Minggu, 20 Desember 2020

Menyambut Natal di Timur Tengah


Oleh Sumanto Al Qurtuby
Direktur Nusantara Institute, dosen King Fahd University, dan senior fellow Middle East Institute

Bagi sebagian umat Islam di Indonesia, khususnya kelompok konservatif, pernik-pernik yang diidentikkan atau disimbolkan dengan Kristen (atau yang biasa dipakai oleh umat Kristen) dianggap haram sehingga harus dimusnahkan dari muka bumi dan muka mereka. 

Karena itu jangan heran kalau mereka alergi, kejang-kejang, dan antipati dengan, misalnya, salib, lonceng, Santa, pohon cemara, lilin, patung, dlsb. Sekedar “mengucapkan Natal” pun haram. Mereka takut “menjadi Kristen” atau minimal khawatir “mengakui keimanan Kristen”. 

Lain ladang lain belalang, lain tempat lain habitat, lain Indonesia lain pula Timur Tengah. Jika sebagian umat Islam Indonesia alergi dengan simbol-simbol dan pernak-pernik Kristen, sebagian umat Islam di Timur Tengah justru memproduksi simbol-simbol dan pernik-pernik itu. 

Seperti di foto ini, sekelompok perempuan Muslimah di Desa Ummul Nasser, Palestina, tampak sedang sibuk membuat boneka santa, sementara yang lain membikin pohon Natal. Mereka diperkerjakan oleh perusahaan (industri/kerajinan rumahan) Zaina Cooperative. 

Direktur Eksekutif Zaina Cooperative Hanin Rizk al-Sammak mengatakan kalau kerajinan rumahan ini dimaksudkan untuk membantu menciptakan pekerjaan pada kaum perempuan. “Kami membuat pernak-pernik Natal ini dengan penuh kecermatan dan suka-cinta,” paparnya. Kerajinan rumahan ini bukan hanya membuat pernak-pernik umat Kristen tetapi juga Muslim dan Yahudi. 

Produk kerajinan ini kemudian dijajakan atau dijual pada para turis domestik maupun mancanegara (umat Kristen atau siapa saja) di Yerusalem yang menjadi menjadi salah satu destinasi “wisata reliji” terkenal di Timur Tengah. 

Pernak-pernik Kristen yang dibuat oleh umat Islam di Yerusalem ini kurang lebih sama dengan “pernak-pernik Islam” yang dijual untuk jamaah haji/umroh di Makah, Madinah dan sentero Arab Saudi (seperti sajadah, tasbih, peci haji, surban, abaya, boneka onta, dlsb) yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan China. 

Tidak seperti pandangan sebagian kaum Muslim di Indonesia yang overdosis terhadap simbol-simbol dan pernak-pernik Kristen, bagi mereka di Palestina (dan Timur Tengah pada umumnya), pernak-pernik itu tidak lebih hanyalah “benda profan-sekuler” produk kebudayaan manusia seperti layaknya benda-benda lain yang bisa dibuat oleh siapa saja, dijual kepada siapa saja, dan dimiliki oleh siapa saja. 

Apa sih bedanya antara boneka Santa, Santo, dan Santi? Apa sih bedanya antara pohon cemara dengan pohon jengkol? Apa sih bedanya antara rusa dan onta? Karena itu sangat berlebihan dan mengada-ada kalau mereka cemas, khawatir dengan simbol dan pernak-pernik yang biasa dipakai oleh umat agama tertentu.

Memiliki pernak-pernik Kristen itu bukan berarti secara otomatis, by default, “menjadi Kristen”, sama seperti orang yang memakai hijab (baik yang syar’i, syar’i, atau tidak syar’i) bukan berarti secara otomatis "menjadi Muslimah", atau memelihara jenggot berarti secara otomatis menjadi Muslim karena Mbah Santa juga berjenggot qiqiqi eh salah hohoho.

Jabal Dhahran, Jazirah Arabia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar