OMNIBUS Law Undang-undang Cipta Kerja hanya akan menguntungkan tenaga kerja Cina. Kata anggota Badan Anggaran DPR-RI, Sukamta dari fraksi PKS.
Meski itu baru asumsi dan belum terbukti, tapi melihat cara kerja WNI keturunan Cina di negeri ini, rasanya masuk di akal. Kenapa?
Contoh kecil (dari banyak contoh yang pernah gue alami) belum lama saat gue mau membuat bingkai skets untuk hadiah purnabakti empat dosen gue, datanglah gue ke toko bingkai milik orang Melayu di bilangan Serpong.
Setelah gue milih-milih dan menemukan bingkai yang cocok, maka gue tanyalah harganya. Setelah di kalkulasi mulai dari bahan, besar ukuran, hingga pilihan kaca, satu bingkai kena 297 ribu.
Dari pengalaman selama ini, buat gue sebetulnya harga segitu terhitung mahal. Tapi sudahlah, gak masalah, toh waktu gue hubungi panitia acara setuju-setuju aja.
Gue baru keberatan ketika pihak toko dengan segala alasannya butuh tujuh hari untuk menyelesaikan. Karena dalam hitung-hitungan gue, paling lama tiga hari.
Akhirnya gak jadi. Gue carilah toko bingkai lain. Ketemulah toko JV Frame di bilangan Graha Raya Bintaro. Gue langsung ketemu ownernya bernama Romi. Masih muda, ramah, murah senyum, dan pokoknya orangnya asyik. Gue suka. Dan maaf, Romi ini WNI keturunan Cina.
Dengan bahan yang nyaris sama, bahkan menurut gue kualitasnya lebih bagus, gue tanyalah harganya. "Seratus enam puluh ribu, Om!" Katanya. Gue kaget bukan karena dipanggil "om", tapi sama harganya yang kok bisa murah banget.
Lanjut ke pertanyaan berapa lama waktu pengerjaan. Gue lebih kaget lagi. "Cepet kok Om. Om bisa nunggu. Sekalian mau lihat prosesnya juga boleh nanti di ruang sebelah. Cuma empat bingkai gak nyampe satu jamlah." Uedan.
Begitu deal, maka ikutlah gue ke ruang kerjanya. Dan ternyata yang ngerjain si owner itu langsung, dibantu dua karyawan asli Melayu. Keren nih pikir gue.
Betul aja. Dengan peralatan pengukur, pemotong, dan penyambung modern yang sudah sering gue lihat, mereka bekerja sangat cepat dan terukur. Tentu gak lupa gue foto sekalian prosesnya tanpa mereka keberatan.
Dan taraaa... gak lebih dari satu jam, empat gambar sudah terbingkai dan terbungkus satu-satu dalam karton tebal yang aman dari kerusakan.
Coba bandingkan harga dan kerja toko pertama milik Melayu dengan toko kedua milik WNI keturunan ini. Ya persetan dengan asal muasalmu, ya jelas gue pilih yang kedualah untuk selanjutnya dan berikutnya.
Mau dibilang gue belain pekerja Cina dan meremehkan pekerja Melayu, nanti dulu. Pekerja melayu juga hebat, kalau pekerjanya memiliki skill dan kecepatan seperti dua orang pendamping Romi yang Melayu asli itu. Lagi-lagi ini memang soal mental. Soal etos kerja.
Jadi kenapa takut sama kehadiran pekerja Cina yang memang terkenal sebagai pekerja cepat, tepat, dan akurat. Belum mau makan enak kalau belum keluar keringat.
Bukan malah demo dan ngancur-ngancurin, trus baru bisa bekerja secepat kilat saat menghitung kerugiannya. Yakin 25 M?
Belajar dari mantan gubernur hebat dan si pembuat bingkai keturunan Cina, gue sih kagak percaya sebelum ngecek toko sebelah.
#bukanrasis
Ramadhan Syukur
Foto: Romi dan dua pekerja Melayu yang setara etos kerjanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar