Keinginan seseorang berbahagia dengan kehidupan di dunia adalah wujud nyata mengapa kita musti bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu yang tak gampang digapai itu, adakalanya sampai melakukan bermacam cara demi cita-cita seperti digambarkan dalam istilah 'kerja keras banting tulang bagai kuda'.
Menjadi kaya sebagai salah satu cara untuk bahagia itu suatu kenyataan, walau bukan satu-satunya karena ada cara lain seperti mempunyai keluarga harmonis yang didalamnya terdapat anak-anak kita yang pintar lagi membahagiakan.
Kekayaan yang kita dapat selain berguna untuk menafkahi keluarga, mencukupi kebutuhan diri sendiri, mengantarkan anak kita untuk belajar di perguruan tinggi terbaik juga berguna bagi mereka kalau kita tidak ada kelak, warisan walaupun kadang bikin pertikaian namun sejatinya sangat bermanfaat untuk kelangsungan hidup keluarga dan saudara-saudara kita gansist.
Mempunyai warisan itu seperti wajib hukumnya bagi seseorang mengingat banyak manfaatnya, namun dalam masalah penting ini ada juga seseorang bernama Pak Win berandai-andai di sebuah media sosial (atau mungkin juga pengalaman pribadinya) bagaimana urusannya jika seandainya dia tak memiliki keluarga dan anak bahkan saudara, itu nanti uang Pak Win yang berjumlah 100 miliar tersebut akan dikemanakan?.
Dalam hal warisan sangat sulit mencari contoh manusia sebatang kara sebab jikalau pun tidak memiliki keluarga dan anak, maka masih ada saudara-saudara kita yang berhak untuk mendapatkan warisan.
Mengambil keterangan dari Pasal 852 Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang menjelaskan bahwa yang berhak mendapatkan warisan terdiri dari 4 golongan yaitu:
Golongan I: suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya
Golongan II: orang tua dan saudara kandung Pewaris
Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris
Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.
Golongan ahli waris menunjukkan siapa ahli waris yang berhak didahulukan dalam pembagian harta si pewaris. Jika masih ada Golongan I, maka golongan II, III, IV tentu tidak berhak atas harta pewaris.
Namun jika Golongan I tidak ada maka harta itu akan jatuh ke Golongan II, dan jika Golongan I dan II tidak ada, maka Golongan III yang bakal menerimanya. Begitu pun seterusnya.
Dan mengenai rekening pewaris jika tidak ada ahli waris, diambil dari penjelasan Siti Hapsah Isfardiyana, S.H., M.H. dari PSHI Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, keterangan tentang ahli waris hampir sama seperti pasal 852 dan mengambil kesimpulan bahwa sang penanya (karena tidak menyebutkan agama) diasumsikan beragama Islam, jika semisal selama 7 tahun harta tersebut tidak diketahui ahli warisnya maka melalui pengadilan agama diserahkan penguasaannya kepada baitul mal.
Ungkapan tentang aturan mengenai saldo rekening akan dikuasai negara itu sebenarnya tidak ada ya gansist, namun bunyi pasal 1991 dan 1967 menerangkan bagi siapapun yang ingin mengklaim warisan tersebut diberikan waktu selama 30 tahun dan jika tidak ada maka akan diberikan ke baitul mal.
Dari keterangan pasal 852 dan Siti Hafsah tersebut adalah dari hukum waris menurut Islam dan perdata, sedangkan untuk hukum perdata mengenai harta terbengkalai atau tak terurus, diambil dari pasal 1129 maka terhitung dari awal dibukanya warisan (pasal 832 berbunyi pewarisan hanya dinilai setelah adanya kematian) sampai jangka waktu 3 tahun jika tetap tidak ada ahli waris yang muncul maka akan dikuasai negara untuk sementara.
Sebenarnya masih ada satu lagi sistem hukum di masyarakat mengenai hukum waris yaitu melalui hukum adat waris atau hukum lokal yang terdapat di suatu daerah ataupun suku tertentu di Indonesia, salah satunya hukum adat masyarakat Bali yang menganut sistem Pusara, yaitu kekerabatan yang didasarkan pada garis keturunan dan laki-laki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar