akal (hawna; ܗܘܢܐ);
2. Kesadaran (madde'a; ܡܕܥܐ);
3. Kecerdasan (reyana; ܪܥܝܢܐ);
4. Pikiran (mahsawtha; ܡܚܫܒܬܐ);
5. Pengertian (tar'ita; ܬܪܥܝܬܐ).

2. Ibu Kehidupan (Ima d'Hayya).

Ibu Kehidupan (Ima d'Hayya; ܐܡܐ ܕܚܝܐ) adalah sumber dari segala kehidupan, Dia diciptakan oleh Bapa Keagungan sebagai keseimbangan antara kejantanan diri-Nya dengan kebetinaan Ibu Kehidupan. Meskipun Ibu Kehidupan hanya muncul sekali dalam mitologi Manichaeisme (yaitu sebelum perang antara Alam Terang dan Alam Gelap), namun dia digambarkan sebagai keseimbangan antara dualisme "ayah dan ibu". Melalui Ibu Kehidupan ini, Manusia Asli lahir.

3. Manusia Asli (Nasa Qadmaya)

Manusia Asli (Nasa Qadmaya; ܐܢܫܐ ܩܕܡܝܐ) adalah makhluk cerdas tertinggi di dalam ciptaan Bapa Keagungan. Manusia Asli adalah roh terang paling mulia, yang terperangkap di dalam jasad Setan Raksasa, yang kemudian jasad itu menjelma menjadi manusia. Dengan kata lain, Manusia Asli adalah roh terang sejati yang ada di dalam tubuh fisik gelap manusia. Dia adalah anak dari Bapa Keagungan. Walaupun disebut "anak", tapi dia bukanlah anak dalam konteks keturunan, melainkan dalam konteks ciptaan Bapa Keagungan, bahkan Manusia Asli adalah ciptaan Bapa Keagungan yang terbaik dan memperoleh kuasa sebagai Tuhan seperti Bapa Keagungan. Dalam ajaran Zoroastrianisme, dia dikenal sebagai Ahura Mazda, anak dari Zurwan sekaligus Tuhan yang super-power. Dalam ajaran Manichaeisme, Dia tidak memiliki kekuatan super-power, Dia bahkan terjebak di dalam tubuh manusia. Manusia Asli memiliki 6 (enam) anak, yaitu:
1. Eter (Ruha/Roukha), dia kemudian terjebak di alam semesta;
2. Angin (Wahda/Wada, dia kemudian juga terjebak di alam semesta;
3. Terang (Nuhra/Rashna, dia kemudian juga terjebak di alam semesta;
4. Air (Bahra/Abrakha, dia kemudian juga terjebak di alam semesta;
5. Api (Raqsa/Angra), dia kemudian juga terjebak di alam semesta;
6. Pengetahuan (Anya/Amurva), dia satu-satunya anak dari Manusia Asli yang tidak terjebak di alam semesta, dia selalu mendampingi manusia, dan bertugas menyampaikan pesan dari manusia yang saleh kepada Bapa Keagungan, termasuk dari Bapa Keagungan kepada manusia yang saleh.

Nabi Mani diutus oleh Bapa Keagungan melalui perantaraan wahyu dari malaikat, dan Anya senantiasa menemani Nabi Mani. Anya dapat berada di segala tempat, dan dia dapat berpindah meninggalkan manusia-manusia yang semakin mendekati gelap daripada terang.

4. Roh Kudus (Ruha d'Qaddasa)

Roh Kudus (Ruha d'Qaddasa; ܪܘܗ ܕܩܕܣܐ) adalah roh hidup ciptaan Manusia Asli yang tercipta murni dari terang. Karena dia terang, dia sering dianggap "kembaran" terang (rashna), salah satu wajahnya Bapa Keagungan. Karena itu, dia dipuji sebagai "Penikmat Terang" (Hawiw Nehira; ܚܒܝܒ ܢܗܝܖܐ) oleh para penghuni Alam Terang. Dalam pandangan Manichaeisme, Roh Kudus dulu sering datang mengilhami nabi-nabi dan orang-orang saleh pendahulu Nabi Mani. Namun, setelah kedatangan Nabi Mani sebagai penutup dan penyempurna, Roh Kudus kembali ke Alam Terang dan menikmati terang di sana sampai akhir zaman karena tugasnya telah selesai. Roh Kudus menciptakan Pencipta Agung yang bertugas membentuk jasad roh-roh gelap yang mengeras dimakan roh-roh terang menjadi benda-benda langit.

5. Pencipta Agung (Ban Rabba)

Pencipta Agung (Ban Rabba; ܒܢ ܖܒܐ) adalah roh pencipta ciptaan Roh Kudus. Setelah perang antara Alam Terang melawan Alam Gelap dimenangkan oleh Alam Terang, roh-roh terang memakan mayat roh-roh gelap yang mengeras supaya roh-roh gelap ini tidak hidup kembali. Namun, setelah dimakan, mayat-mayat ini mulai menjelma menjadi benda-benda fisik. Roh Kudus berinisiatif menciptakan Pencipta Agung, yang tugasnya adalah membentuk benda-benda fisik ini menjadi "sesuatu". Pencipta Agung ini kemudian membentuk benda-benda fisik ini menjadi benda-benda langit (matahari, bulan, bintang-bintang, planet-planet, dll). Pencipta Agung lah yang berjasa memisahkan gelap dari terang melalui pembentukan benda-benda fisik sisa-sisa roh gelap tadi, yang kemudian menjadi alam semesta. Oleh sebab itu, dia dinamai Pencipta Agung, karena dia menciptakan alam semesta. Pencipta Agung juga menciptakan Roh Hidup (Ruha Hayya yang bertugas memberikan kehidupan bagi alam semesta sehingga alam semesta dapat hidup dan bergerak.

6. Roh Hidup (Ruha Hayya)

Roh Hidup (Ruha Hayya; ܪܘܚܐ ܚܝܐ ) adalah roh pemberi hidup bagi alam semesta ciptaan Pencipta Agung. Dia bertugas untuk memberikan kehidupan bagi alam semesta ciptaan Pencipta Agung sehingga alam semesta dapat hidup dan bergerak. Dia adalah roda penggerak setiap benda langit di alam semesta. Dia memiliki 6 (enam) anak, yaitu:
1. Penjaga Kemewahan (Safat Ziwa; ܨܦܬ ܙܝܘܐ), dia yang menjaga 10 langit;
2. Raja Kemenangan (Malek Shoha; ܡܠܟ ܫܘܒܚܐ), dia yang memberikan kesadaran/pencerahan semesta. Dalam pandangan Manichaeisme, boddhisattva dalam ajaran Buddhisme adalah Sang Raja Kemenangan, yang kemudian bersemayam ke dalam diri Sang Buddha, dan kelak siapapun yang beroleh pencerahan maka Sang Raja Kemenangan ini akan bersemayam di dirinya;
3. Terang Yang Tak Terkalahkan (Adamus Nuhra; ܐܕܡܘܣ ܢܘܗܪܐ), dia yang menjadi petarung paling tangguh dalam perang melawan Alam Gelap, dan dia mampu meng"hipnotis" roh-roh gelap untuk membelot berpihak kepadanya melawan Raja Kegelapan;
4. Raja Agung Kemuliaan (Malka Rabba Dikkara; ܡܠܟܐ ܪܒܐ ܕܐܝܩܪܐ), dia adalah penjaga gerbang Alam Terang dan duduk di singgasananya di langit kesepuluh. Dia adalah figur yang sama dengan Raja Agung Langit Ketujuh di dalam Kitab Henokh;
5. Atlas (Sebbla; ܣܒܠܐ), dia adalah penjaga di dunia bawah (underworld) tingkat kedelapan paling dasar. Dia adalah figur yang sama dengan Atlas dalam mitologi Hellenistik;
6. Sang Suara Tuhan (Qarya; ܩܪܝܐ), dia yang dapat menghidupkan yang telah mati. Dia lahir jika dibutuhkan oleh Roh Hidup. Dia juga pernah lahir menghidupkan Manusia Asli yang sempat terbunuh saat perang melawan Alam Gelap. Siapapun orang yang dihidupkannya kembali, maka orang itu akan menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

7. Sang Utusan (Izgadda)

Sang Utusan (Izgadda; ܐܝܙܓܕܐ) adalah roh terang yang ditakdirkan menjadi nabi terakhir. Dia adalah roh Nabi Mani. Nabi Mani pun juga digelari Mani Izgadda d'Nuhra (Mani Sang Utusan Terang).

8. Yesus Yang Berkilau (Isho' Ziwa)

Yesus Yang Berkilau (Isho' Ziwa; ܝܫܘܥ ܙܝܘܐ) adalah roh terang Yesus. Dia yang mengajari/memberikan pencerahan kepada Adam dan Hawa tentang hakikat roh terang di dalam tubuh mereka dan hakikat roh gelap di tubuh fisik mereka. Dalam ajaran Manichaeisme, dia adalah pengendali Yesus yang sebenarnya, atau bisa dikatakan "Yesus Asli". Jadi, Yesus yang hidup di abad pertama Masehi hanyalah ibarat robot yang dikendalikan oleh Yesus Asli ini dari Alam Terang. Ketika Yesus disalibkan, Yesus Asli tidak merasakan sakitnya disalib, sebab yang disalibkan hanyalah tubuh fisik Yesus yang merupakan hakikat dari roh gelap. Dia dapat mengendalikan terang. Di antara Zoroaster, Sang Buddha, dan Yesus, hanya Yesus yang dipercaya memiliki "pengendali" dari Alam Terang.

9. Dua Belas Perawan Terang (Trat'esra Btulta)

Dua Belas Perawan Terang (Trat'esra Btulta; ܬܪܬܥܣܪܐ ܒܬܘܠܬܐ) adalah 12 rasi bintang/konstelasi yang ada pada Zodiak. Mereka adalah para pemandu malam yang terangnya dapat memandu dalam gelap. Mereka juga penanda keberuntungan bagi orang-orang tertentu. Mereka juga memberi petunjuk jalan kepada 12 murid Mani dalam mengembara dalam menyampaikan misi/dakwah Manichaeisme.

10. Jalan Kemenangan (Esthun Shoha)

Jalan Kemenangan (Esthun Shoha; ܐܣܛܘܢ ܫܘܒܚܐ) adalah jalan besar yang sangat terang di langit malam yang menjadi jalan bagi orang-orang saleh yang telah meninggal menuju Alam Terang. Ini adalah Galaksi Bima Sakti.

Tokoh-tokoh di Alam Gelap

1. Raja Kegelapan (Malek Hasho'a)

Raja Kegelapan (Malek Hasho'a; ܡܠܟ ܚܫܘܟܐ) atau Pangeran Kegelapan adalah Penguasa Tertinggi Alam Gelap. Dia sederajat dengan Bapa Keagungan, hanya beda wilayah yang dikuasainya, yaitu Alam Gelap. Dia adalah kebalikan dari Bapa Keagungan. Jika Bapa Keagungan adalah sumber dari kehidupan, kecerdasan, kebajikan, dan kasih-sayang, maka Raja Kegelapan adalah sumber dari kebinasaan, kebodohan, kejahatan/keburukan, dan permusuhan.  Dia dijuluki Shitana yang artinya "Iblis Purba", dimana kelak julukan ini terserap ke dalam bahasa Arab menjadi Syaithan. Julukan "Iblis Purba" kerap muncul dalam Injil Mani, karena dia adalah figur roh gelap perdana/primitif yang ada di Alam Gelap sebelum akhirnya mati terbunuh oleh Raja Kegelapan saat perang antara Alam Gelap melawan Alam Terang meletus. Namun, tidak seperti mayat-mayat roh-roh gelap lainnya, mayatnya tidak dimakan oleh roh-roh terang, sehingga mayatnya mengeras menjadi ruang hampa di alam semesta. Itulah alasan mengapa roh-roh terang ini kemudian memakan mayat-mayat roh-roh gelap lainnya, karena berharap mayat-mayat roh-roh gelap ini tidak mengeras, meskipun pada akhirnya mereka tetap mengeras dan membuat Pencipta Agung berinisiatif membentuk mereka menjadi benda-benda fisik pengisi alam semesta. Dalam keyakinan Manichaeisme, figur Angra Mainyu dalam ajaran Zoroastrianisme tidak lain adalah Raja Kegelapan. Manichaeisme membantah Angra Mainyu sebagai anak dari Zurwan (yang diasosiasikan oleh Manichaeisme sebagai Bapa Keagungan). Artinya, dalam ajaran Manichaeisme, Bapa Keagungan dan Raja Kegelapan memang dua figur yang terpisah sejak awal, masing-masing tidak berasal dari satu leluhur.

Raja Kegelapan memiliki 5 (lima) Kesuraman (Shakharit) yang merupakan lawan dari 5 (lima) Kebijaksanaan (Shekinah) yang dimiliki Bapa Keagungan. Kelima Shakharit itu adalah:
1. Hawa Nafsu (bakhishota; ܒܚܝܫܘܬܐ);
2. Kepicikan (akdi'a; ܐܟܕܢܝܐ);
3. Tipu Daya (daggola; ܕܓܘܠܐ);
4. Kedengkian (nakrina; ܢܟܪܢܐ);
5. Kesesatan (absha; ܐܒܫܐ).


2. Pangeran Kegelapan (Ashaklun)

Pangeran Kegelapan (Ashaklun; ܐܫܩܠܘܢ) adalah anak dari Raja Kegelapan dan kakak (sekaligus pasangan kimpoi/incest) dari Putri Kegelapan. Ashaklun sendiri artinya adalah "Si Tampan". Nama ini tidak mencerminkan bentuk/rupa aslinya, yaitu ular dengan wajah yang buruk rupa. Meskipun bertubuh ular, namun dia memiliki banyak pasukan berkuda yang digunakannya dalam perang antara Alam Gelap melawan Alam Terang. Dia bersetubuh dengan adiknya, Putri Kegelapan, dan melahirkan Setan Raksasa (Yahta) secara aborsi dan kelak menjadi manusia pertama (laki-laki dan perempuan), nenek-moyang kita semua. Dalam ajaran Manichaeisme, figur Adi Zahaka dalam Zoroastrianisme adalah sang Pangeran Kegelapan. Dia mati dibunuh oleh Roh Hidup dalam perang, dan mayatnya dimakan oleh anak-anaknya Roh Hidup. Mayatnya yang telah dimakan itu dibentuk oleh Pencipta Agung menjadi bintang-bintang di alam semesta.

3. Putri Kegelapan (Newero'el)

Putri Kegelapan (Newero'el; ܢܒܪܘܐܠ) adalah anak dari Raja Kegelapan dan adik (sekaligus pasangan kimpoi/incest) dari Pangeran Kegelapan. Newero'el atau Nuro'el artinya adalah "Si Jelita". Nama ini memang mencerminkan dirinya yang berbentuk seperti bidadari yang cantik jelita, dan memang Manichaeisme memandang kecantikan/keindahan wanita sebagai bagian dari kegelapan. Pangeran Kegelapan sang ular diketahui merupakan figur setan yang sangat bernafsu, sehingga Raja Kegelapan menciptakan pasangan yang berlawanan (dualistic gender) sebagai pemuas hasrat nafsunya yang menggebu-gebu. Dari Pangeran Kegelapan, Putri Kegelapan melahirkan Setan Raksasa (Yahta) secara aborsi. Dia juga mati dibunuh oleh Roh Hidup dalam perang, dan mayatnya juga dimakan oleh anak-anaknya Roh Hidup. Mayatnya yang telah dimakan itu dibentuk oleh Pencipta Agung menjadi bulan, matahari, dan bumi di alam semesta.

4. Setan Raksasa (Yahta)

Setan Raksasa (Yahta; ܝܚܛܐ) adalah janin aborsi dari Putri Kegelapan dan Pangeran Kegelapan. Karena hasil aborsi, maka dia bentuknya tidak sempurna dan menyeramkan. Tubuhnya tidak jelas berbentuk apa dan wajahnya sangat buruk rupa dengan bentuk yang juga tidak jelas. Dia disebut raksasa karena, menurut ajaran Manichaeisme, kelompok raksasa Nephilim dalam ajaran Yudaisme adalah keturunan dari Setan Raksasa. Setan Raksasa ini juga yang menjadi asal-usul manusia pertama. Nama Yahta sendiri artinya "jatuh ke bawah", yang mencerminkan aborsi. Namun, nama ini juga mencerminkan bagaimana dia menjelma menjadi dua pasang manusia pertama leluhur kita. Dia mati dibunuh oleh Manusia Asli, dan mayatnya dimakan oleh Manusia Asli dan Roh Hidup. Namun, tiba-tiba mereka berdua terjebak di dalam mayat Setan Raksasa yang mereka makan karena jasadnya mulai mengeras, sehingga akhirnya Bapa Keagungan menggantung jasad Setan Raksasa ini di langit dan mengeluarkan Manusia Asli dan Roh Hidup. Terang dari keduanya memang berhasil dikeluarkan sebagian, namun sebagian lainnya masih terjebak di dalam, karena jasad Setan Raksasa memberontak dan akhirnya jatuh ke bumi. Kejatuhannya dari langit ke bumi inilah yang mungkin menjadikan dirinya dinamai sebagai Yahta.

5. Adam dan Hawa (Adam Wekhawa)

Adam dan Hawa (Adam Wekhawa; ܐܕܡ ܘܚܘܐ) adalah dua pasang laki-laki dan perempuan manusia pertama yang menjadi nenek-moyang kita semua. Mereka berdua dan keturunannya adalah sisa-sisa terakhir roh gelap yang masih hidup sampai hari ini. Pada mulanya, Setan Raksasa mati dibunuh oleh Manusia Asli, dan mayatnya dimakan oleh Manusia Asli dan Roh Hidup. Namun, tiba-tiba mereka berdua terjebak di dalam mayat Setan Raksasa yang mereka makan karena jasadnya mulai mengeras, sehingga akhirnya Bapa Keagungan menggantung jasad Setan Raksasa ini di langit dan mengeluarkan Manusia Asli dan Roh Hidup. Terang dari keduanya memang berhasil dikeluarkan sebagian, namun sebagian lainnya masih terjebak di dalam, karena jasad Setan Raksasa menggeliat dan akhirnya jatuh ke bumi. Dalam pandangan Manichaeisme, kisah kejatuhan Malaikat Terang karena memberontak melawan Tuhan di dalam Alkitab tidak lain adalah kejatuhan Setan Raksasa yang memberontak ketika dikeluarkan terang dari dalam dirinya. Jasad Setan Raksasa ini kemudian dibelah menjadi dua oleh Bapa Keagungan dan menjadi Adam dan Hawa. Kemunculan mereka dalam ajaran Manichaeisme dipandang sebagai "bencana terbesar", karena mereka muncul karena roh-roh terang anak-anak dari Roh Hidup terlambat dikeluarkan dari jasad Setan Raksasa.

Sistem Hirarki dan Patriarki Gereja Manichaean
Sebagaimana agama-agama lainnya, Manichaeisme juga memiliki tempat ibadah. Namun, peribadatan Manichaeisme tidak memiliki nama, dan orang-orang Yunani senantiasa menyebut tempat ibadah mereka sebaga "gereja" (ecclesiastes, kemudian para penulis Kristen menyebutnya sebagai "Gereja Manichaean"). Namun, istilah "gereja" dalam konteks ini bukan merujuk tempat peribadatan, melainkan patriarkhi hirarkal. Gereja Manichaean ini seperti "Exilarkh" (Rosh Galluta) dalam tradisi Yudaisme, atau "Gereja Patriarkh/Kepausan" dalam tradisi Kekristenan (misal: Gereja Katolik Roma, Gereja Ortodoks Syria, Gereja Timur Assyria, Gereja Tewahedo, Gereja Koptik, dll). Dan pembagian struktur hirarki kegerejaan dalam Manichaeisme ini juga bersumber dari teks-teks Kekristenan yang cenderung kontra dengan Manichaeisme, karena memang tujuan teks-teks Kekristenan ini adalah sebagai apologi dan polemik melawan Manichaeisme. Namun setidaknya petunjuk dari teks-teks Kekristenan ini bisa menggambarkan struktur hirarki kegerejaan Manichaean.

Pada dasarnya, umat Manichaean dibagi atas 2 (dua) kelompok berdasarkan beban dan tanggungjawab spiritual mereka, yaitu:

1. "Para Terpilih" / The Elects (Meshmana; ܡܫܡܫܢܐ / Electae);
2. "Para Pendengar/Audiens" / The Hearers (Shamo'e; ܫܡܘܥܐ / Auditores).

ELECTS

"Para Terpilih" / The Elects (Meshmana; ܡܫܡܫܢܐ / Electae) adalah orang-orang yang wajib menjalankan semua perintah dan larangan yang diatur dalam ajaran Manichaeisme. Mereka memperoleh privilege dalam hirarki dengan jabatan/rank kependetaan serta pengelolaan dana umat, karena mereka memiliki tanggungjawab terhadap umat dan jemaat dalam Gereja Manichaean. Istilah "para terpilih" mencerminkan rohani mereka yang dipilih oleh Bapa Keagungan untuk menjadi penyampai ajaran Nabi Mani agar manusia dapat tercerahkan (roh-roh terang dapat kembali ke Alam Terang). Tugas dan tanggungjawab The Elects menjadi lebih berat, karena tidak hanya sekedar menjalankan perintah dan larangan, namun juga wajib mengajarkannya kepada The Hearers, termasuk menjawab setiap pertanyaan yang datang dari The Hearers. Pada praktiknya, The Hearers akan memiliki pertanyaan-pertanyaan beragam, dan The Elects wajib menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dalam suatu keputusan yang bersifat ad hoc pada mulanya. Namun, keputusan ad hoc itu bisa menjadi sebuah keputusan hukum yang baku (codex) sebab pengelolaan Gereja Manichaean berada di tangan The Elects, dimana tentunya setiap jawaban ad hoc mereka dapat dipandang sebagai codex. Secara hirarkis, The Elects terbagi menjadi 5 (lima) level dari yang tertinggi sampai terendah sbb:

1. Imam Besar / Uskup Agung (Kahina)

Imam Besar / Uskup Agung (Kahina; ܟܗܢܐ) adalah Patriarkh/Pemimpin Tertinggi Gereja Manichaean. Orang yang menjadi Imam Besar adalah orang yang dipercaya sebagai penerus Nabi Mani. Sisin adalah Imam Besar pertama Manichaean dipilih langsung oleh Nabi Mani. Dia dipanggil "Bapa Sisin" (Mar Sisin) dalam lidah Syria, dan disebut Sisinus dalam teks-teks Yunani. Mar Sisin adalah satu dari 12 Murid Mani. Dia dipercaya memiliki kesaktian dapat berpindah tempat dalam waktu bersamaan, sehingga dia diyakini yang telah menyebarkan ajaran Manichaeisme ke Romawi hingga Asia Tengah. Dia mendirikan Gereja Manichaeisme dan sejak itu tradisi partiarkhal/kepausan berlanjut sampai Imam Besar yang terakhir, yaitu Abu Hilal Ad-Daihuri yang hidup di abad ke-8 selama masa khalifah Al-Manshur. Tidak diketahui dia Imam Besar yang keberapa, namun dia jelas yang terakhir diketahui dalam sejarah Gereja Manichaean. Imam Besar membawahi missionaris yang bertugas berdakwah Manichaeisme keluar gereja serta membangun komunitas Gereja Manichaean di wilayah misinya masing-masing. Secara harfiah, kahina artinya "pendeta/rahib/imam". Istilah kahina juga digunakan dalam tradisi Kekristenan di Syria untuk menyebut Bapa-bapa Gereja, dan diserap ke dalam bahasa Arab menjadi Kahin. Dalam tradisi Yudaisme, Imam Agung juga disebut Kohen/Qohen yang berasal dari suku Lewi.

2. Rasul (Shalikha)

Rasul (Shalikha; ܫܠܝܚܐ) adalah orang yang diserahi tugas menyebarkan ajaran Manichaeisme. Rasul dalam pengertian ini bukanlah "utusan Tuhan", namun lebih mirip seperti pendakwah/da'i dan missionaris. Keduabelas murid Nabi Mani disebut Rasul. Namun, karena banyak teks Manichaean yang hilang/punah, maka hanya 3 (tiga) saja Rasul yang berhasil diidentifikasi oleh sejarahwan. Ketiga Rasul Mani tsb adalah Sisin (w. circa 291/292) yang kemudian menjadi Bapa Gereja Manichaean pertama (di dalam teks Yunani, namanya ditulis Sissinos), Ammo (w. ?) yang merupakan murid kesayangan Nabi Mani, dan Zaku yang menyebarkan ajaran Manichaeisme ke Eropa Timur (di dalam teks Yunani, namanya ditulis Acouas). Para Rasul diwajibkan untuk hidup asketik dan tidak boleh mengelola gereja. Karena perilaku tapa mereka, istilah Shalikha menjadi cukup populer dan terserap ke dalam bahasa Arab menjadi Salik (istilah yang sama merujuk pada orang yang menjalani laku tapa/asketik/zuhud).

3. Uskup ('Apisqoppa)

Uskup ('Apisqoppa; ܐܦܣܩܘܦܐ) adalah murid-murid dari para Rasul yang diserah-tugaskan mendirikan gereja Manichaean di wilayah-wilayah ordinal/sebaran, untuk selanjutnya Uskup dipilih melalui aklamasi/voting dewan keuskupan. Gereja-gereja Kekristenan juga memiliki titel Uskup sehingga keberadaan Gereja Manichaean nampak menyerupai Kekristenan. Diketahui ada sebanyak 72 uskup di masa awal Manichaeanisme. Salah seorang murid Nabi Mani di luar keduabelas muridnya yang bernama Adda adalah seorang uskup yang menjalankan Gereja Manichaean Antiokhia, dan menjadi satu-satunya uskup Manichaean yang berguru langsung kepada nabinya. Juga ada salah seorang uskup yang terkenal, yaitu Faustus dari Mileve. Faustus terkenal karena pernah menjadi guru bagi Agustinus dari Hippo ketika Agustinus murtad dari Kekristenan. Setelah Agustinus bertobat dan kembali memeluk Kekristenan, Agustinus menjadi tokoh yang sangat vokal memberantas Manichaean melalui kitab-kitab apologetikanya, dan dari situlah banyak sekali petunjuk mengenai kehidupan keagamaan Manichaeisme di masa hidup Agustinus.

4. Rahib/Pendeta ('Qashisha)

Rahib/Pendeta ('Qashisha; ܩܫܝܫܐ) adalah murid-murid dari para Rasul yang hidup selibat/perilaku tapa, tidak mengasuh gereja Manichaean manapun, meskipun mereka tetap harus mengabdi di gereja Manichaean. Para rahib generasi selanjutnya berguru kepada Uskup di gerejanya masing-masing (semacam seminari atau pesantren). Pada praktiknya, The Hearers lebih sering bertanya kepada Rahib daripada kepada Uskup. Istilah rahib ini sepadan dengan presbyter dalam hirarki Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Syria. Pada abad ke-3, rahib-rahib Manichaean yang tersebar ke seluruh penjuru ada sebanyak 360 rahib.

5. The Elects Lainnya

The Elects yang tidak tergolong elit di atas akan disebut sebagai The Elects secara general.

HEARERS

"Para pendengar/Audiens" (Shamo'e; ܫܡܘܥܐ / Auditores), atau yang dikenal di kalangan sejarahwan sebagai "The Hearers", adalah kelompok umat/jemaat Manichaean pada level paling bawah/akar rumput. Mereka adalah orang-orang yang masih awam terhadap ajaran Manichaeisme dan masih membutuhkan bimbingan dari kalangan The Elects. Karena beratnya perintah dan larangan (syari'at) Manichaeisme, termasuk masih banyaknya hal-hal doktrinal/keimanan yang belum bisa dipahami sepenuhnya, sehingga kelompok jemaat yang awam ini tidak diwajibkan menjalankan seluruh syari'at Manichaeisme. Dari sebutannya saja, "para pendengar", maka sudah cukup memberikan gambaran aktifitas mereka dalam lingkungan keagamaan Manichaeisme adalah sebagai pendengar. Maksudnya, mereka umumnya akan duduk berkumpul pada suatu majelis/kajian Manichaeisme, baik yang berada di gereja-gereja Manichaean maupun di tempat manapun, untuk mendengarkan khotbah harian dari uskup dan rahib. Uskup Faustus dari Mileve diketahui sering berkhotbah di sebuah bukit Numidia. The Hearers diperbolehkan membawa alat tulis ketika sang Uskup sedang berkhotbah, dan mencatat semua penyampaian khotbahnya sebagai panduan bagi The Hearers, namun tidak wajib. Selain itu, The Hearers juga terlibat aktif dalam bertanya kepada The Elects tentang beragam hal, yang pada umumnya adalah pertanyaan seputar "halal haram". Tradisi kajian Manichaeisme ini mirip dengan tradisi fiqh kaum Muslim awal, dimana ummat Muslim biasanya juga berkumpul pada suatu majlis halaqah (kajian keagamaan sederhana dengan duduk melingkar) bersama para santri, dan mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar fiqh kepada faqih. Segala informasi baru yang diterima dari satu pertanyaan saja dapat menjadi pedoman yang diikuti seluruh jemaat The Hearers. Meskipun demikian, The Hearers tidak diwajibkan mengikuti seluruh syari'at Manichaeisme. Biasanya, mereka hanya dibebankan porsi ibadah yang lebih sedikit dan yang tidak terlalu berat. Meskipun demikian, menjadi The Hearers tetap ada konsekuensi iman. Seorang Hearer apabila meninggal, maka diyakini roh terangnya hanya berpindah dari tubuh fisik ke bentuk fisik alam semesta lainnya (tanah dsbnya) sambil menunggu "kelahiran kembali" (reinkarnasi). Dalam ajaran Manichaeisme, reinkarnasi hanya terjadi bagi The Hearers. Seorang non-Manichaean yang meninggal, roh terangnya akan ikut binasa walaupun tubuh fisiknya meluruh menjadi bentuk fisik lainnya. Seorang The Elects yang meninggal, roh terangnya akan bebas dan kembali ke Alam Terang. Oleh sebab itu, seorang Hearer sebenarnya dianjurkan untuk "naik kelas" menjadi Elect, agar dapat menjalani syari'at Manichaeisme secara penuh sehingga bisa fokus dengan tujuan utama ajaran Manichaeisme, yaitu pembebasan roh terang dalam dirinya untuk kembali ke Alam Terang. Namun, reinkarnasi seorang Hearer diyakini akan menjadi orang yang lebih baik dan lebih saleh daripada kehidupan sebelumnya, dan dia akan lebih bertekad menjalani syari'at Manichaeisme sepenuh hati.
Sistem Konversi / Perpindahan Agama

Lukisan "Saint Augustine" (1645) karya Philippe de Champaigne(w. 1674)


Berdasarkan beberapa catatan di luar tradisi Manichaeisme, terutama dalam kitab/traktat Confessiones karya Agustinus dari Hippo (w. 430), kita menemukan beberapa petunjuk mengenai tata-cara pindah agama ke Manichaeisme. Sebagai informasi awal, kitab Confessiones ("Pengakuan [Dosa]") adalah sebuah traktat pengakuan dosa yang ditulis oleh Santo Agustinus, dimana dia sebelumnya adalah murid seminari Katolik yang murtad memeluk Manichaeisme karena pergolakan imannya yang meragukan beberapa doktrin Kekristenan. Namun, setelah menjalani agama Manichaeisme selama 4 (empat) tahun, dia pun kembali lagi memeluk Kekristenan sehingga kitab ini ditulis sebagai bentuk pertanggungjawaban atas "pertobatan"-nya dari "kesesatan" ajaran Manichaeisme. Tentu saja yang ditulisnya ini mengandung polemik dan subyektif, namun beberapa hal yang disampaikannya dapat dikatakan sebagai fakta, di antaranya berkaitan dengan apa yang benar-benar telah disaksikan dan dialaminya selama menjadi jemaat Manichaean. Setidaknya dalam hal perpindahan agama/konversi, kita hanya menemui data historiografi dari catatan Santo Agustinus ini. Selama menjadi Manichaean, dia bergabung dengan jemaat Manichaean di Mileve (Milah) di Numidia (Aljazair). Dia berguru langsung kepada Uskup Faustus dari Mileve (w. ?), seorang uskup kepala Gereja Manichaean di Numidia, yang kelak menjadi rival sekaligus obyek sasaran apologetikanya.

Dari catatan Santo Agustinus, diketahui bahwa Gereja Manichaean menerima praktik konversi sebagaimana agama-agama lainnya. Konversi ke Manichaeisme memiliki beberapa ritual yang tergantung pada agama apa yang dianut calon pemeluk Manichaean sebelumnya. Bagi calon pemeluk dari orang Kristen, sang calon akan diikutsertakan dahulu sebagai The Hearers selama 6 (enam) bulan, ini mirip dengan proses Katekisasi dalam tradisi Katolik yang dilaksanakan selama 1 (satu) tahun. Seorang calon harus ikut dalam khotbah harian dan wajib mempelajari terlebih dahulu Manichaeisme, dengan tujuan supaya calon tsb benar-benar yakin terlebih dahulu dengan ajaran Nabi Mani. Setelah katekisasi ini, sang calon akan diberi ujian/tes lisan. Pertanyaannya seputar dualisme, untuk menjamin apakah para calon ini mendengarkan kajian The Hearers ini dengan baik atau tidak. Kesungguhan dan kemantapan tekad calon pemeluk dari kalangan Kekristenan ditentukan dari sini. Dalam tradisi Manichaeisme di Numidia, jika seorang calon tidak bisa menjawab pertanyaan lebih dari separuhnya, maka calon tsb akan diragukan benar-benar mantap untuk pindah agama ke Manichaeisme, sebab tekad dan kemantapan hati adalah faktor yang menentukan keseriusan calon Manichaean untuk menjalani ibadah dan mendengarkan khotbah.

Setelah lulus ujian katekisasi, sang calon dari pemeluk Kristen akan menjalani prosesi baptis yang sama seperti tradisi Kekristenan. Sang calon hanya diperkenankan mengenakan jubah putih dari kain lenan tanpa ikatan/simpul dan jahitan. Prosesi awal adalah pengakuan iman (kredo/syahadat) yang disaksikan di hadapan seluruh The Elects (jumlahnya bisa lebih dari 30 orang), dengan mengucapkan: "Saksikanlah bahwa aku percaya akan hakikat dua alam, yang telah diajarkan oleh Bapa Keagungan, dan yang telah disampaikan kepada Nabi Mani". Kemudian, dia diarahkan kepada suatu kolam yang telah didoakan oleh para Elects untuk diceburkan penuh (menyelam) sebanyak 3 (tiga) kali. Sebelum diceburkan, sang calon mengucapkan: "Saksikanlah bahwa aku bertekad dengan sungguh-sungguh membebaskan roh terangku dari tubuh jahatku". Pada setiap ceburan, sang calon mencipratkan dulu air di hadapannya hingga air tsb terciprat keluar kolam. Lalu setelah ceburan pertama, sang calon mengucapkan: "Saksikanlah bahwa aku berjanji akan mengabdikan diriku kepada Komune/Majelis" (mungkin yang dimaksud "komune/majelis" ini adalah gereja wilayah yang menyelenggarakan konversi ybs). Kemudian setelah ceburan kedua, sang calon mengucapkan: "Saksikanlah bahwa aku berjanji akan menerima seluruh keputusan Komune/Majelis". Terakhir, setelah ceburan ketiga, sang calon mengucapkan: "Saksikanlah bahwa aku berjanji akan berusaha memenuhi hak roh terangku untuk beroleh kebebasan". Kalimat janji yang terakhir ini sulit dipahami bagi Santo Agustinus. Dia mengkritisi kalimat ini bertentangan dengan kedudukan sang calon pemeluk tsb sebagai The Hearer yang seharusnya tidak dibebankan untuk melaksanakan seluruh syari'at Manichaeisme yang konsekuensinya roh terang tidak dapat memperoleh kebebasan. Namun demikian, ketiga penceburan itu menandakan fase terakhir konversi. Sang calon pemeluk Manichaeisme akan dapat diakui sebagai seorang Manichaean apabila seluruh The Elects yang hadir secara serempak mengucapkan: "Sah!". Jika tidak sah, maka prosesi pembaptisan akan diulang di kemudian hari.
 
Ritual Peribadatan

Lukisan Sutra "The Elects" circa abad ke-13 karya Anonim


Dalam hal ritual/peribadatan, Manichaeisme membedakan kewajiban melaksanakan peribadatan berdasarkan status pemeluknya (The Elects atau The Hearers). The Elects dituntut untuk melaksanakan seluruh kewajiban peribadatan. Kewajiban bagi The Hearers tidak sebanyak The Elects. Sekalipun satu jenis ibadah, namun ketentuan The Hearers lebih ringan daripada The Elects. The Elects dikenakan ketentuan yang utuh dan ketat, sedangkan The Elects hanya sebagian kecil dan tidak mengikat. Tentu saja konsekuensinya berbeda. The Hearers tidak akan mencapai pembebasan roh terang kembali ke Alam Terang, melainkan akan kembali hidup (reinkarnasi) dalam figur pribadi yang lain. Sedangkan The Elects yang secara konsisten menjalankan semua perintah dan menjauhi seluruh larangan pada agama Manichaeisme serta melaksanakan kewajiban peribadatannya, maka dia akan meraih pembebasan roh terang kembali ke Alam Terang. Namun, The Elects memiliki risiko jatuh pada kebinasaan setelah mati nanti (roh terangnya akan ikut mati bersama matinya tubuh fisik) jika mereka mangkir dari kewajiban peribadatan.

Untuk The Hearers, ada 3 (tiga) jenis peribadatan yang wajib dilaksanakan:
1. Sembahyang harian.
2. Puasa.
3. Sedekah.

Sembahyang Harian

Berdasarkan Kanon Tujuh Manichaeisme (Heptateukh), Manichaeisme mewajibkan umatnya untuk melaksanakan sembahyang/shalat harian (seperti shalat dalam Islam). Sembahyang ini disebut sebagai aqapta(ܐܩܦܬܐ). Aqapta dilaksanakan sebanyak 4 kali sehari bagi The Hearers, dan 7 kali sehari bagi The Elects. Namun, karena teks-teks Heptateukh banyak yang hilang atau telah punah, kita tidak dapat mengetahui secara langsung bagaimana ketentuan pelaksanaan ritual agapta. Kita dapat menemukan catatan non-Manichaean yang memberikan petunjuk tentang agapta secara lebih rinci. Ibnu Nadim dalam kitabnya, Fihristul-'Ulum, mencatat bahwa Manichaean mendirikan "shalat" (agapta) di siang menjelang sore hari, sore hari, petang (setelah matahari terbenam), dan malam hari. Sedangkan Al-Biruni mencatat waktu shalat mereka adalah fajar, pagi hari, tengah siang, dan malam hari. Meskipun keduanya berbeda tentang kapan waktu agapta didirikan, namun perbedaan keduanya menunjukkan bahwa sebenarnya The Hearers diperbolehkan memilih 4 dari 7 waktu aqapta yang wajib dilaksanakan oleh The Elects secara bebas. Apabila catatan Al-Biruni dan Ibnu Nadim digabung, kita memperoleh petunjuk bahwa ketujuh aqapta itu adalah:
1. Fajar;
2. Pagi hari;
3. Tengah siang;
4. Siang menjelang sore;
5. Sore hari;
6. Petang (setelah matahari terbenam);
7. Malam hari.

Setiap aqapta akan diawali dengan ritual pembasuhan, sama seperti wudhu sebelum shalat. Manichaean juga mengadakan aqapta secara berjama'ah, namun tidak diketahui apa yang akan menjadi penanda telah masuk waktu aqapta. Sedangkan yang menjadi kiblat bagi aqapta adalah matahari (apabila waktu aqapta pagi hari sampai sore hari) dan bulan (apabila waktu aqapta fajar, petang, dan malam hari. Apabila bulan sedang tidak terlihat, mereka akan menghadap ke arah utara sebagai kiblat di fajar, petang, dan malam hari. Prosesi wudhu diawali dengan sejumlah doa pemberkatan kepada 10 langit. Lalu pembasuhan dimulai dari sebelah kanan terlebih dahulu, yaitu ubun-ubun, rambut, wajah, leher, tangan, dan kaki. Air yang ditumpahkan juga tidak banyak, melainkan hanya seperlunya saja kira-kira seluas wilayah yang akan dibasuh. Bejana yang digunakan harus dari kaca bening, sehingga air dapat nampak secara kasat mata. Pembasuhan diakhiri dengan doa pemberkatan kepada Nabi Mani, para nabi, dan para Rasul.

Seluruh agapta terdiri atas 12 raka'at. Tidak peduli mau itu agapta pagi maupun agapta malam. Rukun agapta cukup mudah. Dalam catatan Santo Agustinus, dijelaskan cukup gamblang mengenai tata-cara pelaksanaan agapta. Ritual agapta dimulai dengan cara berdiri tegak menghadap kiblat. Doa dipanjatkan dengan suara lantang. Sebelum berdoa, kedua tangan diangkat tinggi-tinggi menengadah ke atas bersama dengan wajah yang menghadap ke atas. Setelah doa dipanjatkan, lalu gerakan berikutnya adalah bersujud. Saat bersujud, doa dipanjatkan lagi tanpa suara (di dalam hati). Doa yang dipanjatkan saat berdiri di setiap raka'at adalah:
1. Doa pujian kepada Bapa Keagungan;
2. Doa pujian kepada Ibu Kehidupan;
3. Doa pujian kepada Manusia Asli;
4. Doa pujian kepada Roh Kudus;
5. Doa pujian kepada Pencipta Agung;
6. Doa pujian kepada Roh Hidup;
7. Doa pujian kepada Sang Utusan Terang;
8. Doa pujian kepada Yesus Yang Mewah;
9. Doa pujian kepada Dua Belas Perawan Terang;
10. Doa pujian kepada Sang Jalan Kemenangan;
11. Doa yang bebas untuk keinginan diri sendiri;
12. Doa pemberkatan (mendoakan The Elects).

Setelah sujud pada raka'at terakhir, agapta diakhiri dengan menolehkan wajah ke kanan lalu ke kiri dengan posisi masih bersujud. Ibnu Nadim mencatat bahwa shalatnya orang Manichaean sederhana namun rapi, dan tidak pernah lama-lama.

Pada catatan Santo Agustinus, Faustus dari Mileve menjelaskan bahwa kiblat hanyalah penanda arah, bukan obyek yang disembah. Jadi, bukan matahari yang disembah, ataupun bulan yang disembah. Agapta yang didirikan oleh seorang Manichaean lebih "afdhal"/utama apabila ybs fokus kepada terang cahaya matahari dan bulan. Karena dipercaya bahwa partikel cahaya pada matahari dan bulan adalah bentuk dari emanasi roh terang yang terjebak di dalamnya, sehingga agapta dipandang seperti ritus "sinkronisasi" antara terang matahari/bulan dengan terang diri kita. Tentu saja Santo Agustinus mengkritisi praktik agapta ini, yang menurutnya hanya takhayul yang berkarakteristik pagan. Namun mungkin saja pandangan tentang "sinkronisasi" ini hanya pandangan kelompok Manichaean di Numidia. Tapi perihal tentang emanasi, seluruh komunitas Manichaean dapat dipastikan meyakini tentang emanasi.

Puasa

Puasa (sawmo) juga merupakan ibadah Manichaeisme. Manichaeisme mengenal 2 (dua) jenis puasa, yang tampaknya keduanya wajib. Puasa yang pertama adalah "Puasa Wahyu". Puasa ini dilaksanakan setiap orang yang berulang 12 tahun. Jadi, jika ada seorang Manichaean sejak lahir dan pada saat dia menginjak usia 12 tahun, maka dia wajib berpuasa selama 40 hari dalam setahun di usia 12 tahun tsb. Demikian juga ketika dia menginjak usia 24, maka dia wajib berpuasa lagi selama 40 hari dalam setahun di usia 24 tahun tsb. Dia tetap wajib melaksanakan puasa seterusnya untuk kelipatan 12 tahun (36, 48, 60, 72, dstnya). Kewajiban puasa juga diterapkan bagi konverter/mu'allaf (pemeluk Manichaeisme yang pindah dari agama sebelumnya). Hanya saja, perhitungannya dimulai dari nol. Jadi, jika ada seorang konverter memeluk Manichaeisme di usia 20 tahun, maka dia baru mulai berpuasa 12 tahun kemudian, yaitu pada saat dia menginjak usia 32 tahun. Begitu seterusnya.

Puasa dilakukan selama 14 jam, dimulai ketika fajar sampai malam hari (sekitar pukul 5 pagi sampai pukul 7 sore). Puasa dilakukan dengan tidak memasukkan apapun ke dalam mulut (makan dan minum). Puasa dikatakan batal apabila ada benda apapun masuk ke mulut. Tidak cukup jelas ketentuannya, apakah benda tsb harus bercampur air liur kah, atau harus melewati kerongkongan kah, namun apapun yang dianggap makan dan minum dapat dianggap batal. Dan apabila puasanya batal, maka ketentuannya adalah memulai lagi dari nol. Jadi, jika orang tsb batal pada puasa ke-40, maka dia harus memulai lagi puasa ke-1 di esok harinya dan menjalani puasa selama 40 hari lagi. Begitu pula ketentuan waktu 40 hari puasa adalah harus berturut-turut sepanjang 40 hari (tidak dilongkap). Apabila ada hari yang terputus sebelum 40 hari, maka dia wajib mengulangi lagi berpuasa dari hari ke-1. Sedangkan untuk bulannya tidak ditentukan alias bebas memilih kapan waktu memulai puasanya, sepanjang itu dilakukan pada usia tsb (12, 24, 36, 48, dstnya). Tidak diketahui bagaimana jika belum sampai 40 hari dia sudah tambah usia (misalnya besok usiamu 13 tahun, namun kamu belum menyelesaikan puasa 40 harimu di usia 12 tahunmu hari ini), karena sumber dari kitab-kitab Manichaean yang existing hanya sedikit. Begitu pula soal pantangan selama puasa juga tidak diketahui.

Puasa yang kedua adalah "Puasa Hari Ganda". Puasa ini dilaksanakan setiap tahun selama 5 (lima) kali pada tanggal-tanggal tertentu. Tidak diketahui tanggal berapa, namun ada 2 (dua) hari puasa yang dilaksanakan berkelanjutan secara penuh selama 48 jam penuh pada tanggal yang dipercaya sebagai hari martir/syahid-nya Sisin, salah seorang rasul Mani yang paling utama sekaligus Archegos/Risgola pertama Gereja Manichaean. Sisin tewas terbunuh pada saat Maharaja Bahram I menyerbu dan menghancurkan Gereja Manichaean Babylonia di Mahoze (Al-Mada'in, Iraq). Kematiannya diperingati sebagai kemartiran terbesar pada persekusi Manichaean awal yang bertepatan saat "Puasa Hari Ganda".

Sedekah

Sedekah (miqdala) adalah ibadah yang wajib bagi seluruh Manichaean, baik The Elects maupun The Hearers. Tidak diketahui bagaimana ketentuannya, karena sumber dari kitab-kitab Manichaean yang existing tidak ditemukan penjelasan rinci mengenai syarat, jumlah, maupun waktu, sehingga tidak diketahui apakah ada jumlah yang ditentukan, atau bebas seikhlasnya. Kemungkinan sedekah juga dilakukan dalam bentuk perpuluhan kepada Gereja Manichaean.
 
Peraturan (Syari'at) dan Suluk
Agama Manichaeisme terkenal dengan ketatnya dalam menjalani suluk/tarekat pada syari'at-nya. Ada banyak pantangan/larangan dalam ajaran Manichaeisme, bahkan lebih banyak larangan daripada perintah. Namun, pantangan tsb dibedakan antara The Elects dengan The Hearers. The Elects wajib mematuhi seluruh pantangan, sedangkan The Hearers hanya dikenakan pantangan jauh lebih sedikit, atau pantangan dengan ketentuan tertentu (conditional). Pada bagian ini, kita akan membahas seluruh pantangan dalam agama Manichaeisme. Adapun dalam hal melanggar pantangan, Manichaeisme tidak mengenal penerapan sanksi legal maxim dan penal code, atau tanggungjawab logis. Manichaeisme mengakui dan menerima sanksi yang diatur dalam hukum kebudayaan/ketatanegaraan dimana mereka berada, namun Manichaeisme tidak mengatur sanksi tsb. Misalnya, jika seorang Manichaean membunuh, maka dia akan diadili dan diberi sanksi sesuai hukum negara, namun tidak ada sanksi yang diatur oleh hukum agama. Konsekuensi yang diterima pelanggar dalam perspektif iman Manichaeisme bersifat batiniah. Konsekuensi bagi pelanggar dari kalangan The Hearers, mereka akan semakin dikuasai roh gelap dan semakin sulit untuk bereinkarnasi apabila meninggal kelak, sehingga harus ada pertobatan/kebulatan tekad untuk menjalani pantangan Manichaeisme. Sedangkan konsekuensi bagi pelanggar dari kalangan The Elects, mereka telah dikalahkan oleh kuasa roh gelap dan tidak akan berhasil untuk membebaskan roh terang apabila meninggal kelak. Mereka masih memiliki kesempatan memperbaiki diri, namun tidak bisa lagi membebaskan roh terang, melainkan untuk mencegah kebinasaan dan mencapai reinkarnasi. Dalam tatanan hirarki, seorang Elect sangat mungkin dikeluarkan dari komunitas The Elects pada gerejanya. Santo Agustinus mencatat bahwa pernah ada 4 (empat) orang Elects di gereja Mileve (Numidia) yang dikelola Uskup Faustus, dimana mereka berempat kedapatan melanggar. Pelanggaran tsb berupa perzinahan, pengutilan uang kas gereja, melewatkan 1 (satu) saja agapta, dan memakan kacang polong yang dipetik sendiri. Keempat Elects tsb dikeluarkan dari komunitas The Elects di gereja tsb. Namun, sejarahwan cukup meragukan "sanksi dikeluarkan" ini diterapkan di seluruh Gereja Manichaean.

PANTANGAN BAGI THE HEARERS

The Hearers dikenakan beberapa pantangan. Yang paling utama adalah 12 pantangan, yaitu:
  1. Dilarang membunuh makhluk hidup apapun. Mereka boleh memakan daging hewan, namun tidak diperbolehkan membunuh/menyembelih hewan. Jika daging tsb dibeli, atau dikasih, atau diminta, lalu dimakan, maka itu diperbolehkan. Namun, The Hearers dianjurkan untuk tidak memakan daging (sunnah) seumur hidupnya.
  2. Dilarang mengambil yang bukan haknya (mencuri, merampok, dsbnya). Apabila seseorang tidak sengaja mengambil barang milik orang lain dan baru akan memberitahu pemiliknya setelah itu, maka itu dimaafkan. Namun, tetap dianjurkan untuk meminta izin terlebih dahulu (sunnah).
  3. Dilrang berzina. Persetubuhan yang diperbolehkan bagi The Hearers hanyalah hubungan suami dan istri (dalam tali pernikahan). Namun, The Hearers dianjurkan untuk tidak menikah sama sekali (sunnah), karena persetubuhan dalam Manichaeisme dipandang bagian dari usaha roh gelap untuk memperbanyak tubuh fisik gelap mereka melalui kelahiran manusia baru, sehingga persetubuhan dianggap perbuatan yang keji sekalipun hubungan suami dan istri.
  4. Dilarang berdusta. Berbohong demi kebaikan tetap tidak diperbolehkan. Manichaeisme memandang dusta/bohong adalah perbuatan yang sangat keji. Termasuk memberikan kesaksian palsu, itu juga sangat terlarang. Dusta adalah peluang bagi roh gelap untuk menguasai diri manusia sepenuhnya. Seseorang yang telah jatuh ke dalam dusta akan membuka ruang untuk melanggar pantangan-pantangan lainnya.



TIGA METERAI

Ritual "Tiga Meterai" hanya dipraktikan oleh The Elects. Pada intinya, Tiga Meterai adalah 3 (tiga) tinta putih yang ditorehkan di mulut, tangan, dan dada. Tinta putih ini adalah simbol dari meterai atau segel (khatam), yang secara filosofi melambangkan 3 (tiga) bagian tubuh fisik roh gelap yang harus disegel/dijaga baik-baik untuk tujuan memperoleh kesadaran bagi roh terang, yaitu mulut, tangan, dan hati. Dengan penorehan tinta putih ini, seorang Elect telah memperoleh banyak pantangan dalam hidup.
 
Sejarah: Asal-Usul Gagasan Kepercayaan Manichaeisme
dipengaruhi oleh gerakan gnostisisme di abad ke-1 M yang semakin marak di abad ke-3 M. Gnostisisme adalah sebuah pemikiran mistik yang memadukan antara unsur-unsur Yudaisme dan proto-ortodoksi Kekristenan dengan filsafat idealisme (khususnya Neoplatonisme yang saat itu sedang populer), untuk tujuan mencari dan menelusuri tujuan dari Tuhan berinteraksi dengan manusia (para nabi) sehingga diperoleh sebuah hakikat tunggal yang dapat menyatukan segala perbedaan antara Yudaisme, proto-ortodoksi Kekristenan, dan filsafat idealisme. Intinya gerakan ini memiliki tujuan untuk menciptakan sebuah tafsir tunggal yang dapat menyatukan setiap perbedaan agama. Gerakan ini didorong oleh euforia tentang kedatangan mesias (Messianik), yang tidak lepas dari Perang Romawi-Yahudi. Pada mulanya, Kekaisaran Romawi melancarkan persekusi terhadap kelompok Kekristenan proto-ortodoks (yang di dalam tradisi Kekristenan dikenal sebagai "Gereja Mula-Mula"), banyak kelompok Yahudi yang mengkhawatirkan nasib mereka karena Romawi cenderung menganggap Yahudi dan Kristen itu sama saja. FYI, anggapan Romawi ini tidak lepas dari kenyataan bahwa memang komunitas Kristen mula-mula ini tampak seperti salah satu cabang Yahudi karena tokoh-tokohnya adalah orang-orang Yahudi, seperti Petrus, Barnabas, dan Paulus. Hal ini mendorong sekelompok cabang Yahudi kuno yang dikenal sebagai Farisi (Perusyim) menuntut Romawi untuk memberikan status religio licita kepada orang-orang Yahudi (religio licita adalah status administratif bagi "agama yang diterima" secara resmi oleh negara, agama yang diakui sebagai religio licita memperoleh hak beragama dan perlindungan). Namun, hal itu dipandang pemerintah Romawi sebagai sebuah ancaman bagi pengaruh Romawi atas Yudea, sehingga pemerintah Romawi merespon tuntutan orang-orang Yahudi itu dengan jalan militer. Ketika perang ini pecah, banyak tokoh-tokoh Yahudi menafsirkannya sebagai tanda mesias akan segera datang, tanda bahwa dunia sedang memasuki zaman messianik. Tentu saja, dalam perkembangan selanjutnya, perang ini mendorong komunitas Farisi untuk memulai gerakan penafsiran atas Torah (Taurat) dan Misyneh Torah (Taurat oral) melalui pesantren/seminari rabbinik secara khusus (yeshiva), yang kelak menjadi Yudaisme Rabbinik. Pada abad selanjutnya, penafsiran tsb mulai ditulis menjadi Misynah dan Gemara, dua bagian inti Talmud.

Selama proses penafsiran itu berlangsung, tentu melahirkan banyak polemik yang membuat munculnya banyak sekte. Sekte-sekte ini ada pula yang bersinkretis dengan Kekristenan, dan ada pula bersinkretis dengan filsafat, sehingga melahirkan gerakan gnostisisme. Dan gnostisisme ini memunculkan sebuah pandangan baru tentang hakikat ajaran Yudaisme, ajaran Kekristenan, dan ajaran Zoroastrianisme, yaitu dualisme. Dualisme dalam konteks gnostik ini adalah sebuah keyakinan bahwa alam itu pada hakikatnya terdiri atas 2 (dua) sisi, yaitu sisi terang dan sisi gelap. Keyakinan ini dipengaruhi dari pandangan idealisme, bahwa alam ini terdiri dari 2 (dua) unsur, yaitu unsur ide dan unsur materi. Lebih rinci lagi, keyakinan ini dipengaruhi oleh filsafat Neoplatonisme, bahwa alam ide dan alam materi itu seperti dua sisi yang terpisah namun satu hakikat, seperti dua sisi koin/mata uang. Sisi ide berada di balik sisi materi, dan sisi materi berada di sisi ide, yang keduanya memiliki derajat yang sama. Secara ringkas, pada perkembangan selanjutnya, kelompok gnostik menafsirkan sisi ide sebagai alam terang, dan sisi materi sebagai alam gelap. Kelompok gnostik dengan sangat pandai mengelaborasikan pandangan ini dengan ajaran Yudaisme, Kekristenan, dan Zoroastrianisme. Bagi kelompok gnostik, Tuhan dalam ajaran Yudaisme, Kekristenan, dan Zoroastrianisme, adalah sebuah kekuatan Adikodrati yang berasal dari alam terang, yang memiliki misi untuk membebaskan manusia dari alam gelap melalui nabi-nabi. Kelompok gnostik ini berhasil menjelaskan tentang asal-usul keburukan (kejahatan, permusuhan, kebencian, penderitaan, kebinasaan, dan semacamnya), bahwa sebenarnya bukan Tuhan yang menciptakan keburukan, melainkan Iblis (yang diasosiasikan sebagai kuasa alam gelap). Gnostik berpandangan bahwa alam terang sedang berusaha memusnahkan alam gelap, sehingga itu sebabnya kekuatan Adikodrati ini turut andil terlibat dalam kehidupan manusia dengan mengutus nabi-nabi (termasuk Zarathustra) dan menjelma menjadi Yesus untuk mencerahkan manusia. Gnostik berpendapat bahwa agama-agama tsb (Yudaisme, Kekristenan, dan Zoroastrianisme) menjadi berbeda agama satu sama lain hanya karena persoalan penafsiran belakangan, dan mereka percaya bahwa mesias/nabi terakhir inilah yang kelak akan menyatukan seluruh agama ini kembali menjadi satu. Pada abad selanjutnya, kelompok gnostik dituduh oleh jemaat Kekristenan sebagai biang keladi atas munculnya Injil-injil apocrypha dan tulisan-tulisan kudus pseudepigrapha. Sampai sini tentu kita sudah melihat sebuah gambaran umum pemicu kelahiran agama Manichaeisme. Tentunya faktor pemicu yang lebih detil adalah karena adanya 2 (dua) sekte yang menjadi pengaruh bagi Mani, sang nabi pendiri Manichaeisme. Kedua sekte itu adalah Doketisme dan Elkasait/Elkasai. Untuk memahami lebih dalam mengenai latar belakang Manichaeisme, kita perlu sedikit membedah mengenai Doketisme dan Elkasait.

Sekte Doketisme adalah sekte Kekristenan yang meyakini bahwa Yesus Kristus pada dasarnya adalah roh, sedangkan tubuh fisik Yesus hanyalah ilusi yang tidak nyata. Pandangan ini berimplikasi pada keyakinan bahwa sebenarnya Yesus tidak pernah disalib, sebab Yesus adalah roh. Sedangkan yang menderita dalam penyalibannya hanyalah tubuh fisik yang merupakan ilusi. Pada perkembangannya, sekte ini terpisah menjadi 2 (dua) pandangan, yaitu pandangan Basillides dan pandangan Valentinus. Basillides meyakini bahwa Yesus sepenuhnya adalah Tuhan, tidak ada unsur manusia sama sekali, sehingga tubuh fisik Yesus yang hidup saat itu sebenarnya adalah sebuah "bayangan" (phantam) yang nampak seolah-olah seperti tubuh nyata manusia. Yang disalib oleh Romawi bukanlah Yesus, melainkan hanya bayang-bayang Yesus. Yesus yang sebenarnya berada di sorga, karena dia sejatinya adalah Tuhan. Mungkin, kita di zaman sekarang dapat menganalogikannya seperti karakter metaverse yang tampak nyata, namun sebenarnya tidak nyata, dimana karakter itu mungkin saja dapat dirasakan keberadaannya oleh seluruh pancaindera kita (dapat disentuh, dapat diraba, dapat dipukul, bahkan dapat disalib), namun sejatinya karakter itu tidak sedang berada di dunia metaverse, melainkan berada di dunia nyata Sedangkan Valentinus sebenarnya meyakini hal yang sama, bahwa Yesus Kristus sepenuhnya adalah Tuhan, tidak ada unsur manusia sama sekali, dan tubuh fisik Yesus yang hidup saat itu sebenarnya adalah sebuah "bayangan" (phantam) yang nampak seolah-olah seperti tubuh nyata manusia. Namun, pada saat dirinya akan disalib, dia telah menghilangkan tubuh fisiknya, dan membuat tubuh Simon dari Kirene menyerupai dirinya, sehingga yang disalib sebenarnya adalah Simon dari Kirene yang telah diserupakan menjadi Yesus. Pandangan ini nampak tidak asing bagi kita. Yap, pandangan Valentinus ini mirip dengan Islam (meskipun Islam tidak menyebutkan siapa orang yang diserupakan dengan Yesus). Artinya, sebenarnya pandangan ini telah ada bahkan sejak abad ke-2 M. Dalam Kristologi, Doketisme memang dipandang sebagai sebuah bidat (sekte sesat) heterodoks, tapi dari sudut pandang sejarah, sekte ini muncul pada periode yang sama ketika ortodoksi sedang dibentuk. Artinya, keyakinan Kekristenan ortodoks mengenai 2 (dua) pribadi Yesus sebagai Tuhan dan sekaligus sebagai manusia pada saat itu sebenarnya sedang dalam tahap formatif (pembentukan) melalui serangkaian dialektika dan apologetika, sehingga gejolak sektarian yang muncul pada periode ini seharusnya dipandang sebagai pra-ortodoksi, termasuk keyakinan ortodoks itu sendiri. Sebab bagaimana pun juga, mayoritas sejarahwan menyimpulkan bahwa kelompok-kelompok sektarian heterodoks yang dianggap "di luar dari jalur ortodoksi" ini memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kelahiran ortodoks, yang terbukti dari banyaknya karya-karya apologetika berbentuk responsa yang berusaha menangkal ajaran kelompok-kelompok sektarian heterodoks ini dengan sangat keras. Logika sederhana saja, jika pengaruhnya kecil, untuk apa para apologet bersusah-payah menulis banyak sekali apologi untuk melawan/menangkal bidat-bidat ini? Menariknya, ketika menyinggung soal Doketisme, para apologet ini seringkali menyangkut-pautkannya dengan gnostisisme. Tidak jarang mereka memukul rata menyamakan Doketisme dengan seluruh gnostisisme. Adanya fakta bahwa Doketisme berhubungan dekat dengan gnostisisme ini secara gamblang dapat menjelaskan kemunculan Manichaeisme. Mani sang Nabi mengklaim bahwa Yesus merupakan sosok terang sepenuhnya yang berhasil mengalahkan kuasa gelap (rasa sakit dan maut) sehingga dirinya terbebas dari penderitaan dan kematian karena penyaliban. Mani memang tidak menyangkal tentang penyaliban Yesus, namun Mani menyangkal bahwa Yesus mengalami rasa sakit ketika dicambuk dan disalib, dan Mani juga menyangkal Yesus mati setelah disalib. Sebagaimana Doketisme yang berpandangan tubuh fisik Yesus hanyalah ilusi, maka Yesus tentu saja terbebas dari segala rasa sakit dan maut, sebab rasa sakit dan maut adalah realitas dari tubuh fisik manusia dimana Yesus tidak memiliki realitas tubuh fisik tsb melainkan hanya sebuah tubuh yang ilusi. Meskipun Mani tidak pernah tercatat bergabung dengan gereja-gereja Doketis, namun pandangan Manichaeisme ini tidak lepas dari pengaruh Doketisme yang saat itu memang sedang marak tumbuh terpusat di Syria timur.

Kemudian, sekte Elkasait/Elkasai adalah sekte Yudeo-Kristen Messianik, yang meyakini bahwa Yesus adalah mesias sebagaimana umumnya Kekristenan, namun orang-orang Kristen wajib mematuhi dan melaksanakan seluruh ajaran dan hukum Torah seperti orang-orang Yahudi. Tidak peduli kamu orang Yahudi atau bukan, kamu wajib melaksanakan hukum Torah jika kamu percaya Yesus adalah mesias. Namun pada praktiknya, sekte ini hanya memfokuskan pada kewajiban sunat/khitan (brit millah), makanan halal (kosyer), hari sabat (yom syabbath), dan baptis. Sekte ini menafsirkan perkataan Yesus: "Aku datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat, melainkan untuk menggenapinya" sebagai kewajiban untuk melaksanakan seluruh hukum Torah. Tidak jelas siapa pelopor berdirinya sekte ini, nampaknya oleh seseorang yang bernama "Elkhasi" (berdasarkan catatan apologetika Hippolytus) atau "Elkesei" (berdasarkan catatan apologetika Eusebius). Namun, kemunculan sekte ini kemungkinan bermula dari penolakan Gereja Mula-Mula terhadap orang-orang Kristen dari kalangan non-Yahudi di Antiokhia sebelum Paulus menjadi rasul. Dalam Kisah Para Rasul diceritakan bahwa Paulus dan Barnabas hendak mengunjungi jemaat Kristen non-Yahudi di Antiokhia, dimana saat itu Paulus menolak untuk mengajak Markus karena Markus memiliki keyakinan bahwa hanya orang-orang Yahudi saja yang beroleh keselamatan dan janji mesias, bahwa hanya orang-orang Yahudi saja yang boleh menjadi pengikut Yesus sang mesias. Meskipun konon Markus di kemudian hari akhirnya menerima orang-orang non-Yahudi sebagai pengikut Yesus, namun perbedaan antara jemaat Gereja Mula-Mula yang diisi oleh orang-orang Yahudi dengan jemaat Antiokhia yang diisi oleh orang-orang non-Yahudi telah membawa pada keputusan Gereja Mula-Mula yang disepakati antara Paulus dengan Barnabas untuk mewajibkan jemaat Yahudi melaksanakan hukum Torah, dan memperbolehkan jemaat non-Yahudi untuk tidak melaksanakan hukum Torah. Sekte Elkasait tampaknya muncul pada periode ini, atau tidak lama setelahnya, berdasarkan sebuah catatan apologetika yang ditulis oleh Eusebius, dimana Eusebius memasukkan Elkasait ke dalam daftar bidat pada list paling atas. Sebenarnya, kita tidak memiliki sumber yang cukup jelas mengenai sekte ini, sebab sekte ini hanya disebutkan pada catatan-catatan apologetik yang tentu saja mengandung bias iman Kekristenan. Namun dari catatan-catatan tsb, paling tidak sekte Elkasait merupakan sekte dari orang-orang non-Yahudi (terutama Syria dan Persia) yang mempercayai ketuhanan Yesus sembari juga tetap menerapkan hukum Torah. Yang tampak di permukaan tentang Elkasait ini seperti bukan sekte, melainkan kelompok tarekat/ordo suluk messianik yang mungkin saja sebenarnya mereka memiliki konsep ketuhanan yang sama dengan ortodoks, yaitu trinitarian. Apapun itu, yang jelas Mani sang Nabi juga terdaftar sebagai jemaat Elkasait sebelum dirinya mengklaim sebagai nabi, dan bahkan ayahnya (Patik) adalah seorang uskup Elkasait yang terkemuka di Ecbatana (Hamadan). Dalam tradisi Manichaeisme, dikisahkan bahwa Mani selalu mendampingi ayahnya ketika melakukan pelayanan khotbah, dan berguru Torah dan Injil kepada ayahnya. Mani dikabarkan memiliki pengetahuan mendalam tentang Torah dan Injil di antara jemaat Elkasait di Ecbatana.

Sebenarnya cukup sulit menggambarkan hubungan langsung antara Doketisme dengan Manichaeisme, lebih mudah menggambarkan hubungan langsung Elkasait dengan Manichaeisme. Beberapa ritual Manichaeisme memang sangat jelas dipengaruhi oleh Elkasait. Kita tahu bahwa Elkasait sangat ketat melaksanakan ajaran dan hukum Torah, seperti sunat, makanan halal, hari sabat, dan baptis. Dan itu juga tercermin dari ajaran Manichaeisme yang terkenal memiliki banyak perintah dan larangan, meskipun pada perkembangannya Manichaeisme menjadi lebih ketat seperti larangan memakan daging hewan apapun, larangan memanen sayur/memetik buah, larangan meminum anggur, dsbnya. Namun, pengaruh langsung Elkasait itu tercermin tidak hanya dari pelaksanaan baptis dan sunat ataupun sembahyang dan puasa saja, tapi juga dari kisah hidup Mani berdasarkan tradisi Manichaeisme sendiri yang menceritakan bagaimana Mani dan ayahnya, Patik, terlibat aktif dalam aktifitas pelayanan jemaat Elkasait. Sedangkan hubungan Doketisme dengan Manichaeisme tidak tercatat dalam tradisi manapun. Namun, hubungan Doketisme dengan Manichaeisme merupakan analisis mendalam terhadap deskripsi Manichaeisme tentang Yesus. Dalam ajaran Manichaeisme, Yesus adalah seorang nabi sekaligus jelmaan dari roh terang yang bernama "Yesus Yang Berkilau" (Isho' Ziwa; ܝܫܘܥ ܙܝܘܐ). "Yesus Yang Berkilau" adalah wujud asli figur Yesus yang hidup di Alam Terang jauh sebelum Yesus lahir ke dunia. Dia yang mengajari/memberikan pencerahan kepada Adam dan Hawa tentang hakikat roh terang di dalam tubuh mereka dan hakikat roh gelap di tubuh fisik mereka setelah Adam dan Hawa terjerumus dalam kuasa persetubuhan dan hawa nafsu. Dalam ajaran Manichaeisme, dia adalah pengendali Yesus yang sebenarnya, atau bisa dikatakan "Yesus Asli". Jadi, Yesus yang hidup di abad pertama Masehi ibarat robot yang dikendalikan oleh Yesus Asli ini dari Alam Terang. Ketika Yesus disalibkan, Yesus Asli ini tidak merasakan sakitnya disalib, sebab yang disalibkan hanyalah tubuh fisik Yesus yang merupakan hakikat dari roh gelap. Dari pandangan ini, kita dapat menyimpulkan adanya hubungan antara Doketisme dengan Manichaeisme secara tidak langsung. Sebagaimana diterangkan di atas tentang Doketisme, Doketisme juga meyakini tubuh fisik Yesus hanyalah ilusi dimana Yesus yang sebenarnya tidak merasakan sakit dan mati dalam penyaliban. Meskipun tentu saja kita tidak bisa mengatakan Mani terinspirasi dan menyadur iman Doketisme ke dalam ajarannya, tapi paling tidak, Mani mungkin sekali pernah terlibat (aktif ataupun tidak aktif) ke dalam perdebatan antara kelompok Doketis versus non-Doketis terkait penyaliban Yesus. Dalam tradisi Manichaeisme juga diceritakan bahwa Mani tidak mengalami sakit ketika dieksekusi hukuman gantung oleh Maharaja Bahram I. Kematian Mani pun dianggap sebagai proses pembebasan roh terang dari kuasa gelap dan hidup abadi kembali ke Alam Terang. Pada hakikatnya, roh terang Mani diyakini sebagai "Sang Utusan" (Izgadda; ܐܝܙܓܕܐ) sehingga "Sang Utusan" ini telah kembali ke Alam Terang. Dengan kata lain, Manichaeisme percaya bahwa Mani telah mengalahkan kematian dan hidup abadi. Doktrin ini jelas sekali dipengaruhi oleh Doketisme, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tradisi Manichaeisme tentu saja mengklaim bahwa Mani tidak terinspirasi dari sekte manapun, karena Mani memperoleh wahyu langsung dari "Bapa Keagungan" (Abba d'Rabbuta; ܐܒܐ ܕܪܒܘܬܐ) sang Penguasa Tertinggi di Alam Terang yang diasosiasikan sebagai Tuhan. Namun dalam studi sejarah, tentu saja klaim ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara empiris dan obyektif. Akan lebih mudah bagi kita untuk mengatakan bahwa Mani terinspirasi dari Doketisme daripada mengatakan bahwa Mani diwahyukan oleh Tuhan/Bapa Keagungan, karena Doketisme sendiri juga bertumbuh di Syria timur dan Persia. Persoalan iman memang tidak memiliki parameter yang empiris dan obyektif.

Dari latar belakang di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Manichaeisme berakar dari elaborasi sinkretisme antara:
  1. Gnostisisme, yang di dalamnya ada filsafat Neoplatonisme, Yudaisme, Kekristenan, dan Zoroastrianisme;
  2. Doketisme;
  3. Elkasait.

INDEX:
1. Pendahuluan.
2. Biografi Nabi Mani Menurut Tradisi.
3. Doktrin Utama dan Misi Agama.
4. Tokoh-Tokoh Supranatural (Mitologi).
5. Sistem Konversi / Perpindahan Agama.
6. Ritual Peribadatan dan Perayaan.
7. Peraturan (Syari'at) dan Suluk.
8. Sejarah: Asal-Usul Kepercayaan Manichaeisme.

9. Sejarah: Masa Kenabian Mani.
10. Kitab-Kitab Suci Manichaeisme.
11. Keduabelas Murid/Rasul Mani.
12. Penyebaran Manichaeisme ke Timur.
13. Penyebaran Manichaeisme ke Barat (1).
14. Penyebaran Manichaeisme ke Barat (2).
15. Daftar Tokoh Manichaean dari Abad 3 s.d. 7.
16. Daftar Tokoh Manichaean dari Abad 8 s.d. 10.
17. Skisma Manichaeisme.
18. Kemunduran dan Kepunahan Manichaeisme.
19. Sejarah Penelitian Sejarah Manichaeisme.
20. Trivia.

 




 

 
 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar