Rabu, 23 Desember 2020

Dr. TERAWAN.


Saya mulai mengikuti berita tentang dirinya saat ilmunya untuk penyembuhan stroke tak diakui IDI ( ini kekonyolan di Indonesia ada ilmu kedokteran luar yg tidak bisa diakui, sementara universitas kedokteran paling Joss Unair hanya di ranking di 501-600 dunia ), ada ketololan kolektif menurut saya, semoga saya salah.

Sebelum jadi menteri saya dapat cerita langsung dari teman saya Aldy yg di rawat dr Terawan. Ceritanya thn 2018 dia kena stroke di Selandia Baru, dua Minggu dirawat disana tidak ada perubahan, diterbangkan pulang ke Jakarta, dia dapat prioritas ditangani langsung ( kebetulan bossnya ada jalur, kl tidak ngantrinya bs 2 bulan ).
Aldy bernasib mujur, 2 hari dirawat dia sudah bisa berdiri, 7 hari pakai tongkat, sebulan dia sudah ngantor. Ini fakta.

Kemudian dr. Terawan diangkat menteri oleh presiden, IDI ribut lagi, mereka tidak mengakui. Kalau saya bilang IDI ini hampir 11-12 dgn MUI, seolah semua urusan kesehatan mereka yg punya hak mengatur, bagaimana kemajuan ilmu kedokteran yg belum kita serap. Bagaimana harga obat yg muahalnya selangit vs Malaysia yg harga obatnya hanya 20-30 % saja dibanding Indonesia. Maaf saya hafal karena saya rutin kesana min 6 bln sekali.

Dr. Terawan adalah tipikal orang gak banyak ngomong, dia pekerja, dia penolong, dia pakai ilmunya di tempat yg benar. Dia tidak cocok jd menteri yg banyak duri politik, jadi dia akan kembali mengabdi sesuai habitatnya, dan pasti ilmunya sangat berguna.

Welcome back dr. Terawan, Tuhan memberimu kemuliaan dgn tanganmu yg ringan membantu, bukan jabatan yg justru membuatmu terus di ganggu. Karena disana lebih banyak pedagang obat daripada yg punya niat untuk menolong orang yg berobat.

Terima kasih Dr. Terawan, engkau adalah menteri yg sehat lahir batin, bukan yg sehat lahir sakit batin. GBU, SELAMAT NATAL.
.
.
.
Iyyas Subiakto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar