Kita dari kecil diajari bahwa Indonesia itu kaya. Tapi ajaran itu sama sekali tidak lengkap. Banyak orang menganut ajaran tidak lengkap itu sampai tua. Mereka misalnya jadi sulit memahami soal penanaman modal asing dalam pengelolaan sumber daya alam.
Padahal ini soal sederhana saja. Anda tinggal di sebuah pulau, di sekeliling Anda banyak ikan. Kayakah Anda? Tidak. Anda baru kaya kalau ikan-ikan itu Anda tangkap, Anda dapat banyak, misalnya 5 ton. Apakah Anda kaya dengan ikan 5 ton itu? Belum. Anda baru kaya kalau sudah berhasil menjualnya dengan harga bagus. Misalnya Anda jual dengan harga 20 ribu rupiah sekilo, maka Anda punya kekayaan 100 juta.
Untuk bisa mendapat 5 ton ikan Anda harus punya modal. Ikan itu tidak akan datang menyerahkan diri pada Anda. Ikan itu harus ditangkap. Untuk menangkapnya Anda perlu kapal dan pukat. Untuk membelinya Anda butuh modal. Tanpa modal, ikan tadi hanya jadi makhluk liar di laut. Anda tidak memilikinya. Anda tidak kaya.
Bagaimana bisa punya kapal dan pukat kalau Anda tidak punya uang untuk membelinya? Anda harus berutang. Tanpa Anda berutang, ikan-ikan itu tetap di laut, dan Anda tetap miskin.
Kalau Anda tidak berani berutang, atau tidak ada yang meminjami Anda uang, apa yang bisa Anda lakukan? Anda hanya bisa menyewakan laut Anda untuk diambil ikannya oleh orang lain. Itu kalau Anda dianggap pemilik laut itu. Anda hanya akan mendapat bagi hasil.
Demikian pula, kalau Anda punya kapal dan pukat, tapi Anda tidak bisa mengoperasikannya. Maka Anda harus membayar orang yang bisa.
Ikan adalah sumber daya alam. Sumber daya alam tidak serta merta membuat kita kaya. Kita harus punya modal untuk mengolah sumber daya alam. Tidak hanya modal. Kita juga perlu kemampuan atau keahlian teknik untuk mengolah sumber daya alam itu.
Apakah kalau kita sudah punya modal dan punya keahlian, kita otomatis jadi kaya? Tidak. Kita harus bekerja dengan tertib dan disiplin, sehingga pekerjaan kita efisien. Kalau tidak, kita mungkin akan menghabiskan ongkos lebih banyak daripada penghasilan yang kita dapat dari menangkap ikan.
Apakah kalau kita punya laut maka kita kaya? Tidak. Kita butuh modal untuk membeli kapal, pukat, dan bahan bakar untuk bisa menangkap ikan. Kita juga perlu keahlian menangkap ikan. Kita juga perlu bekerja dengan disiplin agar pekerjaan menangkap ikan itu tidak menimbulkan kerugian.
Ini bukan cerita andai-andai. Faktanya, kita punya laut yang kaya dengan ikan, di antaranya ikan tuna. Tapi kita tidak menangkapnya. Karena sedikit dari pengusaha kita yang mau investasi untuk menangkap ikan. Kita juga tidak tahu teknologi kapalnya, dan teknik menangkapnya.
Lalu, siapa yang menangkapnya? Orang asing. Kapal-kapal ikan dari Jepang misalnya, datang ke perairan kita untuk menangkap ikan. Konyolnya, kapal-kapal itu mempekerjakan orang Indonesia sebagai pekerja kasar untuk menangkap ikan kita itu.
Jadi, apakah kita kaya? Tidak. Kita tidak akan kaya kalau tidak bekerja. Sebaliknya, orang-orang yang tidak punya sumber daya alam justru bisa kaya, karena mereka bekerja. Jepang itu tidak lagi punya sumber minyak bumi. Tapi Jepang punya sejumlah perusahaan minyak yang kaya raya. Kenapa? Karena mereka punya modal, punya kemampuan teknik, dan mau bekerja dengan disiplin, sehingga efisien.
Orang-orang sering mengeluh soal kekayaan alam kita yang katanya dirampok asing. Lalu pemerintah yang disalahkan. Tentu ada porsi kesalahan pemerintah. Tapi yang lebih tepat adalah, itu kesalahan kolektif kita sebagai bangsa.
Kesalahan utama kita adalah, kita tidak punya sumber daya manusia yang memadai untuk mengelola sumber daya alam kita.