Beberapa hari ini di temlen saya sliweran status orang tua yang puyeng ngajarin anaknya matematika. Matematika SD yg masih basic banget lho ya, bukan yang ndakik-ndakik macam logaritma, trigonometri apalagi kalkulus.
Saya lebih tertarik baca komennya. Ada yang ngasih solusi cara penyelesaian, ada yg curhat juga, tetapi banyak orangtua yang menggugat: buat apa sih anak-anak belajar ngitung KPK, FPB, luas bangun, volume dan lain-lain? Kalo memang dalam kehidupan gak dipake, ngapain susah-susah belajar?
***
Mungkin kita semua tidak menyadari, bahwa cara kita berpikir dan bertindak selama ini adalah hasil dari proses belajar, yang dimulai dari bayi hingga dewasa.
Belajar tambah-kurang, kali-bagi serta rentetannya sejak SD hingga kuliah adalah proses untuk MENSTIMULASI OTAK agar terbentuk kemampuan berpikir LOGIC-MATEMATIS. Jadi tidak semata-mata agar pandai berhitung atau menemukan rumus.
Trus apa gunanya mempunyai kemampuan berpikir logic matematis? Ini lho, saya kasih contoh beberapa ilustrasi yang ada di sekitar kita belakangan ini.
1. Kemampuan membaca angka dan data.
Di masa-masa pandemi seperti ini, jika ingin lebih aware tentang Covid-19, mau tak mau harus menggumuli tabel data dengan banyak parameter serta berderet grafik statistik.
Coba buka akun FB atau twitter Kawal Covid-19 atau Lapor-Covid'19. Atau jika ingin tahu posisi Indonesia di negara-negara dunia, coba google data worldometers.
Buat yang kurang punya kemampuan logic-matematis, maka akan kewalahan harus mencerna angka sebanyak ini, memilih untuk mengabaikannya. Dan pasti akan mudah dibuat bahagia dengan narasi seperti "Angka Kesembuhan C19 RI lebih tinggi dari rata-rata dunia", kemudian menyepelekan protokol kesehatan. Padahal narasi ini sungguh sesat karena mengambil data secara "cherry picking". Tidak melihat data secara komprehensif.
2. Kemampuan berhitung
Misalnya dalam situasi hendak membeli sesuatu, dananya kurang tetapi punya kemampuan menyicil sampai sekian rupiah perbulan.
Orang kurang logic matematis:
Ambil cicilan yang DPnya kecil dan jangka waktu pinjamannya panjang, tanpa menghitung berapa total bunga pinjaman yang harus ia bayar. Sampai suatu saat karena satu hal, dia tidak mampu lagi membayar cicilan. Baru sadar jika selama ini sebagian besar ia membayar bunganya saja, bukan pokok pinjamannya. Kemudian alih-alih mengutuki dirinya sendiri yang tidak pernah menghitung skema pinjaman at the first place, malah teriak-teriak: ini jebakan riba! Trus maramara sama orang Bank. Sing pekok sopo, sing disalahno sopo 😝
Orang yang punya logic-matematis:
Dihitung skema pinjamannya. Kemudian dengan penuh kesadaran dia punya pilihan untuk tetap meminjam dengan DP kecil jangka waktu pinjaman panjang tapi resiko bayar total bunga yang besar, atau menabung dulu sampai bisa bayar setidaknya 50% harga barang kemudian mengambil pinjaman jangka waktu pendek sehingga cicilan dan bunga kecil, atau menyusun financial plan agar barang tersebut bisa terbeli secara cash beberapa tahun lagi. Semua keputusan dibuat berdasarkan angka, bukan halu.
3. Kemampuan menghubungkan satu data dengan data yang lain, kemudian membuat suatu kesimpulan berdasarkan data tersebut.
Ini nyambung di kemampuan no 1 tadi, but another level.
Jika membaca semua data yang ada di tabel dan grafik statistik covid 19, maka jika dicermati data satu sama lain saling berhubungan. Satu data adalah konfirmasi dari data yang lain. Setelah membandingkan semua parameternya, kita bisa membuat "grade" berapa baik (atau seberapa buruk?) negara kita dalam menangani covid dibanding dengan negara lain. Jadi kita tidak lagi melihat Indonesia masih lebih baik dibandingkan 26 negara yang jumlah kasus positipnya lebih banyak.
Sebenernya masih banyak sih gunanya, cuma aku males mikir. Wetengku luweee... 😭😭😭
Intinya, orang punya kemampuan logic-matematis akan menganalisis data dengan menggunakan logika dan mencari hubungan sebab-akibat. Orang seperti ini tidak akan memandang sebuah informasi secara subyektif, tapi mereka akan mencari fakta yang jelas dan data untuk memperkuat fakta. Serta melakukan observasi. Dari situ mereka akan membuat kesimpulan yang obyektif.
Lak seneng to punya anak yang mampu berpikir seperti ini...
Makanya buibu dan pakbapak... hanya karena kita tidak bagus dalam matematika, jangan lantas men-discourage anak-anak untuk belajar matematika. Karena proses belajar matematika adalah stimulasi otak agar anak mempunyai kemampuan berpikir logic-matematis. Kemampuan ini pasti akan berguna baik untuk dirinya sendiri, maupun untuk bangsa dan negara.
Ayo dorong anak untuk lebih memahami dan menyukai matematika.