Minggu, 17 Juli 2022

KIAMAT


Melihat foto² alam raya hasil jepretan teleskop James Webb saya jadi kepikiran soal Kiamat.

Saya pernah tanya pada seorang doktor ahli tafsir, lulusan Azhar, apakah kiamat yang sering disebut dalam khazanah agama itu terjadi pada seluruh semesta atau hanya bumi saja. Jawaban beliau, bumi saja. (Tentu maksudnya bisa melibatkan benda langit lainnya, tapi intinya bukan semesta secara keseluruhan)

Saya cari² ayat² yang ada (misal al-Zalzalah, al-Qari'ah, al-Hajj, al-infithar), penggambarannya memang hanya bumi saja,  belum nemu nash yang melibatkan planet lain secara sharih, kecuali yang mengarah ke sana yaitu al-infithar 2-3 yang menggambarkan "kawakib (bintang²?) jatuh berserakan, lautan meluap". Tapi tafsir² tidak menjelaskan maksud kawakib secara astronomis apakah itu bintang dalam makna entitas seperti Matahari, Alfa Centauri, Capella, ataukah benda yang lain seperti meteor, satelit, planet lain. Kalau jatuh berserakan, artinya lebih kecil dari bumi, sementara bintang (dalam makna astronomis) tentu jauh lebih besar dari bumi, sehingga bumilah yang akan jatuh ke dalam bintang.

Matahari dilibatkan dalam al-Insyiqaq. Ini mengindikasikan bahwa proses kehancuran itu terjadi dalam sistem tata surya kita. Sementara "sama'" (langit?) di dalam nash tentang kiamat juga tidak dijelaskan langit yang mana, sementara langit dalam astronomi itu sebenarnya "tidak ada". Apakah ia troposfer, stratosfer, mesosfer, termosfer (ionosfer), dan eksosfer? Atau ruang angkasa. Kalau ruang angkasa, bentuknya seperti apa, batasnya yang mana?

Jadi masuk akal juga jika ada yang menafsirkan bahwa kiamat itu terjadi pada bumi saja, atau kalau melibatkan benda langit lain yang disebut dalam nash, sepertinya ya sebatas tata surya kita.

***
Kini Manusia sudah bisa mengungkap proses kelahiran bintang, tata surya, galaksi serta proses kehancurannya. Kalau demikian, maka bisa jadi kiamat (dalam makna armagedon) itu terjadi tidak hanya sekali di semesta ini tapi merupakan proses yang terus menurus atau berulang-ulang.  Di dalam foto hasil jepreten teleskop James Webb ini tampak bagaimana 5 galaksi sedang berproses melebur. Melebur itu artinya ada yang hancur (kiamat) ada yang lahir. Kalau Bumi dan tata surya ada di dalam salah galaksi itu, artinya akan melebur: hancur dan lahir...  kiamat. Dalam kacamata manusia, proses tadi terjadi ribuan hingga jutaan tahun, tapi ketika kehancuran Bumi itu terjadi di depan hidung kita ya waktunya bres bres bres.. bubar.

***

Tafsir ini membuka peluang pertanyaan dan diskursus berikutnya. Misalnya, kalau kiamat itu terjadi tidak hanya sekali di semesta ini, lalu ujung akhir dari seluruh eksistensi ini kapan? Atau dalam bahasa agama, tiupan terompet Israfil itu kapan? Belum ditiup atau jangan² sudah berlangsung tapi durasi tiupannya jutaan tahun sehingga kita nggak menyaksikan awal dan akhirnya? Atau tiupannya terjadi berulang-ulang sebagaimana kita lihat jejaknya kehancuran bintang dan galaksi secara berulang²?

Apakah model tafsir ini menjadi jembatan bagi penganut kesementaraan dan keabadian alam?
Abadi, berapa lama itu? Bagi kita yang usia wajarnya tidak sampai 100 tahun, 1000 tahun tentu terasa abadi, apalagi jutaan tahun. Tapi karena tidak boleh sama dengan Tuhan, maka harus ada batas akhirnya kan? Itu kalau dalam imaji kita Tuhan itu "terpisah" dengan semesta.

***

Tulisan ini jelas bukan fatwa, sekadar menikmati keasyikan diskursus antara agama, filsafat dan sains sambil menunggu Kiamat tiba, eh menunggu indomie mateng maksudnya.

BACA JUGA :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar