Rabu, 13 Desember 2023

Opu Daeng Risaldju, Macan Betina Dari Timur

 

Sumber: Google Image

Opu Daeng Risadju, wanita ini lahir tahun 1880 tepatnya di Palopo, beliau ini merupakan salah satu anak dari kerajaan Luwu, nama asli beliau ini adalah Famajjah, beliau anak dari Muhammad Abdullah To Baresseng dan Opu Daeng Mawellu. Walaupun Famajjah lahir dari keluarga kerjaan namun GanSis ibu Famajjah ini tidak pernah mengenyam pendidikan formal, bahkan bisa dibilang beliau ini buta huruf dan hanya bisa membaca bacaan tulisan aksara bugis. Walaupun beliau bisa dibilang lahir di dalam keluarga yang terpandang tidak menyudutkan pikirannya untuk tidak berjuang demi masyarakat Sulawesu Selatan khususnya di wilayah kerajaan luwu. Meskipun Opu Daeng Risadju tidak mengambil pendidikan formal seperti halnya anak-anak bangsawan pada masa itu dan memilih hanya belajar tentang islam dan mengaji, beliau punya rasa patriotisme dan nasionalisme yang tinggi.

Tercatat dalam beberapan biografi beliau, beliau merupakan salah satu pendiri Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) di Palopo. Awalnya PSII di daerah Sulawesi di bentuk oleh Yahya adalah pedagang Sulawesi Selatan yang pernah bermukim lama di Jawa dan mendirikan PSII di Pare-Pare. Setelah bergabung dengan Yahya seorang pedagang yang pernah pedagang di Jawa, Opu Daeng Risadju dan suaminya membuka PSII di Palopo pada 14 Januari 1930. Mulai saat Opu Daeng Risadju di PSII beliau mendapat kecaman dari Belanda pada saat itu karena dianggap menyebarkan profokasi di wilayah Palopo. Info tambahan GanSis saat Opu Daeng Risadju membangun PSII di Palopo dia di dapuk menjadi Ketua Umum PSII di Palopo dengan mendapatkan kepercayaan penuh dari warga Palopo saat itu.

Perjuangan Opu Daeng Risadju melalui PSII di berikan banyak dukungan oleh masyarakat sekitaran Palopo, terbukti tokoh masyarakat Malangke mengajak Opu Daeng Risadju membangun ranting di sana. Di Malangka, namun belum niat tersebut terwujud membangun rating di Malangka, kontrolir Belanda saat itu di Masamba menangkap Risadju dengan tuduhan "menghasut rakyat", mendekam 12 bulan penjara. Setelahnya, ia mengadakan perjalanan ke daerah Malili dan mendirikan ranting PSII.


Sumber: Image Google

Opu Daeng Risadju bersama dengan suaminya dibawa menyusuri pantai timur Teluk Bone. Di distrik Patampanua, mereka dirantai dan dibawa ke Palopo oleh kontrolir Belanda saat itu. Kabar Opu Daeng Risadju dirantai akhirnya sampai ke telinga sepupunya bernama Opu Balirante, seorang anggota dewan adat. Si sepupu mengecam dan berharap hukuman atas Risadju ditangguhkan.

Pernah satu ketika Opu Daeng Risadju di panggil ke kedatuan Kesultanan Luwu untuk di minta untuk menghentikan aktivitas politiknya di PSII, hal ini dianggap berat bagi Risadju untuk menghentikan perjuangan. saat di minta untuk berhenti berjuang dikutip beberapa sumber Opu Daeng Risadju menjawab: “Selama saya masih mengucapkan kalimat Syahadat, selama itu saya tidak akan keluar dari organisasi Partai Sarekat Islam Indonesia. Apa yang saya lakukan di mana-mana selama ini hanyalah perintah Tuhan

Namun saat kedudukan Jepang bisa dibilang tidak banyak kegiatan yang Opu Daeng Risaju lakukan di PSII. Ini disebabkan karena pemerintahan Jepang melarang adanya kegiatan politik Organisasi Pergerakan Kebangsaan, termasuk PSII. Opu Daeng Risaju mulai kembali aktif pada masa revolusi di Luwu. Saat kedudukan Jepang Risadju hidup berpindah-pindah, dari satu desa ke desa lain. Dalam lawatan ini pula ia menanamkan pengaruhnya dan mendirikan banyak cabang PSSI di Sulawesi Selatan seperti di Makassar, Tanete, Barru, Parepare, Majene, Rappang Sidenreng, Palopo, Bulukumba, dan Bantaeng.

Saat NICA atau sekutu mendarat ke nusantara saat itulah sekutu menangkap Risadju. Saat sekutu menangkap Opu Daeng Risadju beliau sudah berumur 60 tahun. Saat di tangkap beliau dipaksa berjalan kaki 40 km dari Desa La Tonre hingga Watampone. Sebulan setelahnya, ia dipindah ke Penjara Sengkang di Wajo. Lalu pindah ke Penjara Bajo. Dia dibebaskan setelah tuli karena siksaan. Siksaan yang diterima oleh beliau bisa dibilang tidak manusiawi untuk wanita yang sudah berumur seperti beliau. Namun GanSis yang patut di contoh seberat apapun siksaan yang beliau terima tidak menggetarkan dan mematahkan semangatnya untuk berjuang.

Siksaan yang diterimapun bukan siksaan yang ringan. Awalnya beliau disuruh berlari kelilingi lapangan tiga kali; suatu hukuman yang seharusnya diberikan kepada remaja tetapi saat itu sekutu memberikan kepada wanita yang sudah menginjak kepala enam yang bisa dibayangkan kaki dan tenagapun sudah mulai melemah. Tak sampai disitu beliau juga disuruh berdiri menghadap matahari selama satu jam. Setelahnya, di dekat telinganya, diletuskan senjata api hingga ia terjatuh pingsan. bukan itu saja si penyiksa juga menendangnya suatu hukuman yang bisa dibilang tak sebanding dengan apa yang dia lakukan, bisa dibilang beliau berusaha membela hak kaumnya dan masyarakat saat itu lewat politik, namun balik lagi GanSis politik adalah politik jika seorang tak sepaham dengan yang berkuasa saat itu sang penguasa bisa melakukan apa saja bahkan dianggap sebagai provokator. Orang yang bertanggungjawab atas penyiksaan beliau ini adalah Ludo Kalapita, kepala distrik Bajo.

Sebelum akhir hayat beliau beberapa literatur menulis bahwa Opu Daeng Risadju adalah penghubung antara Abdul Qahar Muzakkar kepada Kartosoewirjo yang saat itu berada di Jawa Barat dalam pemberontakan DI/TII tahun 1953. Hingga akhirnya beliau meninggal pada 10 Februari 1960 pada usia beliau 84 Tahun dan dimakamkan berbarengan dengan raja-raja Luwu di Palopo kampung halaman beliau. Hingga akhirnya segala perjuangan beliau di anugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia tahun 2006 banyak juga yang menyebut beliau ini adalah macan betina dari timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar