Dalam
permainan sepak bola, jika salah satu pemain melakukan pelanggaran,
mereka akan diberikan sebuah kartu pelanggaran berwarna Kuning atau
Merah, tergantung seperti apa jenis pelanggarannya.
Kartu kuning merupakan kartu peringatan bagi para pemain yang melanggar peraturan permainan.
Jika pemain tersebut sudah mendapat kartu kuning sebanyak 2 kali dari
wasit, maka mereka akan diganjar kartu merah dan harus meninggalkan
lapangan.
Tapi jika salah satu pemain melakukan pelanggaran yang cukup berat dalam
permainan, Ia bisa saja langsung mendapatkan kartu merah.
Sejak olahraga sepak bola ada untuk pertama kalinya di muka Bumi,
penggunaan kartu pelanggaran ini tak pernah digunakan, bahkan sejak
aturan dasar sepak bola disahkan di tahun 1881.
Tapi berkat pertandingan di Piala Dunia 1962 ini, kartu kuning dan kartu
merah pun resmi tercipta. Seperti apakah pertandingannya? Berikut
pembahasannya.
Pada 2 Juni 1962, pertandingan fase grup di ajang Piala Dunia 1962
antara Italia dan tuan rumah Cile digelar di Estadio Nacional, Santiago
de Chile. Pertandingan ini dihadiri oleh 66.057 orang penonton dan
ditutup dengan kemenangan Cile, 2 gol tanpa balas.
Dua gol kemenangan Cile dicetak oleh Jaime Ramirez dan Jorge Toro di seperempat jam terakhir dari pertandingan tersebut.
Dibalik kemenangan tuan rumah Cile, pertandingan ini diwarnai perkelahian antara pemain Italia dan Cile.
Dan yang lebih parahnya adalah, aparat kepolisian pun sampai diturunkan
untuk meredakan ketegangan dalam pertandingan tersebut. Bukan cuma
sekali, tapi sampai 4 kali turun ke lapangan.
Kronologi dan Latar Belakang Kejadian
Pelanggaran pertama dalam pertandingan ini terjadi saat pertandingan
baru berjalan selama 12 detik. Lalu pada menit ke-8, salah satu pemain
Italia yakni Giorgio Ferrini melakukan pelanggaran pada pemain Cile
bernama Honorino Landa.
Karena tergolong sebagai pelanggaran yang cukup berat, Giorgio diusir
dari lapangan oleh wasit, namun Ia menolak. Setelah memaksa beberapa
kali untuk tetap bermain, aparat kepolisian pun turun untuk membawa
Giorgio keluar dari lapangan.
Menjelang akhir babak pertama, perkelahian antara 2 pemain belakang
Italia dan Cile, Leonel Sanchez dan Mario David pun dimulai. Wasit Ken
Aston yang memimpin jalannya pertandingan sempat terkena pukulan Sanchez
saat berusaha melerai kedua pemain tersebut.
Bukannya mereda, perkelahian keduanya kian memanas saat Mario menendang
kepala Sanchez. Mario pun langsung dikeluarkan oleh wasit, namun
lagi-lagi pemain Italia menolak dikeluarkan. Polisi kembali turun untuk
mengendalikan situasi.
Usai mendapat tendangan dari Mario, Sanchez berniat untuk balas dendam.
Bukannya menghajar Mario, Sanchez malah mengarah pemain Italia lainnya
yang bernama Humberto Maschio.
Akibat perkelahiannya dengan Sanchez, Humberto mengalami patah hidung.
Untuk ketiga kalinya, Polisi kembali turun ke lapangan untuk meredam
ketegangan.
Situasi di lapangan pun semakin tidak kondusif, maka dari itu, Polisi
kembali ke lapangan untuk yang keempat kalinya. Beruntung, itu adalah
kali terakhir mereka harus ikut campur dalam meredam perkelahian antara
para pemain.
Beberapa hari kemudian, cuplikan highlight dari pertandingan tersebut ditayangkan di stasiun TV Inggris, yaitu BBC.
David Coleman, komentator sepak bola legendaris Inggris menyebut kalau
itu adalah pertandingan paling bodoh, paling mengerikan, paling
menjijikkan dan paling memalukan sepanjang sejarah.
Dalam hasil observasinya, David menyebut kalau itu adalah kali pertamanya Italia bertemu dengan Cile di ajang Piala Dunia.
Kemudian, David menemukan fakta dimana saat pertandingan berakhir, para
pemain Italia sempat dilempari batu oleh para penonton saat hendak masuk
ke ruang lokernya.
Meski terhitung sebagai pertemuan pertamanya, pertanyaan pun mulai
muncul dibenak publik, bagaimana bisa partai antara Italia melawan Cile
bisa diwarnai oleh perkelahian yang sangat sengit? Untuk menjawab
pertanyaan itu, semuanya disebabkan oleh media Italia dan Cile itu
sendiri.
Jadi, sebelum hari pertandingan media Italia menjelek-jelekkan negara
Cile dengan menyinggung masalah sosial, ekonomi sampai politiknya.
Setidaknya, begitulah hasil tulisan yang dibuat oleh 2 jurnalis Italia
yang bernama Antonio Ghirelli dan Corrado Pizzinelli.
Media cetak Italia lainnya, yakni La Nazione dan Corriere della
Sera juga menyinggung Cile yang dianggap "gila" karena mengajukan diri
sebagai tuan rumah Piala Dunia 1962 pasca terkena gempa Valdivia pada
tahun 1960.
Media Cile pun tersinggung dan membuat artikel balasan di media lokal
yang menyindir masalah sosial, politik dan skandal doping dan narkoba
yang dialami oleh klub Inter Milan pada waktu itu.
Menurut Daily Express, ajang Piala Dunia 1962 merupakan turnamen sepak
bola Internasional yang sangat brutal dan selalu diwarnai dengan
perkelahian.
Pertandingan "Kontroversial" Inggris VS Argentina di Piala Dunia 1966
Pada 23 Juli 1966, Inggris berjumpa dengan Argentina di babak perempat
final Piala Dunia 1966. Pertandingan yang digelar di Wembley Stadium,
Inggris itu diakhiri dengan kemenangan tim tuan rumah lewat gol semata
wayang Geoff Hurst di menit ke-78. Kedudukan 1-0 pun bertahan hingga
peluit panjang ditiup.
Di penghujung pertandingan, sempat terjadi kontroversi yang melibatkan 2
pemain legendaris Inggris, Jack dan Bobby Charlton serta seorang pemain
Argentina, Antonio Rattin.
Wasit Rudolf Kreitlein yang memimpin pertandingan saat itu, tiba-tiba
saja memberikan sanksi kepada Jack dan Bobby Charlton, kemudian Ia
mengeluarkan Antonio dari lapangan tanpa alasan yang jelas.
Bobby dan Jack Charlton, 2 Pemain Legendaris Timnas Inggris (dok. Wikipedia)
Pelatih Inggris saat itu, Alf Ramsey melakukan protes kepada komite FIFA terkait sanksi yang diberikan kepada 2 pemainnya.
Kebetulan, Ken Aston yang sudah menjadi anggota komite FIFA saat itu
mendapat inspirasi untuk merubah aturan permainan sepak bola hingga
menjadi seperti yang kita kenal saat ini.
Ken Aston dan Inspirasi Terciptanya Kartu Kuning dan Merah
Ken Aston yang mengetahui aksi protes timnas Inggris langsung pergi dari
rumahnya untuk menemui mereka. Di perjalanan, saat Ken melewati lampu
lalu lintas di Kensington High Street, fokusnya tertuju pada warna
kuning dan merah yang berarti "awas" dan "berhenti".
Baca Juga:Kekalahan Dramatis Indonesia Lawan Irak dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026
Ken pun sudah bertemu dengan jajaran pemain dan staff dari timnas
Inggris dan sudah menerima keluhan mereka. Lalu, Ia pulang sambil
memutar otak guna mencari solusi untuk permasalahan aturan permainan
sepak bola yang menurutnya "mulai semrawut".
Sesampainya di rumah, Ken membicarakannya dengan sang Istri, yaitu
Hilda. Dari curhatan sang Suami, Hilda mendapat ide untuk memotong
potongan kertas berwarna kuning dan merah.
Hilda juga mengatakan maksud dari kedua kartu itu, yang mana maknanya
mengikuti makna warna kuning dan merah pada lampu lalu lintas. Dari
situlah kartu kuning dan kartu merah dalam permainan sepak bola
tercipta.
Penggunaan kartu kuning dan kartu merah ini baru diaplikasikan pada ajang Piala Dunia 1970 yang digelar di Meksiko.
Selain di olahraga sepak bola, kartu kuning dan merah juga diterapkan di
beberapa olahraga lain, mulai dari bulu tangkis, hoki lapangan, rugby,
tenis meja sampai bola voli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar