Angkatan bersenjata yang hadir dalam sebuah negara menjadi sesuatu yang
lumrah. angkatan bersenjata dewasa ini merupakan alat milik negara yang
digunakan untuk menegakan sebuah keteraturan dan menjaga keamanan serta
melindungi kedaulatan negara dalam rangka mengantisipasi serangan dari
luar. untuk indonesia, angkatan bersenjata sudah lahir bahkan sebelu
adanya negara republik Indonesia. angkatan bersenjata yang ada di
Indonesia hadir dalam masa perjuangan merebut kemerdekaan, pada saat itu
disebut dengan sebutan BKR (badan keamananan rakyat) yang selanjutnya
pasca kemerdekaan di sebut sebagai TNI (tentara nasional Indonesia).
pasca penyerahan kekuasaan kepada pemerintah republik Indonesia praktis
sebagai alat milik negara angkatan bersenjata harus tunduk di bawah
kekuasaan sipil yaitu pemerintah. namun, militer yang berada di bawah
kekuasaan pemerintah sipil merasa bahwa pemerintah sipil gagal dalam
melaksanakan tugasnya dan tidak bisa menjaga stabilitas negara. hal itu
terbukti pada masa itu terjadi banyak gerakan separatis di berbagai
daerah buntut dari rasa tidak puas pada pemerintah pusat. kegelisahan
dirasakan juga oleh A.H Nasution yang menjabat sebagai KSAD, ia
beranggapan bahwa pemerintahan seharusnya dipegang oleh golongan yang
kuat supaya pemerintahan dapat berjalan secara kondusif dan stabil.
untuk itu A.H Nasution menyarankan untuk memberlakukan UU Darurat Perang
(Martial Law) untuk mengatasi aksi separatisme di daerah. selanjutnya
UU tersebut disetujui oleh presiden Sukarno yang isinya kurang lebih
memberikan wewenang kepada TNI untuk mengeluarkan peraturan yang
menyangkut ketertiban umum dan keamanan ketika kondisi darurat perang.
Selain itu, dalam keadaan lebih gawat, militer dapat mengubah ketentuan
peraturan umum serta berwenang mengambil tindakan apa pun yang dianggap
perlu. menyebabkan militer memiliki sifat yang absolut dalam
melaksanakan wewenangnya.
pasca gerakan untuk memadamkan gerakan separatisme di berbagai daerah
dan keadaan nasional berlangsung stabil dan kondusif lalu timbul
pertanyaan baru. Jika negara sudah aman sepenuhnya, apa yang akan
diperbuat para tentara? dari pertanyaan fundamental ini muncul pemikiran
Jendral Nasution untuk mengajukan gagasannya kepada Presiden Sukarno.
gagasan nasution ini nantinya akan dikenal sebagai "jalan tengah'.
gagasan ini juga yang akan menjadi embrio terciptanya dwifungsi ABRI di
pemerintahan selanjutnya. pada saat Pengesahan UU Darurat Perang memberi
kesempatan kepada tentara untuk bertindak lebih jauh lagi. Tentara
semakin menjadi penentu serta mendominasi kondisi dalam negeri, bahkan
melampaui parlemen dan kekuatan-kekuatan lain. saat itu nasution merasa
TNI perlu untuk melanjutkan tugas dan fungsi yang diberikan pada masa
darurat perang. Nasution pada tahun 1958 mengajukan gagasannya pada
Sukarno yang mengatakan ada opsi jalan tengah dimana militer bisa
berperan secara terbatas dalam pemerintahan sipil. ide ini didukung oleh
sukarno dan ahirnya disahkan bahwa TNI dapat menempatkan wakilnya
secara perseorangan secara terbatas dalam rangka turut serta menentukan
kebijaksanaan negara kita pada tingkat-tingkat yang tinggi. hal ini
secara terbuka memberikan jalan masuk bagi militer masuk dalam parlemen.
kehadiran ABRI/TNI dalam parlemen mendapat penolakan dari PKI yang
merupakan golongan yang sangat resisten terhadap ABRI khususnya Angkatan
Darat.
pasca gerakan G30S, posisi tawar yang dimiliki oleh PKI semakin
diperlemah dan juga secara besar berimbas dukungan pada Presiden Sukarno
yang semakin melemah. apalagi saat itu beberapa jendral ABRI menjadi
korban dalam aksi G30S yang membuat ABRI mendapat simpati dan atensi
yang besar dari masyarakat. selain itu ABRI juga memiliki tokoh yang
kharismatik yang namanya muncul pasca G30S yaitu mayor Jendral Suharto
yang saat itu menjabat sebagai PANGKOPKAMTIB yang berperan memberangus
PKI dari parlemen dan sebagian besar pendukungnya di Jawa pasca
memperoleh surat sakti SUPERSEMAR. pada posisiya yang diatas angin,
Nasution melakukan pematangan gagasannya dengan melakukan seminar
angkatan darat II pada tanggal 25-31 Agustus 1966 di Bandung. Seminar
yang diikuti oleh perwira ABRI menjadi maksud untuk mematangkan
gagasannya dan membersihkan Angkatan Darat dari paham komunisme.
Nasution yang sudah paham betul perpolitikan di tanah air berusaha
memberikan pemahaman politik pada jajaran perwiranya tentang bagaimana
peran ABRI dalam menjaga iklim perpolitikan di Indonesia. Nasution
sendiri pernah menjabat sebagai Mentri Pertahanan pada masa Kabinet
Kerja III dan juga pada masa ahir kepemimpinan Sukarno ia pernah
menjabat sebagai Ketua MPRS yang berlanjut sampai tahun 1972.
setelah pergantian kekuasaan dibawah Presiden Suharto, Jalan tengah
kemudian disempurnakan menjadi Dwifungsi ABRI. hal ini semakin
menegaskan peran serta militer dalam bidang politik, ideologi, ekonomi,
sosial, budaya. pada masa orde baru, dwifungsi ABRI diterapkan
seluas-luasnya dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat. orang militer
diperbolehkan untuk menikmati kehidupan politik di dalam pemerintahan,
bahkan di sektor-sektor lainnya. suharto melihat ABRI sebagai basis
kekuatan utama dalam bidang politik yang mendukungnya terus selama 32
rtahun menciptakan kestabilan politik rezim orde baru. Departemen
Pertahanan dan Keamanan dalam Dwifungsi dan Kekaryaan ABRI (1978)
mengklaim Dwifungsi ABRI "punya dasar hukum yang kuat" karena didukung
UUD 1945 serta aturan-aturan dasar yang tidak tertulis dan terwujud
dalam praktik penyelenggaraan negara sejak 1945 (hlm. 8).Lebih rinci,
pelaksanaan Dwifungsi ABRI dilegitimasi melalui penetapan dasar hukum
yang berkesinambungan, dari Ketetapan MPRS No. II Tahun 1969 hingga
Ketetapan MPR No. IV Tahun 1978, juga Undang-undang No. 82 Tahun 1982.
dengan memiliki legalitas hukum ABRI memiliki dua tugas pokok yaitu
Pertama, menjaga keamanan serta ketertiban negara, dan kedua, memegang
kekuasaan serta (berhak) mengatur negara. Selain itu, ABRI berperan
ganda sebagai "dinamisator sekaligus stabilisator" dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara (Arifin Tambunan, dkk., Pejuang dan Prajurit:
Konsepsi dan Implementasi Dwifungsi ABRI, 1984:171). kapasitas ABRI ini
diwujudkan dalam pembentukan Fraksi ABRI dalam parlemen. bukan lagi
melalui perorangan seperti sebelumnya namun sebagai organisasi secara
lengkap seperti partai. hak dan kewajibannya juga sama seperti partai
yaitu memiliki tugas legislasi. kebijakan dwifugsi ini mendapatkan
dukungan penuh dari orde baru dengan melakukan aksi pemahaman kepada
masyarakat tentang pentingnya dwifungsi ABRI dalam menjaga ketertiban di
masyarakat. Tak hanya di sektor politik dan pemerintahan, militer
berkecimpung di partai politik. Kaum serdadu selama Orde Baru bertebaran
di mana-mana, di setiap sendi dan lini kehidupan masyarakat, sebutlah
di lembaga atau perusahaan milik negara, peradilan, bahkan di ranah
bisnis sebagai tentara merangkap pengusaha. banyak dijumpai walikota,
bupati, gubernur, bahkan mentri kabinet yang merupakan seorang militer
aktif yang masih berdinas. negara jadi terkesan militeristik dengan
dewan junta militer serta pemerintah yang absolutisme.
rakyat ulai sadar tentang bahaya dari politik dwifungsi ini yang
puncaknya terjadi reformasi diikuti dengan gulung tikarnya rezim orde
baru serta dengan segala sistemnya diganti dengan sistim kehendak
rakyat. dwifungsi ABRI juga seiring waktu pergantian jaman dipandang
kurang efektif terutama dalam hal rangkap jabatan. secara bertahap
Dwifungsi ABRI dihapuskan dan ditegaskan dengan hasil rapat pimpinan
ABRI tahun 2000 yang mengahpuskan dwifungsi ABRI dan akan diterapkan
pasca pemilu 2004 dimana dilaksanakan pemilu pertama sejak reformasi.
penghapusan ini juga berdampak dimana tentara dilarang untuk berpolitik
praktis dan mengharuskan melepaskan jabatan tentaranya dan menjadi warga
sipil bila ingin berpolitik. nama-nama berlatar militer masih sering
bercokol di dalam pemilu yang masih menjadi primadona pilihan rakyat
karena dianggap memiliki kemampuan. banyak Ex-Militer ahirnya terjun
berpolitik tanpa harus membawa embel-embel dwifungsi lagi. sebut saja
Susilo Bambang Yudhoyono, Prabowo Subianto, Edy Rahmayadi, Agum Gumelar
dan banyak lagi. tanpa perlu menjadi prajurit lagi mereka masih bisa
menikmati persaingan politik di negri ini.
-JAS MERAH-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar