Kawasan yang kita kenal sebagai Timor Leste sekarang ini adalah wilayah
yang dulunya penuh sengketa dan pernah beberapa kali berganti kekuasaan
salah satunya adalah pendudukan Indonesia. Timor Leste dulunya adalah
wilayah jajahan Portugis, sejak terjadinya Kudeta di Portugis (1974)
yang mengharuskan wilayah jajahan Portugis yang sebelumnya berstatus
provinsi di luar negeri agar dilepaskan. Tak cuma Timor Timur, tetapi
juga Angola, Cape Verde, Guinea Portugis, Mozambik, Sao Tome, dan
Principe di Afrika, Makau di Cina, serta India Portugis dibebaskan
menentukan nasibnya, terjadi ketidakstabilan di Timor Timur yang
mengakibatkan terjadinya serangkaian perang Saudara. Ditengah-tengah
perang Saudara muncul kelompok yang paling dominan yang menamakan
dirinya Fretelin salah satu saingannya adalah União Democrática
Timorense (UDT) yang kerap menjadi kontradiksi Fretelin. Fretelin
sendiri adalah kependekan dari Frente Revolucionária de Timor-Leste Independente yang
dapat diartikan gerakan pertahanan yang berjuang untuk kemerdekaan
Timor Timur. 28 November 1975 di deklarasikan oleh Fretelin sebagai hari
jadi negara Timor Leste. Pada masa ini Timor Leste merdeka sebagai
negara dan diakui oleh Portugis. Namun hal ini mendapat tentangan dari
Amerika dan Australia yang memiliki kepentingan atas Teluk Timor yang
kaya akan minyak. Atas desakan dari Amerika Serikat dan Australia,
Indonesia melakukan invasi ke Timor Leste yang baru saja merdeka pada
tanggal 7 Desember 1975 dengan bantuan perenjataan dari Amerika Serikat.
Operasi ini dinamakan operasi Seroja.
Invasi yang dilakukan oleh Indonesia secara singkat berhasil memukul
mundur kekuatan Fretelin yang minim persenjatan dan belum siap. Kota
Dili sebagai Ibukota dapat dikuasai oleh Indonesia yang secara
sistematis mengahiri negara baru tersebut. suksesnya operasi Seroja
menjadikan Timor Leste sebagai provinsi Indonesia dengan nama Timor
Timur. Gerombolan Fretelin kabur dan menjadikan hutan sebagai basis
operasi gerilya yang sesekali mengacaukan dan menyerang TNI. sering kali
gerombolan Fretelin menyerang kota dan melakukan penjarahan terutama
merebut senjata milik TNI yang digunakan untuk melawan balik. Taktik
Gerilya yang diterapkan oleh Fretelin menyebabkan mereka sulit di tumpas
bahkan sampai merdeka penuh lewat referendum. Hal ini tentu sangat
mengkhawatirkan kestabilan politik Indonesia sendiri, menurut adam
malik, Menlu Indonesia saat itu berkata “Menginvansi dan menganeksasi
Timor Portugis kedalam NKRI akan menjadi masalah ibarat duri dalam
daging” namun perkataaanya tidak dihiraukan olej penguasa ORDE pada
waktu itu.
Kay Rala Xanana Gusmão, atau yang dikenal dengan xanan gusmao adalah
salah satu pejuang ikonik yang sangat di hormati di dalam Fretelin. Pria
kelahiran Laeia ini dulunya adalah seorang pemain Sepak Bola dan juga
wartawan. memutuskan diri untuk berjuang dan bertempur bersama Fretelin
merupakan jalan hidup sebenarnya baginya. 1978 ia menjadi pentolan bagi
Falintil yaitu organisasi sayap militer Fretelin. Gusmao banyak
bertempur di dalam hutan, menyabotase, dan melakukan pengrusuhan, hal
ini yang menjadikannya buronan yang menjadi prioritas penangkapan.
FALINTIL terdiri dari 2.500 tentara reguler, 7000 yang memiliki beberapa
militer Portugis pelatihan, dan 10.000 yang telah mengikuti kursus
instruksi militer singkat, dengan total 20.000. jumlah ini kemungkinan
bisa bertambah akibat dukungan penuh warga timor yang saat itu tidak
menghendaki adanya Indonesia.
Selain melalui gerakan gerilya dan perlawanan fisik, Fretelin dengan
langkah diplomatik mulai melobi pihak asing untuk mengakui dan membantu
perjuangan bangsa Timor meraih kemerdekaan. Hal ini dibuktikan dengan
lahirnya CNRT (Dewan Pertahanan Nasional Rakyat Timor) tahun 1998 di
Pinichi (Portugal). mereka aktif memperjuangkan kemerdekaan Timor
melalui perwakilannya di Portugis. organisasi sayap fretelin ini sedikit
banyak berperan aktif dalam terselenggaranya referendum nantinya.
Pembantaian Santa Cruz
kekalutan yang dihadapi TNI menjadikan TNI semakin beringas dan waspada
terhadap segala pergerakan Fretelin yang dianggap sebagai GPK (gerakan
Pengacau Keamanan). Setiap warga Timor harus elewati pos pemerikasaan
dan diawasi penuh oleh TNI. pada tahun 1991, di Santa Cruz para pemuda
melakukan unjuk rasa untuk peringatan invasi Indonesia dengan melakukan
aksi damai sekaligus mengibarkan bendera Fretelin dan meneriakan
kemerdekaan. Dianggap sebagai pemberontak TNI melakukan penembakan
secara brutal terhadap masa yang mengakibatkan 250 orang tewas. Hal ini
dianggap sebagai pelanggaran HAM berat yang mengakibatkan Amerika
menarik dukungannya atas invasi Timor.
Menuju referendum
Stabilitas Timor Timur menjadi tidak terkendali setelah beredar kabar
dan kampanye anti-Indonesia di berbagai kota di timor timur yang
menyebabkan terjadinya banyak kerusuhan.TNI melakukan oprasi pemulihan
kondisi dan keamanan dengan melakukan pemberantasan dan melakukan
peperangan intens dengan kubu fretelin yang membuahkan hasil
tertangkapnya Xanana Gusmao pada 20 November 1992. setelah itu ia
dijatuhi tahanan Politik selama 7 tahun sampai tahun 1999 dibebaskan.
Fretelin yang merupakan kelompok dominan di Timor Timur banyak
mendapatkan dukungan dari mayoritas rakyat Timor. pada mei 1996 terjadi
reformasi yang menandai berahirnya Orde Baru. hal ini dimanfaatkan oleh
Fretilin untuk melakukan kampanye kemerdekaan melalui
pemukiman-pemukiman dan ahirnya mendapat dukungan penuh rakyat, hanya
sebagian saja yang menentang namun mayoritas mendukung kemerdekaan.
akibat memburuknya situasi akibat terjadinya kerusuhan dan lonjakan
inflasi yang terlampau tinggi mendorong pemerintah untuk bergerak cepat
untuk menyelesaikan permasalah. untuk mengatasi krisis Presiden saat itu
B.J Habibie memutuskan untuk menggelar Referendum yang membebaskan
rakyat Timor untuk memilih, ikut Indonesia atau merdeka. melalui Kofi
Annan, Sekretaris Jendral PBB pada 27 Januari 1999 dirumuskan referendum
damai yang dipimpin oleh PBB.
438,968 suara, sebanyak 344.580 atau 78,50 persen rakyat Timor Timur
memilih opsi kedua. Mereka menolak otonomi khusus dan memilih berpisah
dengan Indonesia. Sedangkan sisanya sebanyak 94.388 suara atau 21,50
persen memilih menerima otonomi khusus dan bergabungnya Timor Timur ke
Indonesia. dengan ini mengakibatkan lepasnya Provinsi ke 27 lepas dari
Indonesia.
Pasca Referendum
setelah menang dalam proses referendum ahirnya kedaulatan Timor di
berikan kepada PBB selaku pihak yang akan melakukan transisi kekuasaan
sementara. namun selama proses transisi sering terjadi kekacauan yang
disebabkan oleh milisi pro Indonesia terutama bekas Partai Apodeti yang
pro Indonesia. mereka melakukan penyerangan dan pengrusakan terhadap
beberapa pemukiman dan juga objek lainnya yang dianggap pro kemerdekaan.
puncaknya adalah terjadi Pembantaian di rumah Manuel Carrascalão
terjadi pada tanggal 17 April 1999 di Dili, Timor Timur, ketika milisi
pro-Indonesia Aitarak yang dipimpin oleh Eurico Guterres menyerang rumah
tokoh kemerdekaan Manuel Carrascalao dan membantai 12 orang. Pasukan
indonesia terkesan melakukan pembiaran dan ahirnya PBB mengirim Pasukan
perdamaian untuk menegakan stabilitas keamanan yang bernama pasukan
INTERFET (international Force for East Timor) yang dipimpin oleh
Australia. tujuannya adalah untuk melakukan penjagaan selama masa
transisi dan melucuti semua senjata milik milisi, baik Fretelin maupun
Aitarak.
selain itu terjadinya eksodus rakyat Timor yang tidak menghendaki negara
timor leste dengan memasuki wilayah Timor bagian barat Indonesia.
setelah dilakukan persetujua dilakukan penarikan pasukan TNI yang
sebelumnya telah menurunkan bendera Merah Putih digantikan bendera PBB
yang melakukan transisi. Timor Leste secara resmi bergabung sebagai
anggota PBB pada tanggal 20 Mei 2002. selain itu Indonesia juga
melakukan pengakuan secara resmi dengan melakukan hubungan bilateral dan
saling membuka kedutaan Besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar