Senin, 25 September 2023

Science vs Belief




 Orang-orang yang memahami sains, yang memilih sains sebagai satu-satunya cara untuk menjelaskan segala kejadian di alam, akan selalu berhadapan dengan orang-orang yang memilih kepercayaan sebagai dasar penjelasan. Orang-orang yang hidup berbasis kepercayaan itu sering tidak sadar bahwa yang mereka percayai itu bukan fakta. Mereka tidak paham perbedaan antara fakta dengan kepercayaan.

Orang-orang yang berpikir dengan sains, selalu mencari rujukan. Adapun orang-orang yang percaya, tidak memerlukan rujukan. Yang ada dalam pikiran otomatis mereka anggap sebagai kebenaran.
Contoh sederhana, soal hantu. Sebenarnya dari referensi apa orang mendapat informasi tentang hantu? Tidak ada. Sumbernya hanya dongeng-dongeng yang didengar saat mereka kecil, lalu dipercayai seumur hidup.
Orang berpikir dengan sains selalu meninjau konsistensi hubungan fakta-fakta. Itulah dasar berpikir sains. Ketika orang berpikir tentang Big Bang, misalnya, gambaran situasinya harus konsisten mempertimbangkan semua aspek fisika, seperti gravitasi, elektromagnetik, interaksi antar partikel sub-atomik, dan sebagainya. Bahkan ketika orang berpikir tentang evolusi, ia harus mempertimbangkan konsistensinya dari sudut pandang ilmu kimia.
Orang yang berpikir berbasis kepercayaan tidak demikian. Konsistensi bukan syarat. Mereka tidak melakukan proses konfirmasi untuk mendapatkan konsistensi. Malah, ketika inkonsistensi sudah nyata-nyata, mereka bisa mengarang cerita untuk membuatnya tampak konsisten.
Berpikir berbasis sains membuat saya harus berhadapan dengan orang-orang yang meyakini dongeng-dongeng sebagai kebenaran, yang dijadikan basis untuk berpikir dan membuat keputusan. Seluruh proses logika bisa jungkir balik di tangan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar